Beberapa sejarawan menyebut peperangan ini berlangsung antara 680-685 M, sementara sebagian lainnya meyakini konflik masih berlanjut hingga 692 M.
Pada periode Perang Saudara Islam Kedua, terjadi beberapa pertempuran yang secara tidak langsung masih saling berhubungan.
Dalam perang ini, Dinasti Umayyah keluar sebagai pemenang setelah mengalahkan lawan-lawannya, yaitu pendukung Husain bin Ali dan Abdullah bin az-Zubair.
Latar belakang
Pada akhir Perang Saudara Islam I, Hasan bin Ali, cucu Nabi Muhammad dan putra mantan Khalifah Ali bin Abi Thalib, menyepakati perjanjian perdamaian dengan Muawiyah I.
Salah satu isi perjanjian tersebut menyatakan bahwa takhta kekalifahan akan diberikan kepada Hasan apabila Muawiyah I meninggal terlebih dahulu.
Perjanjian yang diadakan pada 661 M itu secara resmi menandai dimulainya masa kekuasaan Bani Umayyah.
Namun, Hasan yang notabene lebih muda, ternyata meninggal lebih dulu karena diracun.
Muawiyah I menganggap perjanjian dengan Hasan telah batal dan segera menujuk putranya, Yazid, sebagai penerusnya.
Muawiyah I lantas berusaha memastikan Yazid akan diterima sebagai khalifah dengan cara menyuap perwakilan dari berbagai provinsi.
Hal ini kemudian menimbulkan tentangan dari berbagai kalangan, karena Muawiyah I dianggap mengubah kekhalifahan menjadi bentuk monarki.
Adik Hasan yang bernama Husain bin Ali, beserta anak-anak dari beberapa sahabat Rasulullah seperti Abdullah bin az-Zubair, Abdullah bin Umar, dan Abdurrahman bin Abi Bakar, yang juga dapat mengklaim posisi khalifah pun menentang pencalonan Yazid.
Akan tetapi, mereka memilih untuk diam karena ancaman Muawiyah I dan pencalonan Yazid di muka umum. Pada 680 M, Muawiyah I wafat dan takhta kekhalifahan resmi jatuh ke tangan Yazid.
Setelah itu, Yazid menyurati gubernur Madinah agar menuntut kesetiaan dari Husain bin Ali dan keturunan sahabat Rasulullah.
Penolakan Husain dan Abdullah bin az-Zubair untuk membaiat Yazid kemudian memicu terjadinya Perang Saudara Islam II.
Pemberontakan Husain bin Ali
Oposisi pertama Yazid datang dari Husain, yang dipastikan mendapat banyak dukungan dari Kufah.
Namun, Husain dan sejumlah kerabat dekat Rasulullah justru dibantai oleh tentara Umayyah dalam Pertempuran Karbala pada 10 Oktober 680 M.
Hal ini disebabkan penduduk Kufah yang dijanjikan akan membantu Husain, telah dibungkam oleh Yazid.
Pertempuran Karbala kemudian disebut-sebut sebagai awal mula perpecahan Islam Syiah dan Sunni.
Pemberontakan di Mekah dan Madinah
Menyusul wafatnya Husain, Yazid menghadapi pemberontakan kedua dari Abdullah bin az-Zubair, putra sahabat Nabi Muhammad.
Abdullah bin az-Zubair pun mendapatkan dukungan dari penduduk Madinah, yang sangat tidak puas dengan pemerintahan Bani Umayyah.
Orang-orang Madinah semakin yakin untuk memberontak ketika mengetahui gaya hidup Yazid yang suka berfoya-foya dan banyak melanggar ajaran Islam.
Yazid lantas mengirimkan 12.000 pasukannya di bawah komando Muslim bin Uqba dan mengalahkan penduduk Madinah dalam Pertempuran al-Harrah pada 683 M.
Setelah itu, pasukan Yazid mengepung Mekah sebagai upaya untuk menaklukkan Abdullah bin az-Zubair.
Meski Abdullah bin az-Zubair belum berhasil ditundukkan, pengepungan terpaksa dihentikan karena Yazid meninggal secara mendadak pada November 683 M.
Kekhalifahan Abdullah bin az-Zubair
Setelah wafatnya Yazid, takhta Bani Umayyah jatuh ke tangan putranya yang bergelar Muawiyah II, dengan kekuasaan terbatas di sebagian wilayah Syam.
Di saat yang sama, Abdullah bin az-Zubair yang gagal ditundukkan juga menyatakan dirinya sebagai khalifah bagi seluruh umat Islam.
Masa pemerintahan Muawiyah II sangat singkat, karena ia wafat pada 684 M. Setelah itu, Marwan I diangkat sebagai pemimpin Bani Umayyah.
Abdullah bin az-Zubair menolak kekuasaan Marwan I hingga akhirnya kedua kubu berhadapan dalam Pertempuran Marj Rahith pada 684.
Dalam pertempuran ini, Marwan I berhasil memenangkan pertempuran dan semakin mengukuhkan kekuasaan Bani Umayyah.
Pemberontakan pendukung Ali bin Abi Thalib
Tragedi pembantaian Husain bin Ali dan kerabat dekat Nabi Muhammad dalam Pertempuran Karbala membuat para pemuka di Kufah merasa bersalah.
Mereka kemudian membuat kelompok Tawwabin, yang menyerukan gerakan anti-Umayyah, dan mengangkat Sulaiman bin Shurad sebagai pemimpinnya.
Pada November 684 M, Tawwabin akhirnya berangkat dari Kufah dan menghadapi pasukan Umayyah dalam Pertempuran Ain al-Wardah.
Setelah tiga hari pertempuran, Tawwabin belum mampu mematahkan dominasi pasukan Bani Umayyah.
Setelah kekalahan Tawwabin, Mukhtar ats-Tsaqafi melanjutkan pemberontakan melawan Bani Umayyah. Namun, Mukhtar juga tidak mampu mengalahkan Bani Umayyah.
Akhir Perang Saudara Islam II
Dengan tewasnya Mukhtar pada 687 M, tersisa Abdullah bin az-Zubair sebagai pihak oposisi dalam Perang Saudara Islam Kedua.
Memasuki 690 M, pasukan Bani Umayyah dikerahkan menuju Thaif dan mengalahkan pendukung Abdullah bin az-Zubair dalam beberapa bentrokan kecil.
Kemenangan tersebut diikuti dengan direbutnya Madinah dan Mekah dari Abdullah bin az-Zubair pada 692 M.
Abdullah bin az-Zubair sendiri dibunuh pada sekitar September 692 M. Dengan begitu, Bani Umayyah telah memenangkan serangkaian perang saudara di antara umat Islam.
Dampak Perang Saudara Islam II
Referensi:
https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/19/130000479/perang-saudara-islam-ii-penyebab-jalannya-pertempuran-dan-akhir