Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Prestasi Atlet Indonesia di SEA Games 2021 dan Desain Besar Olahraga

Sebagai warga bangsa, kita tentu menerima pencapaian itu dengan rasa syukur, walau kita juga harus jujur mengatakan bahwa kita belum puas.

Di bawah bayang-bayang Thailand

Merunut sejarahnya, Indonesia seperti selalu berada di bawah bayang-bayang Thailand. Dari total 30 edisi SEA Games, Thailand berhasil mengoleksi 13 kali predikat juara umum, yaitu pada tahun 1959, 1965, 1967, 1971, 1973, 1975, 1985, 1995, 1999, 2007, dan 2009.

Indonesia berada di urutan kedua dengan meraih predikat juara umum sebanyak 10 kali, yakni pada tahun 1977, 1979, 1981, 1983, 1987, 1989, 1991, 1993, 1997, dan 2011.

Myamar menjadi juara umum dua kali, pada 1961 dan 1969; Malaysia dua kali: pada 2001 dan 2017, dan Filipina juga dua kali: pada 2005 dan 2019.

Adapun, Vietnam pernah meraih predikat gelar juara umum saat menjadi tuan rumah SEA Games 2003 dengan mengoleksi 346 medali. Vietnam kembali menjadi tuan rumah SEA Games ke-31 pada 12-23 Mei 2022 ini.

Dari klasemen raihan medali, dapat dipastikan bahwa Vietnam akan keluar sebagai juara umum untuk kali kedua.

Apa yang dilakukan Thailand?

Dalam konteks SEA Games, harus diakui bahwa Thailand cukup perkasa. Mengapa demikian?

Rupanya, pencapaian Thailand di SEA Games tidak terlepas dari kebijakan pemerintah di bidang pembangunan olahraga.

Dokumen ‘The Sixth National Sports Development Plan’ atau Rencana Pembangunan Olahraga Nasional/RPON (2017-2021) terbitan Kementerian Pariwisata dan Olahraga menyebutkan bahwa sejak beberapa dekade yang lalu, Thailand memiliki ROPN lima tahunan yang dijadikan sebagai arah pembangunan negara dengan tujuan mendukung prestasi olahraga, mempromosikan gaya hidup sehat, dan sportifitas.

Menurut dokumen tersebut, lanskap olahraga Thailand memiliki enam segmen pengembangan utama.

Pertama, mempromosikan latihan dasar dan pendidikan olahraga untuk anak-anak dan remaja.

Kedua, menyediakan aksesibilitas olahraga untuk semua kelompok warga dengan membangun, mengembangkan dan memastikan infrastruktur yang memadai dan layak untuk semua kelompok penduduk untuk berolahraga; menjamin akses yang sama untuk berolahraga dan kegiatan olahraga untuk semua kelompok penduduk; dan mempromosikan pengembangan sistematis personel dan sukarelawan untuk mendukung olahraga untuk semua.

Ketiga, mengembangkan olahraga untuk keunggulan dan kesuksesan profesional seperti: mengidentifikasi dan mengembangkan anak muda berbakat olahraga, menyediakan pelatih; menjamin kesejahteraan bagi atlet dan personel pelatih/instruktur olahraga.

Keempat, mengembangkan industri olahraga yang menciptakan nilai ekonomi dengan cara mempromosikan dan mendukung industri olahraga; dan mengembangkan dan mempromosikan pariwisata olahraga.

Kelima, membina permodalan dan inovasi pengetahuan olahraga melalui membangun dan mengembangkan infrastruktur ilmu keolahragaan dan sumber daya manusia yang memadai untuk lokal dan kebutuhan pusat, dan mendorong R&D dan pemanfaatan ilmu dan teknologi olahraga untuk meningkatkan kinerja atlet.

Keenam, meningkatkan efektivitas manajemen olahraga dengan mempromosikan kolaborasi antara pemangku kepentingan, termasuk sektor publik dan swasta; mengembangkan dan merenovasi database olahraga untuk pemantauan yang efektif dan mengumpulkan statistik olahraga dari tingkat lokal hingga nasional; dan meningkatkan manajemen olahraga berdasarkan tata kelola yang baik.

Melalui RPON lima tahunan, Thailand mampu menghasilkan atlet yang berprestasi baik di tingkat regional (SEA Games) dan internasional.

Pada Olimpiade 2004 di Athena, misalnya, Thailand mampu menggondol delapan medali, tiga di antaranya adalah emas.

Pada Olimpiade Beijing 2021, atlet Thailand telah memenangkan total 35 medali, 10 di antaranya adalah media emas, terbanyak di antara negara-negara di Asia Tenggara.

Lebih dari itu, melalui RPON, mampu mendorong industri olahraga Thailand meraih pertumbuhan tiga kali lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan PDB nasional dalam beberapa tahun terakhir.

Oleh karena berada di bawah kemeterian yang sama dengan pariwisata, olahraga Thailand dibangun selaras dengan pariwisata. Alhasil, setidaknya ada tiga juta turis olahraga yang masuk Thailand setiap tahun.

DBON Indonesia

Sebetulnya, prestasi olahraga Indonesia tidak sangat buruk. Namun, prestasi yang ada belum cukup optimal jika merujuk pada potensi besar yang dimiliki bangsa ini.

Jika bercermin pada pengalaman Thailand, barangkali akar masalahnya adalah bahwa kita terlambat memiliki kebijakan dan program pembangunan olahraga yang jelas.

Kita bersyukur, pemerintahan Joko Widodo menyadari hal tersebut lalu menginisiasi lahirnya Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) sebagai peta jalan yang jelas dalam proses pembinaan atlet menuju prestasi.

Program tersebut juga telah memiliki payung hukum yang tertuang pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2021 tentang DBON.

Tujuannya, agar Indonesia benar-benar melakukan pembibitan dan mempersiapkan atlet sedari dini agar ke depannya tak lagi by accident.

DBON meliputi periode tahun 2021-2045 untuk memberikan arah pelaksanaan pengelolaan olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, olahraga prestasi, dan industri olahraga pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi olahraga, dunia usaha dan industri, dan masyarakat agar berjalan secara efektif, efisien, unggul, terukur, akuntabel, sistematis, dan berkelanjutan.

Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Chandra Bhakti dan Staf Khusus Bidang Pengembangan dan Prestasi Olahraga, Mahfudin Nigara pernah mengatakan, sasaran utama DBON adalah meraih sukses prestasi di Olimpiade Brisbane 2032 dan pra Olimpiade.

Sementara sasaran antara adalah meraih sukses di Asian Games, Asian Para Games, SEA Games, dan ASEAN Para Games .

Model SPLISS

Apabila dijalani secara konsisten oleh pemerintahan selanjutnya, tentu saja DBON akan menjadi momentum ‘kebangkitan’ dunia olah raga kita.

Namun, dari kajian ilmiah yang dilakukan SPLISS (Sports Policy factors Leading to International Sporting Success), diketahui bahwa sebuah peta jalan dan program pengembangan olah raga perlu didukung 9 pilar atau faktor pendukung (Model SPLISS).

Sembilan pilar dalam Model SPLISS disarikan dari sekitar 100 Critical Success Factors (CSF) yang telah diidentifikasi sebagai pendorong utama keberhasilan kebijakan di bidang olahraga.

Model SPLISS telah banyak digunakan oleh negara-negara di seluruh dunia untuk mengevaluasi kebijakan olahraga.

Model ini didasarkan pada tinjauan literatur ekstensif selama 40 tahun, sebuah tolok ukur di lebih dari 20 negara termasuk survei dengan atlet, pelatih, dan direktur kinerja.

Kesembilan pilar yang ada dalam Model SPLISS adalah, pertama, dukungan keuangan. Hasil studi SPLISS menunjukkan bahwa negara-negara yang lebih banyak berinvestasi dalam olahraga menciptakan lebih banyak peluang bagi atlet untuk mencapai kesuksesan.

Kedua adalah tata kelola, struktur dan organisasi. SPLISS menemukan bahwa jumlah sumber daya yang dicurahkan untuk olahraga adalah penting.

Namun, yang juga penting adalah tata kelola organisasi olahraga dengan deskripsi tugas dan peran yang jelas, berdaya guna dan berhasil guna dengan sasaran dan tolak ukur yang jelas.

Ketiga, partisipasi masyarakat. Ini penting karena sebagian besar atlet berprestasi lahir dari anak muda berbakat di masyarakat akar rumput.

Keempat, identifikasi bakat dan sistem pengembangan. Banyak negara memiliki inisiatif pengembangan bakat dan menyiapkan program pelatihan dan kompetisi agar para atlet dapat mengembangkan karir olahraga.

Kelima, dukungan bagi atlet dan pascakarir. Berbagai negara memberikan dukungan keuangan bagi atlet untuk memenuhi biaya hidup mereka dan mempersiapkan kehidupan setelah karirnya di olahraga.

Keenam, penyediaan fasilitas pelatihan. Selain menyediakan sarana, prasarana dan peralatan pelatihan, pemerintah di banyak negara menjalin kerja sama dengan universitas, petugas medis olahraga, ilmuwan olahraga untuk mengadopsi iptek untuk kemajuan olahraga.

Ketujuh, pelatihan dan pengembangan pelatih. Pengalaman berbagai negara membuktikan bahwa kualitas dan organisasi sistem sertifikasi pelatihan, ketentuan pelatihan untuk pelatih dan tingkat komitmen waktu dan sumber daya yang dapat diberikan pelatih, sangat menunjang pencapaian prestasi atlet.

Kedelapan, kompetisi (inter) nasional. Penyelenggaraan kompetisi olahraga (inter) nasional memiliki efek positif pengayaaan pengalaman bertanding dan keberhasilan atlet di ajang internasional.

Kesembilan, penelitian ilmiah, inovasi dan teknologi. Sejalan dengan kemajuan iptek negara-negara mengambil pendekatan terkoordinasi untuk mengadopsi iptek dalam proyek-proyek olahraga yang inovatif.

Begitulah penerapan Model SPLISS di berbagai negara yang terbukti sukses mengembangkan olahraga sebagai kompetisi, olahraga sebagai industri dan olahraga untuk kesehatan warga.

Sembari bercermin pada pengalaman Thailand dan negara-negara lain yang menerapkan Model SPLISS, mudah-mudahan Indonesia semakin bisa mewujudukan DBON secara konsisten, berkualitas dan berkelnjutan.

Hanya dengan cara itu, para atlet kita akan semakin mampu berprestasi berbagai perhelatan olahraga, baik di tingkat regional seperti SEA Game, maupun di tingkat international seperti Olimpiade. 

https://www.kompas.com/sport/read/2022/05/30/142529367/prestasi-atlet-indonesia-di-sea-games-2021-dan-desain-besar-olahraga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke