Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tradisi Tiban, Ritual Menurunkan Hujan

Tradisi ini berkembang di Trenggalek, Jawa Timur.

Asal-usul Tradisi Tiban

Tiban berasal dari kata dasar tiba, yang dalam bahasa Jawa berarti jatuh.

Tiban mengandung arti timbulnya atau munculnya sesuatu yang tidak terduga.

Selain itu, istilah tiban juga bisa merujuk kepada hujan yang jatuh secara tiba-tiba dari langit, yang dalam percakapan sehari-hari disebut udan tiban, yaitu hujan yang muncul dengan tidak terduga.

Sejarah tradisi Tiban berlangsung sejak lama. Kabupaten Trenggalek dikenal sebagai wilayah yang subur dan menghasilkan sumber daya alam yang berlimpah, terutama komoditas pertanian.

Oleh sebab itu, masyarakat Trenggalek dapat hidup sejahtera.

Umumnya, masyarakat Trenggalek mengolah sawah mereka dengan cara tradisional, yaitu dengan membajak menggunakan karapan sapi atau kerbau.

Masyarakat yang hendak membajak sawah akan datang berduyun-duyun menuju ke sawah mereka masing-masing.

Akan tetapi, suatu hari, musim kemarau yang parah tiba.

Awalnya, musim kemarau ini dianggap seperti musim kemarau biasa oleh warga.

Namun, pada akhirnya mereka menyadari bahwa musim kemarau saat itu berjalan terlalu panjang dan lama, sehingga membuat perairan mengering yang berdampak buruk pada sawah mereka.

Tidak hanya itu, persediaan air yang ada di gunung atau disebut belik juga sangat sedikit, sehingga tidak semua kerbau milik para petani bisa meminumnya.

Hal ini kemudian membuat terjadinya perselisihan antar warga, di mana mereka saling memperebutkan air.

Perselisihan pun berujung pada perkelahian. Cambuk yang biasa mereka gunakan untuk angon kerbau berubah menjadi senjata untuk saling menyerang satu sama lain.

Banyak warga yang terluka akibat cambukan-cambukan tersebut. Setelah lama saling mencambuk, tiba-tiba langit mendung dan turunlah hujan.

Masyarakat kaget sekaligus bersyukur dengan turunnya hujan yang tidak terduga itu.

Mulanya, mereka belum yakin bahwa dengan adu cambuk dan keluarnya darah akan mendatangkan hujan.

Namun, saat mereka mengulang kejadian tersebut dan berhasil, masyarakat Trenggalek menjadi yakin dan percaya bahwa dengan dilakukannya adu cambuk hingga berdarah dapat mendatangkan hujan.

Tata cara Tradisi Tiban

Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan tradisi Tiban, yaitu:

  • Pembukaan ritual yang dipimpin oleh sesepuh atau kepala desa dan perkenalan para peserta yang akan adu cambuk
  • Prosesi Tiban dimulai (perang cambuk) dengan membagi peserta menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 10 orang.
  • Penutupan ritual

Peralatan

Ada beberapa peralatan yang harus disiapkan saat Tradisi Tiban dilakukan, sebagai berikut:

Prosesi pelaksanaan Tradisi Tiban

Prosesi ritual Tiban dibagi ke dalam tiga tahap permainan, yaitu:

  1. Pertama, dimulai oleh kategori anak-anak
  2. Kedua, tahap remaja oleh para pemuda
  3. Ketiga, diisi oleh para senior Tiban

Pelaksanaan Tiban dipimpin oleh satu orang wasit.

Wasit inilah yang akan memimpin jalannya permainan hingga selesai, yang disebut sebagai landang.

Setelah para peserta siap, prosesi cambuk-mencambuk dimulai dengan cambukan pertama dari salah satu pemain.

Cambukan pertama itu disebut dengan ndisiki, yang artinya mengawali permainan.

Penentuan cambukan pertama sendiri biasanya berdasarkan pada kesepakatan kedua peserta atau dengan suit atau adu tos.

Setelah cambukan pertama, dilanjutkan dengan cambukan kedua dari peserta kedua.

Sebelum cambukan kedua dilakukan, peserta kedua lebih dulu melakukan ngunthet, yaitu memegang tali atau sabuk yang diikatkan di pinggang setiap peserta.

Setelah itu, peserta akan mencari incaran yang pas untuk dicambuk.

Selama perang cambuk berjalan, wasit wajib menilai perang itu apakah masih dalam batas peraturan atau tidak.

Apabila ada yang melanggar, wasit akan menegur, memberikan peringatan, dan bisa juga menghentikan permainan.

Setelah perang cambuk berakhir, para peserta akan saling berjabat tangan sebagai bentuk tali silaturahmi sekaligus mencairkan suasana setelah para peserta saling bersitegang.

Kemudian, para peserta akan bersama-sama melakukan upacara penutupan dengan melakukan doa agar ritual yang sudah dilakukan mendapatkan restu dari Tuhan dan berharap hujan akan segera turun.

Referensi:

  • Ihtiar, Habib Wahidatul. (2016). Tradisi Tiban di Kecamatan Trenggalek dalam Perspektif Fiqh. AHKAM. Volume 4, Nomor 1, Juli 2016.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/06/08/060000079/tradisi-tiban-ritual-menurunkan-hujan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke