Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Rumah Sandi, Saksi Perjuangan pada Masa Agresi Militer Belanda II

Saat Belanda melancarkan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948, rumah sederhana ini digunakan sebagai kantor sandi darurat.

Lokasi Rumah Sandi berada di Dusun Dukuh, Purwoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

Saat ini, Rumah Sandi menjadi situs bersejarah yang dikelola oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) di bawah Museum Sandi yang ada di Kota Yogyakarta.

Sejarah Rumah Sandi

Pada 17 Agustus 1945, Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya. Namun, Belanda enggan mengakui kemerdekaan Indonesia dan terus berusaha menguasainya.

Bahkan, pada 1946, Belanda kembali menduduki Jakarta, dan ibu kota Republik Indonesia terpaksa berpindah sementara ke Yogyakarta. 

Kemudian, Belanda melancarkan Agresi Militer sebanyak dua kali, yakni pada 1947 dan 1948.

Pada 19 Desember 1948, Belanda melanggar Perjanjian Renville dan memulai Agresi Militer II dengan menyerang Lapang Terbang Maguwo di Yogyakarta.

Menangapi Agresi Militer Belanda II, Roebiono Kertapati, selaku Kepala Lembaga Sandi Negara kala itu, memerintahkan Petugas Sandi mengevakuasi dan membawa dokumen penting dari Kantor Persandian di Kotabaru, Yogyakarta.

Beberapa Petugas Sandi, seperti Letnan Muda Soedijatmo dan Letnan Satu Sumarkidjo, berjalan ke arah barat, tepatnya menuju Samigaluh, Kulon Progo, dengan membawa dokumen-dokumen penting.

Mereka kemudian berhenti di Perbukitan Menoreh, yang dikelilingi hutan lebat. Di situ, Letnan Muda Soedijatmiko dan Letnan Satu Soemarkidjo menemukan sebuah rumah milik Merto Setomo.

Rumah ini dijadikan markas untuk menerima dan mengirim berita dalam bentuk sandi, baik dari dalam maupun luar negeri, guna menyusun startegi melawan Belanda. 

Koleksi Rumah Sandi

Pada masa Agresi Militer Belanda II, Rumah Sandi digunakan untuk mengolah berita berupa sandi yang kemudian dikirim ke TB Simatupang, Kepala Staf Angkatan Perang saat itu.

Ponidjan, anak Merto Setomo, menjadi utusan para Perwira Sandi untuk menyampaikan pesan rahasia tersebut.

Selama membawa sandi negara, Ponidjan harus menyusuri hutan dan tidak pernah tertangkap tentara Belanda. 

Selama enam bulan, Rumah Sandi digunakan sebagai kantor sandi darurat.

Rumah Sandi pernah direnovasi pada 2014, untuk mengganti kayu bangunan yang lama dan lantai yang dulunya tanah, diganti menjadi keramik.

Saat ini, di dalam Rumah Sandi tersimpan benda-benda yang menjadi saksi perjuangan pada masa Agresi Militer Belanda II.

Koleksinya mulai dari foto, replika meja dan kursi yang digunakan oleh Soedijatmo dan Sumarkidjo, serta diorama yang menggambarkan suasana di Rumah Sandi ketika difungsikan sebagai tempat menerima berita.

 

Referensi : 

  • Darsono, Sigit. (2021). Peran Rumah Sandi pada Masa Agresi Militer Belanda II di Kalurahan Purwoharjo, Samigaluh, Kulon Progo, Yogyakarta Tahun 1948-1949. Karmawibangga: Historical Studies Journal, 3(2), 29-40.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/09/130000879/rumah-sandi-saksi-perjuangan-pada-masa-agresi-militer-belanda-ii

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke