Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Nusakambangan, Pulau Bui di Jawa Tengah

Namun, tidak banyak yang tahu bahwa selain dikenal sebagai pulau bui, pulau yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap ini juga disebut sebagai Pulau Bunga-bungaan.

Sebutan Pulau Bunga-bungaan muncul pada masa Dinasti Mataram, ketika Amangkurat I memerintah salah satu abdinya untuk mencari bunga bernama Wijayakusuma. 

Konon, bunga Wijayakusuma dipercaya dapat mengembalikan takhta Amangkurat I, yang sedang melarikan diri ke Tegal karena Istana Kartasura dikuasai oleh Raden Trunojoyo dari Madura.

Lantas, bagaimana sejarah Nusakambangan hingga akhirnya dikenal sebagai pulau bui?

Nusakambangan pada masa VOC

Pada pertengahan abad ke-16, sebuah kapal berbendera Inggris bernama Royal George dilaporkan merapat ke pulau yang ada di sebelah timur pesisir Pangandaran. 

Keberadaan kapal Inggris tersebut lantas menarik perhatian otoritas VOC yang berpusat di Batavia.

VOC, yang digawangi oleh Belanda dan juga rival utama Inggris dalam persaingan dagang, tentu saja tidak tinggal diam. 

Belanda yang tidak ingin Inggris mengklaim pulau itu segera mengirimkan tim yang dipimpin oleh Paulus Paulusz, seorang kartografer (pembuat peta) utama di Batavia. 

Paulusz lantas bertolak memimpin tim ekspedisinya untuk menjelajahi perairan tersebut. 

Sewaktu sedang menjelajah, Paulusz menemukan sebuah pulau memanjang yang terletak di antara Cilacap dan Pangandaran, yang bernama Nusakambangan.

Menurut penilaian Paulusz, Nusakambangan cocok untuk dijadikan sebagai benteng pertahanan, pengawasan, dan pelabuhan bagi VOC di pesisir selatan Jawa. 

Kendati demikian, VOC tidak segera membangun benteng di sana. Setidaknya VOC sudah mengklaim pulau tersebut dan posisinya jauh lebih kuat dibandingkan Inggris. 

Oleh kerabat Dinasti Mataram, Nusakambangan dijadikan sebagai tempat untuk melakukan ritual.

Dulu, Amangkurat I pernah memerintah abdinya yang bernama Ki Pranataka pergi ke pulau itu untuk mencari bunga Wijayakusuma.

Bunga Wijayakusuma dipercaya mampu mengembalikan takhta Amangkurat I, yang saat itu sedang dalam pelarian ke Tegal karena Istana Kartasura telah diduduki oleh penguasa Madura, Raden Trunojoyo.

Berawal dari pencarian Bunga Wijaya inilah kemudian Pulau Nusakambangan juga dijuluki sebagai Pulau Bunga-bungaan. 

Saat itu, ancaman yang paling jelas terlihat bagi Belanda ialah bajak laut yang berasal dari Bali, Bugis, dan Timor.

Mereka beroperasi di sekitar Nusakambangan untuk merampas harta-benda, bahan pangan, bahkan menculik orang-orang.

Pada 1850, di tengah proses pembangunan sedang berlangsung, Nusakambangan dilanda wabah malaria. 

Sebagian besar pekerja di pulau itu pun terkena malaria dan sebagian juga tewas karenanya. 

Sebagai gantinya, didatangkanlah ratusan narapidana dari berbagai wilayah untuk melanjutkan pembangunan benteng Belanda yang sempat terhenti. 

Masih di tahun yang sama, didirikan pula bangunan penjara yang dapat menampung sekitar 300 orang di sekitar benteng tersebut. 

Pembangunan penjara inilah yang menjadi awal Pulau Nusakambangan digunakan sebagai tempat untuk memenjarakan orang. 

Pada awal abad ke-20, pembangunan di Nusakambangan mulai digencarkan. Kemudian pada 1908, pemerintah kolonial Belanda menetapkan Nusakambangan sebagai pulau bui. 

Penjara Nusakambangan

Pada 1910, pembangunan penjara di Nusakambangan semakin dikembangkan hingga cukup untuk menampung 700 orang narapidana.

Sejak itu, pembangunan pun terus digalakkan di Nusakambangan dari tahun ke tahun. 

Pada dekade berikutnya, didirikan lagi empat bangunan penjara, yakni pada 1924, 1927, 1928, dan 1935. 

Ketika era pendudukan kolonial Belanda di Indonesia sudah berakhir, terhitung ada sekitar sembilan bangunan yang difungsikan sebagai penjara di Nusakambangan. 

Pemanfaatan Nusakambangan sebagai tempat untuk memenjarakan para narapidana terus berlanjut hingga era Presiden Soekarno, Soeharto, bahkan sampai saat ini. 

Umumnya, Penjara Nusakambangan diperuntukkan bagi mereka yang dianggap sebagai penjahat kelas kakap.

Sesuai letaknya, untuk kabur dari penjara Nusakambangan sangatlah sulit karena berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.

Beberapa penjahat legendaris yang pernah ditahan di Nusakambangan adalah Johny Indo, Kusni Kasdut, Sastrowiyono bin Wongso, dan Bang Timong.

Kendati demikian, pada 1982, Johny Indo dan Bang Timong, bersama puluhan narapidana lain ternyata masih berusaha melarikan diri dari penjara dengan cara mengeroyok penjaga gerbang. 

Akan tetapi, sebelum sempat keluar pulau, mereka lebih dulu tertangkap dan sebagian di antaranya terpaksa ditembak mati oleh aparat. 

Sepanjang sejarahnya, anak presiden pun juga pernah mendekam di Nusakambangan, yaitu Hutomo Mandala Putra alias Tommy, anak bungsu Soeharto.

Sebagaimana diketahui, Tommy Soeharto sempat terlibat dalam beberapa kasus kejahatan, termasuk pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita pada 2001. 

Referensi:

  • Brakel, Clara. (1997). Sandhang-Pangan for the Goddess: Offerings to Sang Hyang Bathari Durga and Nyai Lara Kidul Asian Folklore Studies. Nanzan University Press. Vol. 56 No. 2.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/30/140000879/sejarah-nusakambangan-pulau-bui-di-jawa-tengah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke