Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Kerajaan Negara Daha

Kerajaan Negara Daha merupakan pendahulu dari Kerajaan Banjar, yaitu kerajaan bercorak Islam yang didirikan di tempat yang sama, Kalimantan.

Sementara itu, Kerajaan Negara Daha adalah lanjutan dari kekuasaan Kerajaan Dipa yang dulu berkuasa di wilayah Kuripan.

Lantas, bagaimana sejarah Kerajaan Negara Daha?

Sejarah berdirinya Kerajaan Negara Daha

Sejarah berdirinya Kerajaan Negara Daha berawal dari pindahnya Kerajaan Negara Dipa yang tengah diserang oleh Jawa sekitar abad ke-14.

Kerajaan Negara Dipa adalah kerajaan yang pernah berdiri di Kalimantan Selatan sekitar tahun 1380.

Kerajaan ini memiliki daerah-daerah bawahan yang biasa disebut Sakai.

Sebelum berdiri, Negara Dipa merupakan sebuah wilayah di bawah kekuasaan Kerajaan Kuripan.

Kerajaan Negara Dipa didirikan oleh Ampu Jatmika, anak kesayangan dari raja terakhir Kerajaan Kuripan.

Setelah Kerajaan Negara Dipa diserang oleh Jawa, kerajaan ini dianggap sudah tidak lagi memiliki tuah (keberuntungan).

Oleh sebab itu, agar Kerajaan Negara Dipa terhindar dari kehancuran total, maka ibu kotanya pun dipindahkan ke hilir Sungai Negara.

Setelah pusat pemerintah dipindahkan, diangkatlah seorang raja baru bernama Raden Sari Kaburangan.

Ia kemudian mengganti nama Kerajaan Negara Dipa menjadi Kerajaan Negara Daha, sesuai dengan lokasi di mana kerajaan ini berada pada saat itu.

Raja Sari Kaburangan berkuasa atas Kerajaan Negara Daha selama lebih dari 30 tahun, terhitung sejak tahun 1448 hingga 1486.

Raja-raja Kerajaan Negara Daha

  • Raden Sari Kaburangan (1448-1486)
  • Maharaja Sukarama (1486-1525)
  • Arya Mangkubumi (1525)
  • Pangeran Tumanggung (1525-1526)

Keruntuhan Kerajaan Negara Daha

Pada akhir pemerintahan Maharaja Sukarama, tengah terjadi konflik internal di Kerajaan Negara Daha.

Awal mula permasalahan terjadi pada 1515, ketika Maharaja mengeluarkan sebuah wasiat yang berisi bahwa kelak kekuasaan tertingginya akan dilanjutkan oleh cucunya yang bernama Raden Samudera.

Kebijakan ini lantas ditentang oleh ketiga putra Maharaja Sukarama, yaitu Pangeran Aria Mangkubumi, Pangeran Tumenggung, dan Pangeran Bagalung.

Pertikaian pun memuncak setelah Maharaja Sukarama meninggal dunia pada 1525.

Pangeran Aria Mangkubumi yang merupakan putra pertama dari Maharaja Sukarama merasa tidak terima karena kedudukannya direbut oleh keponakannya sendiri, yaitu Raden Samudera.

Alhasil, Pangeran Aria Mangkubumi berusaha merebut Kerajaan Negara Daha dari tangan sang keponakan, yang sebenarnya bukan menjadi haknya.

Raden Samudera yang masih berusia muda kemudian diasingkan ke hilir Sungai Barito, tepatnya di Muara Kuin.

Di sana, ia mendapat perlindungan dari beberapa kelompok suku bangsa yang bermukim di Muara Kuin, terutama orang-orang Melayu.

Setelah merebut Kerajaan Negara Daha dari tangan Raden Samudera, ternyata kekuasaan Pangeran Aria Mangkubumi tidak berlangsung lama karena ia meninggal di tahun yang sama, tahun 1525.

Pasca-meninggalnya Pangeran Aria Mangkubumi, sang adik, yaitu Pangeran Tumenggung menobatkan dirinya sebagai raja Kerajaan Negara Daha yang baru pada 1525.

Meskipun sudah berganti pemimpin, konflik internal kerajaan masih tetap berlangsung. Perang saudara terjadi antara Raden Samudera dengan Pangeran Tumenggung.

Bahkan, perang ini memakan korban jiwa yang cukup besar.

Untuk melawan pasukan Pangeran Tumenggung, Raden Samudera meminta bantuan dari Kerajaan Demak yang kala itu dipimpin oleh Sultan Trenggono.

Sultan Trenggono pun bersedia membantunya, tetapi dengan syarat Pangean Tumenggung harus memeluk agama Islam.

Raden Samudera mengabulkan persyaratan yang diberikan Sultan Trenggono dengan menjadi seorang Muslim.

Satu tahun berselang, tahun 1526, Pangeran Tumenggung berhasil dikalahkan oleh Raden Samudera. Ia pun resmi menjadi penguasa tunggal Kerajaan Negara Daha.

Kemenangan Raden Samudera atas Pangeran Tumenggung menjadi penanda berakhirnya riwayat Kerajaan Negara Daha sekaligus menjadi awal berdirinya Kerajaan Banjar yang bercorak Islam di Kalimantan.

Peninggalan Kerajaan Negara Daha

Pemerintahan Kerajaan Negara Daha berakhir dengan meninggalkan beberapa benda bersejarah dan barang-barang pusaka.

Adapun peninggalan-peninggalan itu berupa gamelan, mahkota raja, gong, canang, dan keris.

Selain itu, Kerajaan Negara Daha juga meninggalkan beberapa peninggalan arkeologis, yaitu Candi Laras yang terletak di Kecamatan Candi Laras Selatan, Desa Margasai.

Candi Laras diperkirakan dibangun pada 1300 oleh Jimutawahana, keturunan Dapunta Hyang dari Kerajaan Sriwijaya.

Referensi:

  • Najova, Jovita. (2017). Makalah Sejarah Indonesia, Kerajaan Negara Dipa dan Daha. Banjarmasin.
  • Ideham, M. Suriansyah. Dkk. (2007). Urang Banjar dan Kebudayaannya. Banjarmasin: Badan Pengembangan dan Penelitian Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/12/07/110000379/sejarah-kerajaan-negara-daha-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke