Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kerajaan Bima: Pendiri, Raja-Raja, Kehidupan, dan Peninggalan

Kerajaan yang terletak di Bima, Nusa Tenggara Barat, ini pertama kali didirikan pada sekitar abad ke-13.

Pendiri Kerajaan Bima adalah seorang musafir dan bangsawan Jawa bergelar Sang Bima, yang akhirnya menurunkan raja-raja Bima.

Kerajaan Bima kemudian berubah menjadi kesultanan pada abad ke-17, tepatnya pada tahun 1620.

Penguasa pertama yang masuk Islam adalah Ruma Ta Ma Bata Wadu atau Abdul Kahir, raja Bima ke-27 yang berkuasa antara 1620-1640.

Sejarah berdirinya Kerajaan Bima

Sebelum berbentuk kerajaan, wilayah Bima terbagi dalam beberapa kekuasaan yang pimpinan wilayahnya disebut Ncuhi.

Para Ncuhi yang awalnya membentuk federasi kemudian sepakat mengangkat Sang Bima, yang mengajarkan agama Hindu, sebagai pemimpin.

Setelah membentuk kerajaan, Sang Bima justru pergi ke Kerajaan Medang di Jawa Timur.

Dalam perkembangannya, Sang Bima mengirim putranya, Idra Zamrud dan Indra Kumala ke Kerajaan Bima.

Indra Zamrud inilah yang dinobatkan sebagai raja Bima yang pertama.

Selama empat abad menjadi kerajaan bercorak Hindu, terdapat 26 raja yang pernah memerintah Bima.

Masuk dan berkembangnya Islam di Bima

Agama Islam diperkirakan mulai masuk ke Kerajaan Bima mulai abad ke-16, di bawa oleh para mubalig dan pedagang dari Demak.

Penyebaran Islam di Bima semakin meluas pada abad ke-17, saat Kesultanan Gowa-Tallo menaklukkan wilayah-wilayah di Nusa Tenggara.

Kerajaan Bima kemudian berubah menjadi kesultanan saat Putra Mahkota La Kai yang bergelar Ruma Ta Ma Bata Wadu masuk Islam.

Setelah masuk Islam, raja ke-27 Kerajaan Bima ini berubah nama menjadi Abdul Kahir.

Sejak saat itu, Islam menjadi agama resmi dari para bangsawan dan masyarakat Bima.

Hubungan kekerabatan antara Bima dan Gowa-Tallo juga semakin kuat setelah Sultan Abdul Kahir menikahi adik ipar sultan Gowa-Tallo.

Raja-raja Kerajaan Bima

Berikut ini daftar raja-raja Kerajaan Bima saat masih bercorak Hindu.

Berikut ini daftar raja-raja Kerajaan Bima setelah berubah menjadi kesultanan Islam.

  • Abdul Kahir I atau Ruma-ta Ma Bata Wadu (1620-1640 M)
  • I Ambela Abdul Kahir Sirajuddin atau Mantau Uma Jati (1640-1682 M)
  • Nuruddin Abu Bakar All Syah atau Mawa’a Paju (1682-1687 M)
  • Jamaluddin Ali Syah atau Mawa’a Romo (1687-1696 M)
  • Hasanuddin Muhammad Syah atau Mabata Bo’u (1696-1731 M)
  • Alauddin Muhammad Syah atau Manuru Daha (1731-1748 M)
  • Kamalat Syah atau Rante Patola Sitti Rabi’ah (1748-1751 M)
  • Abdul Kadim Muhammad Syah atau Mawa’a Taho (1751-1773 M)
  • Abdul Hamid Muhammad Syah atau Mantau Asi Saninu (1773-1817 M)
  • Ismail Muhammad Syah atau Mantau Dana Sigi (1817-1854 M)
  • Abdullah atau Mawa’a Adil (1854-1868 M)
  • Abdul Aziz atau Mawa’a Sampela (1868-1881 M)
  • Ibrahim atau Ma Tahi Parange (1881-1915 M)
  • Muhammad Salahuddin (1915-1951 M)

Kehidupan Kerajaan Bima

Sejak dinobatkan sebagai raja Bima pada 1620 hingga wafat pada 1640, Sultan Abdul Kahir aktif menyebarkan Islam kepada rakyatnya.

Setelah Sultan Abdul Kahir wafat, kekuasaan jatuh ke tangan putranya, I Ambela Abdul Kahir Sirajuddin.

Pada saat itu, rakyatnya dipimpin dengan berdasar pada adat dan hukum Islam.

Hal ini terus berlangsung sampai masa pemerintahan Sultan Ibrahim (1881-1915).

Sementara itu, masyarakatnya dikenal memiliki tiga sifat yang konon diwariskan oleh Sang Bima, yaitu sabar, pemalu, dan takut.

Di sisi lain, masyarakat Bima juga dibekali ilmu bertani dan berdagang untuk meningkatkan sektor ekonomi mereka.

Bahkan pada awal berdirinya kerajaan, diketahui bahwa masyarakatnya hidup makmur, serta bidang ekonomi, keagamaan, dan sosial-budayanya berkembang pesat.

Pada abad ke-19, wilayah kekuasaan Kerajaan Bima meliputi Pulau Sumbawa bagian timur, Manggarai di Pulau Flores, dan Selat Alas.

Namun, dalam catatan sejarah tidak disebutkan tentang masa kejayaan Kerajaan Bima.

Sebab, periode Kesultanan Bima selalu diwarnai perlawanan terhadap pasukan Belanda.

Kemunduran Kerajaan Bima

Kemunduran Kerajaan Bima dimulai pada 1908, saat kerajaan telah dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda.

Bahkan semua urusan kerajaan harus mendapat persetujuan dari pemerintah kolonial Belanda.

Kesultanan Bima kemudian berakhir pada 1951, setelah Sultan Muhammad Salahuddin wafat.

Peninggalan Kerajaan Bima

  • Istana Asi Mbojo
  • Istana Asi Bou
  • Masjid Sultan Muhammad Salahuddin
  • Masjid Al-Muwahiddin

Referensi:

  • Asiah, Nur. (2009). Ensiklopedia IPS: Kerajaan Nusantara. Jakarta: Mediantara Semesta.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/18/120000879/kerajaan-bima-pendiri-raja-raja-kehidupan-dan-peninggalan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke