Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, Pelopor Gerakan DI/TII

Kartosoewirjo mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) berdasarkan hukum syariah Islam dan diproklamasikan pada 7 Agustus 1949. 

Terbentuknya NII sendiri didasari oleh kekecewaan Kartosoewirjo terhadap pemerintah pusat. 

Pendidikan

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo lahir di Cepu, Blora, Jawa Tengah, 7 Januari 1905. Ia merupakan putra dari Kartodikromo, seorang lurah di Cepu. 

Tahun 1901, Belanda menerapkan Politik Etis (Politik Balas Budi).

Penerapan Politik Etis ini disebabkan oleh banyaknya sekolah modern yang dibuka untuk penduduk pribumi. 

Kartosoewirjo sendiri merupakan salah satu anak yang mendapat kesempatan untuk bersekolah di pendidikan modern ini berkat kedudukan sang ayah yang saat itu cukup penting.

Di usia 8 tahun, Kartosoewirjo bersekolah di Inlandsche School der Tweede Klasse (ISTK). 

Empat tahun setelahnya, ia masuk di Europeesche Lagere School (ELS) di Bojonegoro, sekolah untuk kalangan anak Eropa.

Sewaktu di Bojonegoro, Kartosoewirjo bertemu dengan Notodihardjo, seorang tokoh Islam modern yang beraliran Muhammadiyah. 

Notodihardjo kemudian menanamkan pemikiran Islam modern ke dalam pikiran Kartosoewirjo. 

Setelah itu, tahun 1923, usai lulus dari ELS, Kartosoewirjo melanjutkan pendidikannya di Perguruan Tinggi Kedokteran Nederlands Indische Artsen School. 

Selama bersekolah di sana, ia bergabung dengan organisasi Syarikat Islam yang dipimpin HOS Tjokroaminoto. 

Bahkan, Kartosoewirjo sempat tinggal bersama Tjokroaminoto dan menjadi murid sekaligus sekretaris pribadinya. 

Banyak menghabiskan waktu bersama Tjokroaminoto telah mempengaruhi perkembangan pemikiran dan aksi politik Kartosoewirjo. 

Karena ketertarikannya di dunia politik, tahun 1927, Kartosoewirjo dikeluarkan dari Nederlands Indische Artsen School karena dianggap sebagai aktivis poitik serta memiliki buku sosialis dan komunis.

Karier

Setelah berhenti dari Nederlands Indische Artsen School, ia bekerja sebagai pemimpin redaksi koran harian Fadjar Asia. 

Ia menulis megnenai pertentangan terhadap bangsawan Jawa yang bekerja sama dengan Belanda. 

Dalam artikelnya, Kartosoewirjo juga menyerukan agar kaum buruh bangkit untuk memperbaiki kondisi hidup mereka.

Kariernya pun kian melejit setelah ia bergabung dalam Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), menjabat sebagai sekretaris jenderal.

Semasa perang kemerdekaan, tahun 1945-1949, Kartosoewirjo turut terlibat aktif.

Akan tetapi, karena sifat kerasnya, ia kerap bertolak belakang dengan pemerintah, termasuk saat menolak pemerintah pusat agar seluruh Divisi Siliwangi dipukul mundur ke Jawa Tengah.

Selain itu, Kartosoewirjo juga menolak posisi menteri yang ditawarkan Amir Sjarifuddin saat menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia.

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat

Pada saat bangsa Indonesia harus berjuang mempertahankan kemerdekaan, di Jawa Barat muncul gerakan separatis DI/TII yang dipimpin oleh SM Kartosoewirjo.

Gerakan ini selain disebabkan banyak pasukan SM Kartosoewirjo yang teranulir kebijakan RERA, juga kecewa terhadap pemerintah RI karena penandatangan Perjanjian Renville yang dianggap melecehkan harkat dan martabat para pejuang kemerdekaan.

Dalam Perjanjian Renville, Indonesia dipaksa untuk menyerahkan Jawa Barat kepada pihak Belanda.

Karena kekecewaannya terhadap pemerintah pusat, Kartosoewirjo membentuk Negara Islam Indonesia (NII) dan memproklamirkannya pada 7 Agustus 1949. 

NII kemudian menyempurnakan angkatan perangnya yang bernama Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) untuk dapat menguasai beberapa wilayah lain bergabung dengan NII.

Beberapa daerah yang menjadi bagian dari NII adalah Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.

Untuk mengatasi pemberontakan DI/TII yang dilakukan Kartosoewirjo, pemerintah menurunkan pasukan Kodam Siliwangi dan menerapkan taktik Pagar Betis.

Taktik Pagar Betis ini dilakukan dengan menggunakan tenaga rakyat dengan jumlah ratusan ribu untuk mengepung tempat persembunyian DI/TII.

Tujuan lain dibentuknya Pagar Betis yaitu untuk mempersempit ruang gerak DI/TII.

Selain Pagar Betis, operasi lain yang juga dilakukan oleh Kodam Siliwangi yaitu Operasi Brata Yudha yang bertujuan untuk menemukan tempat persembunyian Kartosoewirjo.

Akhirnya, Kartosoewirjo pun berhasil ditangkap oleh Letda Suhanda, pemimpin Kompi C Batalyon 328 Kujang II/Siliwangi.

Referensi: 

  • Soraya dan Abdurakhman. (2019). Jalan Panjang Penumpasan Pemberontakan DI/TII Jawa Barat 1942-1962. Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.
  • Chaidar, Al. (1999). Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indoensia SM Kartosoewirjo. Jakarta: Darul Falah. 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/10/11/130000079/sekarmadji-maridjan-kartosoewirjo-pelopor-gerakan-di-tii

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke