Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kerajaan Bali: Berdiri, Raja-raja, Kehidupan Sosial, dan Peninggalan

Pusat kerajaannya berada di sekitar Pejeng atau Bedulu, Kabupaten Gianyar, Bali.

Pendiri Kerajaan Bali adalah Sri Kesari Warmadewa dari Dinasti Warmadewa.

Sejak pertama kali didirikan, kerajaan ini diperintah oleh beberapa keluarga raja.

Namun, pergantian antara satu keluarga raja ke keluarga raja lainnya tidak disebutkan dengan jelas dalam prasasti Kerajaan Bali.

Salah satu raja yang terkenal adalah Raja Udayana dari Dinasti Warmadewa, yang berkuasa antara 989-1011 M.

Saat Dinasti Warmadewa berkuasa, agama pertama yang berkembang di Bali adalah Buddha.

Barulah pada periode selanjutnya rakyat Bali memeluk agama Hindu.

Dari sumber sejarah prasasti, diketahui bahwa Kerajaan Bali pernah dikuasai Singasari pada abad ke-10 dan Majapahit pada abad ke-14.

Ketika ekspansi Kerajaan Majapahit pada 1343 M itulah Kerajaan Bali akhirnya runtuh.

Raja Kerajaan Bali yang terkenal

Setelah kepemimpinan Sri Kesari Warmadewa sebagai pendiri dan raja pertama Kerajaan Bali berakhir, takhta kerajaan jatuh ke tangan Ugrasena.

Kekuasaan Ugrasena berakhir pada 942 M, tetapi setelah itu tidak diketahui siapa yang menggantikannya.

Barulah pada 955 M, muncul seorang raja bernama Aji Tabenendra Warmadewa yang berkuasa hingga 967 M.

Setelah itu, raja yang berkuasa secara berturut-turut adalah Candrabhaya Singha Warmadewa, Janashadu Warmadewa (975-983 M), kemudian Wijaya Mahadewi (983-989 M).

Selain itu, berikut beberapa nama raja Kerajaan Bali yang terkenal.

Raja Udayana (989-1011 M)

Raja Udayana yang bergelar Sri Dharmodayana Warmadewa mempimpin Kerajaan Bali bersama istrinya Gunapriya Dharmapatni.

Mereka dikaruniai tiga orang putra, yaitu Airlangga, Marakata Pangkaja, dan Anak Wungsu.

Airlangga yang menjadi putra mahkota justru tidak pernah memimpin Kerajaan Bali, karena ia pergi ke tanah Jawa dan menikah dengan putri Raja Medang Kamulan.

Setelah Udayana turun takhta, kekuasaan jatuh kepada Marakata Pangkaja.

Marakata Pangkaja (1011-1022 M)

Selama berkuasa, Marakata Pangkaja dikenal sebagai raja yang melindungi dan memerhatikan rakyatnya.

Setelah kepemimpinannya berakhir, tidak ada catatan tentang siapa yang berkuasa di Bali sampai dengan 1049 M.

Anak Wungsu (1049-1077 M)

Anak Wungsu dikenal sebagai raja yang penuh belas kasih kepada rakyatnya.

Karena Anak Wungsu tidak meninggalkan ahli waris, kepemimpinan Kerajaan Bali diteruskan oleh Sri Maharaja Walaprabhu.

Paduka Sri Maharaja Sri Jayasakti (1133-1150 M)

Paduka Sri Maharaja Sri Jayasakti adalah raja pertama dari Dinasti Jaya.

Ketika berkuasa, ia juga dikenal sebagai raja yang bijaksana, melindungi, dan memerhatikan kesejahteraan rakyat.

Sri Astasura Ratnabhumibanten (1337-1343 M)

Penguasa terakhir yang terkenal dalam sejarah Kerajaan Bali adalah Sri Astasura Ratnabhumibanten atau Dalem Bedahulu.

Sri Astasura Ratnabhumibanten berkuasa setelah Singasari runtuh dan Bali kembali menjadi kerajaan mandiri.

Sebagai raja, ia terkenal karena keberaniannya menentang ekspansi Kerajaan Majapahit pada 1343 yang dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada.

Sayangnya, pertempuran berakhir dengan kekalahan Bedahulu dan sejak itu, Gajah Mada menempatkan seorang keturunan brahmana dari Jawa bernama Sri Kresna Kepakisan sebagai raja di Bali.

Keturunan Dinasti Kepakisan inilah yang kemudian hari menjadi raja-raja pada beberapa kerajaan kecil di Pulau Bali.

Kehidupan ekonomi Kerajaan Bali

Untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya, raja-raja Kerajaan Bali memusatkan perhatiannya pada sektor pertanian.

Berdasarkan sumber informasi berupa prasasti-prasasti, diketahui bahwa rakyatnya hidup dengan mengolah sawah, sawah kering, ladang, kebun, dan membuka ladang.

Sistem pertanian subak yang dikenal sekarang sudah dikembangkan masyarakat Bali sejak abad ke-11.

Selain itu, para petani juga mengembangkan peternakan dan perburuan.

Sementara golongan lainnya mengerjakan kerajinan seperti perhiasan emas, dan perak, serta alat-alat rumah tangga dan senjata.

Kehidupan sosial Kerajaan Bali

Struktur masyarakat pada masa Kerajaan Bali didasarkan atas empat hal, yaitu pembagian golongan dalam masyarakat, pembagian warisan, kesenian, serta agama dan kepercayaan.

  1. Golongan masyarakat dibagi dua, yaitu caturwarna (empat kasta dalam agama Hindu) dan golongan luar kasta yang disebut jaba.
  2. Pembagian hak waris, anak laki-laki memiliki hak lebih besar dari perempuan.
  3. Kesenian, dibedakan antara seni keraton dan seni rakyat.
  4. Agama dan kepercayaan, masyarakat menyembah banyak dewa yang bukan hanya berasal dari dewa Hindu dan Buddha, tetap dari kepercayaan animisme.

Disamping itu, raja memberi kebebasan kepada rakyatnya untuk mengeluarkan pendapat mengenai kehidupan kerajaan.

Demikian juga dengan peraturan-peraturan lainnya, seperti perkawinan, kematian, warisan, budak, peternakan, dan perpindahan penduduk.

Peninggalan Kerajaan Bali

  • Prasasti Blanjong
  • Prasasti Panglapuan
  • Prasasti Gunung Panulisan
  • Prasasti-prasasti peninggalan Anak Wungsu
  • Pura Agung Besakih
  • Candi Padas
  • Candi Mengening
  • Candi Wasan

Referensi:

  • Prasetyo, Deni. (2009). Mengenal Kerajaan-Kerajaan Nusantara. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/20/161749079/kerajaan-bali-berdiri-raja-raja-kehidupan-sosial-dan-peninggalan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke