Fatahillah diangkat oleh Sultan Trenggana sebagai wakil Sultan Demak yang memerintah di Jayakarta, pasangan Maulana Hasanuddin memerintah di Banten.
Portugis menganggap perkembangan Aceh sebagai ancaman. Oleh karena itu, Portugis berupaya menghancurkannya.
Pada 1523, Portugis melakukan serangan ke Aceh yang dipimpin oleh Henrigues dan di tahun 1524 dipimpin oleh de Sauza.
Baca juga: Perlawanan Kolonialisme dan Imperialisme: Maluku Angkat Senjata
Namun, semua serangan berhasil dipatahkan. Portugis tidak menyerah dan terus berusaha mencari cara untuk melemahkan kedudukan Aceh. Sehingga, kapal-kapal Portugis terus mengganggu kapal-kapal dagang Aceh.
Tindakan semena-mena Portugis menimbulkan perlawanan pihak Aceh. Sebagai persiapan untuk menyerang Portugis, Sultan Alaudin Riayat Syah (1537-1568) mulai mempersenjatai kapal-kapal dagangnya dengan meriam dan prajurit terlatih, membeli persenjataan dari Calicut (India) dan Jepara, menyewa tentara bayaran, dan mendatangkan ahli-ahli perang dari Turki pada tahun 1567.
Setelah semua persiapan selesai, Aceh melakukan serangan terhadap Portugis di Malaka, yang bersekutu dengan Johor. Namun Portugis berhasil selamat dan melakukan serangan balik pada 1569. Serangan balik tersebut dapat dipatahkan pasukan Aceh.
Sultan Iskandar Muda (1607-1636) tercatat sebagai penguasa terbesar Kesultanan Aceh. Di bawah kepemimpinannya, Aceh melakukan serangan terhadap kedudukan Portugis sebanyak dua kali.
Serangan pertama terjadi pada tahun 1615, sedangkan serangan kedua terjadi tahun 1629. Pada serangan kedua, armada laut Aceh mengalami kekalahan besar di Pelabuhan Malaka.
Baca juga: Ciri Perlawanan Bangsa Indonesia pada Abad Ke-19
Akibat monopoli perdagangan rempah-rempah oleh Portugis, rakyat Ternate hidup sengsara. Akibatnya, rakyat Ternate dipimpin oleh Dajalo pada tahun 1533 melakukan perlawanan terhadap Portugis.
Pada awalnya, rakyat Ternate meraih kemajuan besar, namun kemudian berbalik terdesak setelah Portugis mendapat bantuan pasukan dari Malaka.
Kemudian penyerangan kembali terjadi karena Portugis sering melakukan pemerasan. Kali ini perlawanan dipimpin oleh Sultan Khairun atau Hairun.
Melalui tipu muslihat, orang Portugis berhasil membunuh Sultan Khairun dalam suatu perundingan.
Meskipun demikian, perlawanan rakyat Ternate terus berlanjut di bawah pimpinan Sultan Baabullah penerus takhta Ternate pada tanggal 28 Desember 1577. Sultan Baabullah berhasil mengusir Portugis dari negerinya.
Baca juga: Perlawanan terhadap Kolonialisme Melalui Karya Sastra
Sultan Agung Senapati ing Alaga Ngabdurrahman (1613-1645) memiliki cita-cita mempersatukan seluruh Jawa di bawah kendali Mataram dan mengusir VOC dari Jawa.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, Sultan Agung bermaksud membendung usaha-usaha VOC menjalankan penetrasi politik dan monopoli perdagangan. Salah satu upayanya adalah menghancurkan loji VOC di Jepara pada tanggal 18 Agustus 1618.