Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sultan Haji, Raja Kesultanan Banten yang Berkhianat demi Kekuasaan

Namanya dikenal karena disebut telah berkhianat kepada ayahnya sendiri, Sultan Ageng Tirtayasa.

Masa pemerintahannya juga menandai awal runtuhnya Kesultanan Banten dan dimulainya kekuasaan VOC di Banten.

Dengan kondisi demikian, sangat wajar apabila masa pemerintahan Sultan Haji diwarnai banyak kerusuhan, pemberontakan, dan kekacauan di segala bidang.

Awal kehidupan

Sultan Haji adalah putra Sultan Ageng Tirtayasa yang pada masa pemerintahan ayahnya dipercaya untuk mengurus kepentingan dalam negeri kerajaan.

Sementara untuk urusan luar negeri, Sultan Ageng Tirtayasa dibantu oleh putranya yang lain, yaitu Pangeran Arya Purbaya.

Seperti diketahui, pada masa pemerintahannya, Sultan Ageng Tirtayasa tidak hanya fokus memajukan kerajaannya, tetapi juga gigih melawan pendudukan Belanda di Indonesia.

Sayangnya, usaha pemisahan urusan pemerintahan ini tercium oleh Belanda.

Perwakilan Belanda, W. Caeff, segera mendekati Sultan Haji yang dianggap sangat mudah untuk dipengaruhi.

Sultan Haji bekerjasama dengan VOC

Akibat termakan hasutan Belanda, Sultan Haji menuduh pembagian tugas yang dilakukan Sultan Ageng Tirtayasa adalah sebuah upaya untuk menyingkirkannya dari takhta kesultanan.

Alhasil, Sultan Haji berkhianat dalam bentuk bersekongkol dengan VOC, yang menjadi musuh bebuyutan ayahnya sendiri, untuk merebut takhta kekuasaan Banten supaya tidak jatuh ke tangan Pangeran Arya Purbaya.

Tentunya bantuan dari Belanda tidak datang secara cuma-cuma. Hal inilah yang membuat kedua belah pihak sering mengadakan perjanjian.

Sebagai imbalan membantu Sultan Haji mendapatkan takhta kesultanan, Belanda mengajukan empat syarat, yaitu:

  • Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC
  • VOC diizinkan untuk memonopoli perdagangan lada di Banten dan pedagang dari negara lain harus diusir
  • Apabila ingkar janji, Kesultanan Banten harus membayar 600.000 ringgit kepada VOC
  • Pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan harus ditarik

Demi takhta kerajaan, Sultan Haji pun langsung menerima persyaratan yang sangat merugikan Banten tersebut.

Dengan bantuan VOC, Sultan Haji menyerang ayahnya sendiri pada 1681 dan berhasil menguasai Keraton Surosowan.

Pertempuran Sultan Haji dan Sultan Ageng Tirtayasa

Sultan Ageng Tirtayasa sempat merebut Keraton Surosowan kembali, dan Sultan Haji yang berada di bawah perlindungan Belanda diamankan ke loji VOC.

Kemudian pada 7 April 1682, dengan kekuatan yang besar, VOC menyerang Keraton Surosowan dan berhasil membebaskan loji VOC yang dikepung pasukan Sultan Ageng Tirtayasa.

Pertempuran Sultan Haji dan ayahnya pun berlangsung sengit, karena Sultan Ageng Tirtayasa terus melakukan perlawanan dengan dibantu pasukan dari Makassar, Bali, dan Melayu.

Dalam serangkaian peperangan tersebut, kedua belah pihak sama-sama kehilangan banyak pasukan.

Belanda beberapa kali berusaha membujuk Sultan Ageng Tirtayasa untuk menghentikan perlawanan.

Namun, ketika Sultan Ageng Tirtayasa hendak kembali ke Keraton Surosowan, Sultan Haji dan VOC segera menangkapnya.

Sultan Ageng Tirtayasa kemudian dipenjarakan di Batavia sampai ia meninggal pada 1692.

Sultan Haji naik takhta

Setelah penangkapan Sultan Ageng Tirtayasa, perlawanan rakyat Banten tidak langsung padam.

Akan tetapi, dengan restu VOC, Sultan Haji dapat naik takhta menjadi penguasa Kesultanan Banten.

Penobatan tersebut kembali disertai dengan perjanjian, yang secara praktis membuat Kesultanan Banten tidak memiliki kedaulatan.

Berikut ini beberapa poin isi perjanjian Sultan Haji kepada Belanda yang ditandatangani pada 17 April 1684.

  • Sultan Banten tidak diperbolehkan memberi bantuan kepada musuh-musuh VOC dalam bentuk apapun
  • Semua tanah di sepanjang Sungai Untung Jawa atau Tangerang menjadi milik VOC
  • Sultan harus mengganti kerugian sebanyak 12.000 ringgit kepada VOC
  • Sultan dilarang membuat perjanjian dengan bangsa lain
  • Kekuasaan raja Cirebon ditinjau kembali sebagai sahabat yang bersekutu di bawah perlindungan VOC

Akhir hidup Sultan Haji

Perjanjian antara Sultan Haji dan Belanda jelas meniadakan kedaulatan Banten. Sebab, segala sesuatu yang berkaitan dengan pemerintahan kerajaan harus mendapatkan persetujuan VOC.

VOC pun perlahan-lahan mulai menguasai Kesultanan Banten, dan sebagai simbol kekuasaannya, VOC membangun benteng pertahanan pada 1684-1685.

Penderitaan rakyat pun semakin berat dan pada akhirnya timbul kekacauan serta pemberontakan.

Selain menghadapi penentangan dari rakyat, Sultan Haji semakin tertekan karena harus menuruti segala kehendak VOC.

Sultan Haji pun jatuh sakit dan akhirnya meninggal pada 1687. Jenazahnya kemudian dimakamkan di sebelah utara Masjid Agung Banten.

Referensi:

  • Amarseto, Binuko. (2017). Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Relasi Inti Media.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/12/090000179/sultan-haji-raja-kesultanan-banten-yang-berkhianat-demi-kekuasaan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke