KOMPAS.com - Menhir merupakan salah satu peninggalan zaman Megalitikum.
Peninggalan ini banyak ditemukan di kawasan Sumatera Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Pasemah (Sumatera Selatan), Lampung, Kosala, Lebak Sibedug, Leles, Karang Muara, dan daerah lainnya.
Bangunan berupa batu tegak atau tugu yang berfungsi sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang yang telah meninggal disebut menhir.
Menurut H. A. Kholiq Arif dan Otto Sukatno dalam buku Mata Air Peradaban: Dua Milenium Wonosobo (2010), menhir berasal dari kata men dan hir.
Men berarti batu, dan hir artinya berdiri. Jadi, menhir adalah batu berdiri yang biasanya digunakan untuk pemujaan terhadap arwah atau sebagai penolak bahaya yang mengancam.
Biasanya menhir, berupa pahatan batu berbentuk silinder (bulat dan panjang) yang terbuat dari batu monolit.
Baca juga: Punden Berundak: Pengertian, Fungsi, dan Ciri-cirinya
Dilansir dari buku Ensiklopedia Zaman Prasejarah (2010) oleh Etty Sugiarti, menhir didirikan sebagai bentuk peringatan dan untuk melambangkan kekuasaan arwah nenek moyang.
Oleh sebab itu, menhir digunakan menjadi benda pemujaan.
Dikutip dari jurnal Watu Lawang sebagai Peninggalan Megalitikum di Desa Banyuputih, Wringin, Bondowoso: Kajian tentang Sejarah, Bentuk, dan Potensinya sebagai Sumber Belajar Sejarah di SMA (2019) oleh Syamsia Dwi Wulandari dkk, menhir menjadi salah satu benda buatan manusia yang digunakan sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang.
Menhir juga sering digunakan sebagai penolak bahaya, dan tempat untuk memeringati seseorang, terutama kepala suku, yang telah meninggal.
Jika disimpulkan, fungsi menhir adalah: