Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Siapa itu Dewan Jenderal?

Istilah Dewan Jenderal dibentuk oleh dewan pimpinan PKI sebagai bentuk tuduhan bahwa sejumlah anggota TNI Angkatan Darat akan mengkudeta Presiden Soekarno pada 5 Oktober 1965.

Namun, isu tentang Dewan Jenderal tidak terbukti. Bahkan, mereka dianggap tidak pernah ada.

Lantas, siapa itu Dewan Jenderal?

Dewan Jenderal

Saat isu Dewan Jenderal mencuat dalam rapat yang dipimpin oleh Presiden Soekarno pada 26 Mei 1965, Menteri/Panglima Angkatan Darat (KSAD) Ahmad Yani diminta untuk segera memberi klarifikasi.

Ahmad Yani kemudian mengatakan bahwa tidak ada Dewan Jenderal di dalam tubuh Angkatan Darat.

Menurut Ahmad Yani, yang ada di dalam tubuh TNI AD justru Wanjakti (Dewan Jabatan dan Kepangkatan Perwira Tinggi) yang berfungsi untuk kenaikan pangkat para perwira senior.

Namun, pernyataan yang berbeda dikemukakan oleh Brigadir Jenderal Ahmad Soekendro, yang menyatakan bahwa Dewan Jenderal itu ada, tetapi tidak untuk melakukan kudeta.

Menurut Soekendro, Dewan Jenderal berfungsi untuk melakukan perlawanan politik terhadap PKI.

Disebutkan bahwa anggota Dewan Jenderal berjumlah 25 orang.

Akan tetapi, penggerak utamanya adalah Mayjen S Parman, Mayjen MT Haryono, Brigjen Sutoyo Siswomihardjo, dan Brigjen Soekendro.

Kabarnya, Dewan Jenderal memiliki Kabinet Inti, yang terdiri dari:

Apakah Dewan Jenderal itu ada?

Disebutkan bahwa Dewan Jenderal hendak melakukan kudeta terhadap Soekarno pada 5 Oktober 1965, dengan mendatangkan pasukan-pasukan dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat untuk bisa mencapai tujuan kudetanya.

Kemudian muncul pula tuduhan bahwa Dewan Jenderal akan mengadakan coup kontra-revolusioner.

Kemunculan istilah Dewan Jenderal inilah yang memicu terjadinya Peristiwa G30S.

Namun, setelah peristiwa G30S berlalu, keberadaan Dewan Jenderal yang dituduhkan tidak pernah terbukti ada.

Apakah Soeharto adalah Dewan Jenderal?

Tidak pernah ada bukti yang menunjukkan bahwa Soeharto termasuk dalam Dewan Jenderal.

Bahkan, nama Soeharto juga tidak ada dalam daftar nama perwira TNI AD yang hendak diculik dalam G30S.

Padahal, pangkat Soeharto saat G30S adalah mayor jenderal dan menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) atau Pangkostrad.

Kolonel Abdul Latief, Komandan Garnisun Kodam Jaya, mengemukakan alasan nama Soeharto tidak tertulis karena ia dianggap sebagai loyalis Soekarno.

Latief juga mengaku bahwa ia telah beberapa kali memperingatkan adanya upaya kudeta oleh Dewan Jenderal, tetapi Soeharto hanya bergeming mendengar informasi itu.

Bahkan di malam 30 September 1965, Soeharto mengabaikan Latief yang menyampaikan rencananya menggagalkan kudeta.

Soeharto mengakui ia bertemu dengan Latief menjelang peristiwa G30S, tetapi ia memberikan kesaksian yang berubah-ubah.

Dalam sebuah wawancara pada 19 Juni 1970, Soeharto mengaku ditemui di RSPAD Gatot Subroto oleh Latief pada malam hari tanggal 30 September 1965.

Saat itu, Soeharto sedang menjaga anak bungsunya, Hutomo Mandala Putra alias Tommy, yang dirawat karena luka bakar akibat ketumpahan sop panas.

Namun katanya, Latief tidak memberikan informasi apa-apa, justru ia akan membunuhnya saat itu juga.

Akan tetapi, dalam sumber lain, Soeharto menyampaikan bahwa ia hanya melihat Latief dari kejauhan dan tidak sempat berinteraksi.

Setelah Peristiwa G30S berlalu, suasana semakin memanas.

PKI dituding sebagai dalang, sedangkan Presiden Soekarno tidak melakukan apa-apa.

Mulai dari rakyat sipil hingga mahasiswa berbondong-bondong melakukan aksi demonstrasi yang menuntut PKI dibubarkan dan ekonomi diperbaiki.

Puncak kejadian terjadi tanggal 11 Maret 1966, ketika Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat, meminta Soekarno memberi kuasa untuk mengatasi keadaan.

Setelah itu, lahirlah Supersemar.

Lewat Supersemar inilah, Soeharto menumpas PKI dan para anteknya dan pada akhirnya menjabat sebagai presiden Indonesia selama 32 tahun, sejak 1966 hingga 1998.

Dengan demikian, tidak pernah ada sumber atau bukti yang mengatakan bahwa Soeharto terlibat dalam Dewan Jenderal.

Referensi:

  • Djamaluddin, Dasman. (2008). Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat dan Supersemar. Yogyakarta: Grasindo.
  • Pamungkas, Sri Bintang. (2014). Ganti Rezim Ganti Sistim, Pergulatan Menguasai Nusantara. El Bisma.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/09/29/190000179/siapa-itu-dewan-jenderal-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke