Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kronologi Perang Bharatayuddha

Selain itu, Bharatayudha juga merupakan sebuah istilah yang dipakai di Indonesia untuk menyebut kisah perang besar antara keluarga Pandawa melawan Kurawa.

Pandawa adalah istilah dalam bahasa Sansekerta yang berarti anak Pandu, yaitu seorang raja Hastinapura.

Pandawa terdiri dari lima orang berwatak baik, yaitu Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa.

Sementara itu, Korawa terdiri dari 100 orang yang disebut-sebut berwatak jahat, yaitu para putra Dretarastra, saudara Pandu.

Dengan demikian, antara Pandawa dan Korawa memiliki hubungan saudara sepupu.

Namun, kedua saudara ini justru saling berseteru, yang kemudian dikenal sebagai Perang Bharatayuddha.

Penyebab

Penyebab terjadinya Perang Bharayuddha bermula dari keinginan Pandawa untuk kembali mendapat haknya sebagai penguasa Hastinapura setelah berada di pengasingan selama 12 tahun.

Bibit perselisihan antara Pandawa dan Korawa dimulai sejak kedua orang tua mereka masih muda.

Suatu hari, Pandu, ayah dari Pandawa pulang dengan membawa tiga orang putri dari tiga negara yang bernama Kunti, Gandari, dan Madri.

Salah satu dari ketiga putri itu kelak akan diserahkan kepada kakak Pandu yang buta, yaitu Dretarastra.

Adapun cara Dretarastra memilih satu di antara mereka adalah dengan mengangkatnya satu per satu.

Dretarastra kemudian memilih Gandari karena bobotnya paling berat.

Gandari yang terpilih kemudian merasa tidak terima karena merasa harga dirinya telah dijatuhkan.

Setelah itu, Gandari dan adiknya, Sangkuni, mendidik anak-anak mereka yang berjumlah seratus orang (Korawa) untuk selalu memusuhi anak-anak Pandu yang berjumlah lima orang atau Pandawa.

Setelah Pandu meninggal dunia, anak-anaknya, yaitu Pandawa pun hidup semakin menderita.

Korawa kemudian memanfaatkan kondisi ini untuk mengincar Pandawa.

Bahkan, Pandawa berusaha dibunuh di dalam istana yang terbakar, sampai perebutan Kerajaan Amarta, kerajaan yang didirikan Yudistira melalui permainan dadu atau judi.

Namun sayangnya, Yudistira kalah dalam perjudian tersebut sehingga Pandawa harus menjalani hukuman pengasingan selama 12 tahun.

Setelah hukuman berakhir, Pandawa menuntut Korawa untuk menyerahkan kembali kekuasaan atas Hastinapura, tetapi ditolak.

Pecahnya perang

Sebenarnya, Pandawa hanya menginginkan lima desa untuk dikembalikan kepada mereka.

Namun, Korawa menolak, bahkan sejengkal tanah pun tidak akan diberikan kepada Pandawa.

Awalnya, Pandawa masih menempuh jalan damai untuk menyelesaikan masalah kekuasaan ini.

Namun, karena masih terus menemui jalan buntu, terjadilah perang antara Pandawa dan Korawa.

Menurut versi Jawa, pertempuran diatur sedemikian rupa agar tokoh-tokoh tertentu saja yang ditunjuk maju untuk perang, sedangkan lainnya menunggu giliran.

Contohnya, pihak Pandawa yang bertugas mengatur siasat perang adalah Kresna, sehingga ia berhak memutuskan siapa yang harus maju berperang dan muncul.

Sementara itu, dari pihak Korawa semuanya diatur oleh penasihat Duryodana, yaitu Bisma, Durna, dan Salya.

Lebih lanjut, menurut versi Pewayangan Jawa, jalannya Perang Bharatayuddha dibagi ke dalam 10 babak, sebagai berikut:

Perang berakhir

Saking besarnya Perang Bharatayuddha yang terjadi, ada banyak ksatria yang gugur, baik dari pihak Pandawa atau pun Korawa.

Bahkan pada akhir perang, hanya sepuluh ksatria yang berhasil bertahan, yaitu:

  • Lima Pandawa
  • Yuyutsu
  • Setyaki
  • Aswatama
  • Kripa
  • Kritawarma

Pasca-berakhirnya perang, Yudistira dari lima Pandawa dinobatkan sebagai Raja Hastinapura.

Kisah terjadinya Perang Bharatayuddha ini ditulis ke dalam sebuah kitab yang disebut Kitab Bharatayuddha.

Referensi:

  • Bagian Penerangan Panitia Baratajuda. (1958). Babak ke II: Kresna Gugah. Yogyakarta: Badan Penerbit Kedaulatan Rakjat.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/08/09/180000979/kronologi-perang-bharatayuddha-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke