Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Letak Kerajaan Mataram Islam

Pendiri Kerajaan Mataram Islam adalah Panembahan Senopati, menantu Sultan Hadiwijaya dari Pajang.

Selama sekitar 170 tahun berdiri, Kesultanan Mataram menyandarkan kehidupan ekonominya pada sektor pertanian.

Pengembangan sektor agraris berkaitan dengan letak geografis Kerajaan Mataram Islam berada di daerah yang subur, tepatnya di antara Kali Opak dan Kali Progo.

Kerajaan Mataram berdiri di kawasan yang kini masuk dalam wilayah Yogyakarta.

Sejarah juga mencatat bahwa ibu kota kerajaan ini beberapa kali dipindahkan.

Lantas, di mana letak Kerajaan Mataram Islam?

Didirikan di Kotagede

Proses berdirinya Kerajaan Mataram Islam dimulai ketika Panembahan Senopati dan ayahnya, Ki Ageng Pemanahan, membantu Sultan Hadiwijaya mengalahkan Arya Penangsang dalam perang saudara di Kerajaan Demak.

Setelah kemenangan melawan Arya Penangsang, Sultan Hadiwiijaya memberi hadiah berupa hutan Mentaok (sekarang Kotagede, Yogyakarta) kepada Ki Ageng Pemanahan.

Di Kotagede inilah Ki Ageng Pemanahan mendirikan keraton, yang saat itu masih menjadi bagian wilayah Kesultanan Pajang.

Sepeninggal Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senopati mendirikan Kerajaan Mataram Islam yang terlepas dari Kesultanan Pajang.

Kotagede pun dijadikan ibu kota Kerajaan Mataram Islam, yang digunakan sebagai pusat kegiatan politik, sosial budaya, keagamaan, maupun pusat ekonomi masyarakat, sejak tahun 1580-an.

Saat ini, sebagian wilayah Kotagede secara administrasi termasuk dalam wilayah Kota Yogyakarta (Prenggan dan Purbayan) dan sebagian lagi termasuk dalam wilayah Kabupaten Bantul (Jagalan dan Singosaren).

Beberapa kali dipindahkan

Pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645), ibu kota Kerajaan Mataram Islam dipindah ke Kerto, yang berjarak sektar 4,5 kilometer di sebelah selatan Kotagede.

Keraton Kerto berdiri di Dukuh Kerto, Desa Plered (Pleret), Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul.

Sepeninggal Sultan Agung, penggantinya adalah Amangkurat I (1646-1677), yang gagal mempertahankan kejayaan Mataram.

Pada masa pemerintahannya, meletus pemberontakan Trunojoyo, yang berhasil menduduki ibu kota Mataram di Plered.

Pengganti Amangkurat I, yakni Amangkurat II (1677-1703), membangun keraton baru di Kartasura, yang saat ini masuk wilayah administratif Kabupaten Sukoharjo.

Abad ke-18 menandai terjadinya gejolak terbesar dalam sejarah Kerajaan Mataram Islam.

Pada periode ini, peperangan akibat perebutan kekuasaan di antara keluarga kerajaan kerap terjadi, yang juga membuat ibu kota kerajaan kembali dipindahkan.

Pada masa pemerintahan Pakubuwono II (1726-1744), terjadi peristiwa Geger Pecinan yang mengangkat Mas Garendi secara sepihak, sebagai sultan Mataram bergelar Amangkurat V.

Serbuan Amangkurat V ke Kartasura dapat dipadamkan Pakubuwono II dengan bantuan Belanda, tetapi membuat keraton rusak.

Setelah melalui pertimbangan dan pencarian lokasi, Pakubuwono II memindahkan istananya ke Desa Sala.

Istana baru yang kemudian dikenal sebagai Keraton Surakarta ini dibangun pada 1744 dan mulai ditempati pada 1746.

Sejak 1746 hingga runtuhnya Kerajaan Mataram Islam pada 1755, ibu kotanya berada di Kota Surakarta.

Keraton Surakarta, setelah pembagian Kesultanan Mataram menjadi dua pada 1755, digunakan sebagai pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta.

Keraton Surakarta, sebagai ibu kota terakhir Mataram, masih berdiri hingga kini dan menjadi salah satu destinasi wisata sejarah utama bagi wisatawan yang berkunjung ke Surakarta atau Solo, Jawa Tengah.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/09/14/200000079/letak-kerajaan-mataram-islam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke