Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ideologi Liberalisme: Pengertian, Latar Belakang, dan Dampak

Secara umum, liberalisme adalah sebuah pemahaman filsafat politik dan moral yang berdasar pada kebebasan.

Orang-orang yang menganut ideologi liberal mendukung hak-hak individu, demokrasi, sekularisme, kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan beragama, dan ekonomi pasar.

Ideologi liberalisme mulai berkembang di Perancis dan Inggris pada abad ke-18 dan ke-19.

Munculnya liberalisme didorong oleh terjadinya ketimpangan serta kesenjangan dalam suatu negara yang sudah mengakar lama.

Tidak hanya di Eropa, liberalisme juga sempat diterapkan di Indonesia pada era Orde Lama dan Orde Baru.

Lalu, bagaimana sejarah awal ideologi liberalisme?

Pengertian

Liberalisme berasal dari bahasa Latin, libertas, atau dalam bahasa Inggris, liberty, yang berarti kebebasan.

Maksud dari kebebasan adalah kebebasan untuk bertempat tinggal, menentang penindasan, beragama, dan hak mendapat perlindungan pribadi.

Selain itu, liberalisme juga dapat diartikan sebagai sebuah paham yang menghendaki dijunjungnya kebebasan individu, baik di bidang ekonomi, politik, kebudayaan, agama, ataupun warga negara.

Disebutkan bahwa orang pertama yang menganut ideologi liberalisme adalah John Locke.

John Locke adalah filsuf asal Inggris yang mencetuskan teori naturalism liberal.

Naturalism liberal menjelaskan bahwa hak milik pribadi adalah sebuah hak alam dan naluri yang tumbuh bersamaan dengan pertumbuhan manusia.

Menurut pendapat John Locke, negara terbentuk dari sebuah perjanjian sosial yang terjadi antara individu yang hidup bebas dari penguasa.

Selain John Locke, tokoh-tokoh liberalisme lainnya adalah:

Latar belakang

Liberalisme di Perancis

Latar belakang lahirnya ideologi liberalisme disebabkan oleh peristiwa penindasan yang dilakukan oleh kaum bangsawan dan agamawan pada masa feodalisme.

Paham liberalisme mulai berkembang di Perancis dan Inggris pada abad ke-18 dan ke-19.

Paham ini kali pertama disebarkan oleh kaum borjuis di Perancis.

Pada masa itu, telah terjadi ketimpangan dan kesenjangan yang berlangsung cukup lama di Perancis.

Sejak abad ke-17, pemerintah Perancis sudah banyak ikut campur masalah kebebasan ekonomi dan mengekang adanya ekonomi perdagangan.

Akibatnya, terjadi perbedaan golongan atau kelas antara warga Perancis, di mana Golongan I dan Golondan II terdiri atas kaum bangsawan dan alim ulama, sedangkan Golongan III terdiri dari kaum borjuis kaya raya dan rakyat biasa.

Karena merasa kebijakan itu tidak adil, kaum borjuis mengajak rakyat biasa menentang kekuasaan tak terbatas para raja dan kaum bangsawan yang dianggap bersikap semena-mena.

Awalnya, kaum borjuis menuntut kebebasan ekonomi.

Akan tetapi, lambat laun tuntutan mereka semakin meluas yang tidak hanya di bidang ekonomi, melainkan juga politik dan agama.

Puncak protes terjadi pada 1789, ketika Revolusi Perancis sedang berlangsung yang menjadi cikal bakal lahirnya golongan liberal.

Sejak saat itu, pengaruh liberalisme terus meluas hingga ke negara lain di Eropa dan ternyata banyak mendapat dukungan.

Liberalisme di Inggris

Selain Perancis, ideologi liberalisme juga mulai mengakar di Inggris pada abad ke-19.

Pada waktu itu, Raja Inggris, John, mengeluarkan Magna Charta yang berisi tentang jaminan kebebasan hak individu.

Magna Charta kemudian dianggap sebagai pintu yang membatasi kekuasaan absolut Raja Inggris.

Kesimpulannya, paham liberalisme lahir karena kemarahan masyarakat terhadap kekuasaan yang absolut serta kesewenang-wenangan para pemimpin negara terhadap rakyatnya.

Kaum liberalis menghendaki adanya kebebasan berindividu, kebebasan berekonomi, kebebasan beragama, berpendidikan, bertempat tinggal, dan berbagai kebebasan lainnya.

Liberalisme di Indonesia

Selain di negara Eropa, liberalisme juga pernah diterapkan di Indonesia, tepatnya pada era Orde Lama dan Orde Baru.

Indonesia pernah memberlakukan demokrasi liberal sejak 1949 hingga 1959.

Sayangnya, penerapan demokrasi liberal pada era Orde Lama tidak berjalan baik, ditandai dengan banyaknya partai politik yang muncul.

Akibatnya, kondisi politik menjadi tidak stabil.

Kemudian, liberalisme juga sempat kembali diberlakukan sejak 1965-1966.

Pada 1965, kebijakan ekonomi Indonesia menjadi sangat terbuka sehingga investasi dan modal asing dapat masuk dengan mudah.

Selain dalam kebijakan ekonomi, liberalisme juga ikut diterapkan dalam politik dan budaya.

Akan tetapi, ideologi liberalisme dianggap tidak cocok di Indonesia, karena berlawanan dengan budaya yang ada di Tanah Air.

Ciri-ciri ideologi liberalisme adalah sebagai berikut:

Dampak

Dampak liberalisme bisa dikategorikan dalam dua hal, yaitu secara positif dan negatif.

Dampak liberalisme secara positif adalah:

  • Hak pribadi sangat dilindungi.
  • Kebahagiaan individu menjadi fokus utama.
  • Mendapat kebebasan untuk berpendapat.
  • Dihapusnya Politik Apartheid atau pembebasan hak asasi manusia.
  • Majunya industri dan sektor swasta yang bersifat demokratis.

Dampak negatif liberalisme adalah:

  • Terjadi praktik monopoli yang individual.
  • Terjadi pasar bebas.
  • Terjadi kesenjangan sosial.

Referensi:

  • Husaini, Adian. (2009). Membendung Arus Liberalisme di Indonesia. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
  • Dzulhaidi, Qosim Nursheha. (2012). Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia. Jakarta: Cakrawala Publishing.
  • Danial, Deni Muhammad. (2008). Mengenal Ideologi-ideologi di Dunia. Semarang: ALPRIN.
  • Max, Dr Boli Sabon. (2019). Pendekatan Dogmatika Hukum dan Teori Hukum Terhadap Fungsi Sosial Hak Milik Dalam Konteks Negara Hukum Pancasila. Jakarta: Penerbit Unika Atma Jaya Jakarta.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/09/06/160000479/ideologi-liberalisme--pengertian-latar-belakang-dan-dampak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke