Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Oto Iskandar Di Nata: Kehidupan, Budi Utomo, dan Penculikan

Jalak Harupat adalah sebutan untuk ayam jantan yang dimitoskan sebagai ayam yang kuat, pemberani, dan selalu menang saat diadu. 

Karena jiwa pemberani yang dimiliki Oto Iskandar Di Nata, ia pun diberi julukan tersebut. 

Kehidupan 

Oto Iskandar Di Nata merupakan anak bungsu dari Raden Haji Adam Rahmat dan Siti Hidayah yang lahir pada 31 Maret 1897 di Bojongsoang, Jawa Barat. 

Ia menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Guru Atas.

Setelah itu, ia mengabdikan dirinya untuk menjadi seorang guru di Hollandsch Inlandse School (HIS) Banjarnegara. 

Dalam jabatannya sebagai seorang guru, Oto menyalurkan perhatiannya di bidang pergerakan nasional. 

Pada tahun 1928, Oto memprakarsai berdirinya Sekolah Kartini dan mendirikan Paguyuban Pasundan dan Bank Pasundan. 

Dua tahun kemudian, 1930, ia terpilih untuk menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat) yang mewakili Paguyuban Pasundan. 

Saat ia menjadi anggota Volksraad, Oto berani mengecam pemerintah kolonial Belanda, sehingga ia mendapatkan julukan Si Jalak Harupat, artinya Burung Jalak yang Berani. 

Paguyuban Pasundan 

Paguyuban Pasundan adalah organisasi budaya Sunda yang berdiri pada 20 Juli 1913 dan sampai saat ini masih berdiri, sehingga disebut sebagai organisasi tertua. 

Organisasi ini bergerak dalam bidang pendidikan, sosial-budaya, politik, ekonomi, dan pemberdayaan perempuan. 

Tujuan Paguyuban Pasundan adalah untuk melestarikan budaya Sunda yang tidak hanya melibatkan orang Sunda saja, melainkan semua yang mempunyai kepedulian akan budaya Sunda.

Dalam Paguyuban Pasundan ini Oto menjabat sebagai Sekretaris Pengurus Besar tahun 1928 dan menjadi ketua sejak 1929 sampai 1942. 

Budi Utomo

Pada bulan Juli 1920, setelah ia menjabat sebagi guru di HIS, Oto dipindahtugaskan ke Bandung. 

Kota Bandung menjadi tempat awal di mana Oto mulai aktif dalam dunia politik. 

Tiga tahun kemudian, Oto kembali dipindah ke Pekalongan, tempat di mana ia mulai lebih banyak dikenal oleh masyarakat. 

Saat bertugas di Pekalongan tahun 1925, Oto terjun ke organisasi Budi Utomo. 

Berkat aktivitasnya yang menarik perhatian masyarakat Pekalongan, Oto pun dipercaya untuk menjadi anggota Gemeenteraad (Dewan Kota) Pekalongan mewakili Budi Utomo. 

Ia juga menjabat sebagai Wakil Ketua Budi Utomo cabang Pekalongan dan merangkap sebagai Komisaris Hoofdbestuur Budi Utomo. 

Saat aktif di organisasi ini, aktivitas Oto terus diawasi oleh pemerintah. 

Oto yang menyadari bahwa sedang diawasi justru mengajak sang reserse, mata-mata, untuk ikut bergabung dalam rapat tersebut. 

Kecaman

Dipercayai sebagai anggota Dewan Kota, Oto berusaha untuk memperbaiki kehidupan rakyat. 

Ia berani membeberkan praktik-praktik buruk yang dilakukan oleh pemerintah jajahan terhadap rakyat Indonesia. 

Namun, kecaman yang Oto berikan ini tidaklah diterima oleh Residen Pekalongan, seorang Belanda. 

Meskipun demikian, dukungan seluruh anggota Dewan Kota tetap tertuju pada Oto. Semua peristiwa ini kemudian berakhir, karena Oto dipindahkan ke residen lain. 

Penculikan 

Pada masa penjajahan jepang, Oto menjadi pemimpin surat kabar Tjahaja pada tahun 1942 sampai 1945. 

Kemudian, ia diangkat menjadi anggota BPUPKI dan PPKI. 

Setelah Indonesia dinyatakan merdeka, PPKI melakukan sidang untuk mengesahkan UUD 1945. 

Oto kemudian menjabat sebagai Menteri Negara pada kabinet pertama Republik Indonesia tahun 1945. 

Ia bertugas untuk melakukan persiapan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) dari laskar-laskar rakyat yang tersebar di Indonesia. 

Namun, langkah yang diambil oleh Oto ini menimbulkan ketidakpuasan pada salah satu BKR  sehingga ia pun menjadi korban penculikan sekelompok orang bernama Laskar Hitam. 

Sejak saat itu, Oto menghilang dan diperkirakan terbunuh di daerah Banten pada 20 Desember 1945. 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/04/182731879/oto-iskandar-di-nata-kehidupan-budi-utomo-dan-penculikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke