Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kerajaan Tayan: Sejarah, Raja-raja, dan Keruntuhan

Pendirinya adalah Gusti Lekar dari Kerajaan Matan, yang diyakini masih keturunan Raja Majapahit.

Kerajaan Matan adalah pecahan dari Kerajaan Tanjungpura yang juga pernah berdiri di Kalimantan Barat.

Dulunya, Tanjungpura adalah ibu kota bagi taklukan Majapahit di Kalimantan. Menurut Pararaton, penguasanya adalah anak Bhre Tumapel II yang bernama Manggalawardhani Dyah Suragharini.

Sejarah berdirinya

Gusti Lekar adalah anak kedua dari Panembahan Dikiri, Raja Kerajaan Matan. Oleh karena itu, ia tidak berhak atas mahkota kerajaan.

Namun, ia masih terlibat dalam urusan kerajaan, salah satunya ditugaskan dalam mengumpulkan upeti.

Tugas ini yang mengawali kedatangan Gusti Lekar ke wilayah Tayan, yang wilayahnya sering mengalami keterlambatan pengiriman upeti.

Begitu sampai di Tayan, Gusti Lekar mendapat bantuan dari Suku Dayak untuk menyelidiki pengiriman upeti hingga berhasil menyelesaikan tugasnya.

Pengalaman dalam penyelidikan di Tayan tersebut membuat Gusti Lekar meninggalkan Matan dan pindah ke Tayan.

Bersama pengikutnya, ia kemudian pindah ke Tayan karena di Matan terjadi perselisihan internal kerajaan.

Di Tayan, awalnya Gusti Lekar membentuk komunitas masyarakat dan belum dalam bentuk pemerintahan.

Baru setelah Gusti Lekar meninggal dunia dan digantikan anaknya, Gusti Gagok, sebagai pemimpin, Tayan berkembang.

Gusti Gagok menggantikan ayahnya sebagai pemimpin komunitas Tayan dengan gelar Pangeran Manca Ningrat.

Pangeran Manca Ningrat kemudian menikah dengan Utin Halijah dan memindahkan pusat pemerintahannya ke Rayang.

Komunitas Tayan terus berkembang dan kemudian membentuk kerajaan pada 1780. Pemimpin pertamanya adalah Gusti Kamaruddin atau Pangeran Suma Yuda.

Meski telah berbentuk kerajaan, penguasa Tayan tidak memakai gelar raja atau sultan, tetapi bergelar pangeran atau panembahan. Hal ini dilakukan karena masih menghormati Matan, Tanjungpura, dan Majapahit.

Perkembangan

Setelah berdiri dan berkembang cukup lama, Kerajaan Tayan terlibat konflik dengan kerajaan Landak, Pontianak, dan Sanggau.

Selain itu, kerajaan ini juga pernah terlibat perselisihan dengan orang-orang Tionghoa yang datang dari wilayah Bengkayang.

Pada 1858, Kerajaan Tayan mulai terlibat perselisihan dengan Belanda, yang berusaha mengklaim wilayahnya sebagai kekuasaan mereka.

Sebelum terlibat perselisihan, Tayan dan Belanda sempat melakukan hubungan pada masa pemerintahan Panembahan Nata Kusuma (1809-1825).

Konflik dengan Belanda itu baru meredam pada 1890, di era pemerintahan Gusti Muhammad Ali.

Runtuhnya Kerajaan Tayan

Kerajaan Tayan tetap berdaulat meski dalam pengaruh Belanda hingga masa pendudukan pada 1942.

Pada masa itu, Kerajaan Tayan diperintah oleh Gusti Jafar, yang akhirnya dibunuh Jepang pada 1944. Setelah itu, tampuk kekuasaan jatuh ke tangan Gusti Ismail, yang bergelar Panembahan Pakunegara.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Tayan menjadi daerah swapraja hingga 1960. Hal ini mengakibatkan vakumnya kerajaan karena masuk ke wilayah Indonesia.

Setelah lama vakum, istana Tayan menjadi tidak terurus. Barulah pada 2012, Gusti Yusri diangkat dengan gelar Panembahan Anom Pakunegara XIV.

Pengangkatan raja ini bukan untuk meneruskan kekuasaan politik kerajaan, melainkan untuk meneruskan kebudayaan Kerajaan Tayan supaya tidak hilang.

Raja-raja Kerajaan Tayan

  • Suma Yuda (1780-1809)
  • Nata Kusuma (1809-1825)
  • Ratu Kusuma Suryanegara (1825-1828)
  • Panembahan Marta Suryakusuma (1828-1854)
  • Anom Pakunegara Suryakusuma (1854-1873)
  • Panembahan Ratu Kusumanegara (1873-1880)
  • Panembahan Pekunegara Suryakusuma (1880-1905)
  • Anom Pakunegara (1905-1929)
  • Anom Adinegara (1929-1944)
  • Gusti Ismail (1945-1960)
  • Gusti Yusri (2012)

Referensi:

  • Taniputera, Ivan. 2017. Ensiklopedi Kerajaan-Kerajaan Nusantara: Hikayat dan Sejarah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/01/11/110000779/kerajaan-tayan-sejarah-raja-raja-dan-keruntuhan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke