KOMPAS.com - Teori labeling pertama kali dikemukakan oleh Edwin M. Lemert. Dalam konteks sosial, labeling dikaitkan dengan pemberian label atau cap kepada orang lain.
Sering kali pemberian label itu berkonotasi negatif dengan memberi predikat buruk kepada orang lain. Akibatnya orang yang dilabeli predikat itu mempunyai citra buruk di hadapan publik atau masyarakat dan merasa tidak percaya diri.
Apa itu teori labeling?
Seperti dikutip dalam buku Pengendalian Masalah Sosial Melalui Kearifan Lokal (2015) karya Masrizal, Edwin M. Lemert mendefinisikan teori labeling adalah teori tentang seseorang jadi menyimpang karena adanya proses labeling oleh masyarakat.
Bisa dikatakan orang yang mendapat label atau cap dari masyarakat, khususnya yang berkonotasi negatif, akan jadi menyimpang sesuai dengan label tersebut. Labeling dapat berupa julukan, cap atau etiket yang ditujukan kepada seseorang.
Menurut Mac Aditiawarman dalam buku Hoax dan Hate Speech di Dunia Maya (2019), konsep dalam teori labeling menekankan pada dua hal, yakni alasan dan bagaimana seseorang diberikan label oleh masyarakatnya, serta apa pengaruhnya bagi orang tersebut.
Baca juga: Teori Konsumsi Menurut John Maynard Keynes
Dilansir dari situs UK Essays, pemberian label, baik untuk individu ataupun kelompok, jelas membawa berbagai dampak ke pihak itu sendiri. Jika labeling-nya berkonotasi negatif, maka dampaknya akan bersifat negatif.
Dampak tersebut di antaranya:
Labeling jelas memberi dampak ke mental orang yang diberi label. Misalnya kehilangan kepercayaan diri, merasa selalu dipandang sebelah mata, selalu berpikir negatif, dan lain sebagainya.
Labeling membuat pihak yang diberi label akan merasa diasingkan atau dianggap tidak ada. Hal ini bisa terjadi karena label itu akan membatasi interaksi serta hubungan sosial antara yang diberi label dengan masyarakat sekitarnya.
Labeling secara negatif dapat membuat pihak yang diberi label terus menerus berbuat hal yang sama atau terus menyimpang.
Labeling negatif secara terus menerus akan melahirkan stigma buruk untuk pihak yang diberi label. Akibatnya orang itu akan semakin dikucilkan dari kehidupan sosial.
Pada dasarnya, labeling yang bersifat negatif akan membawa dampak buruk. Sedangkan labeling yang sifatnya postif bisa membawa dampak baik bagi pihak yang diberi label. Orang cenderung akan melakukan hal yang sama ketika diberi label positif, sehingga secara terus menerus ia akan berbuat demikian.
Baca juga: Teori Perkembangan Wilayah Berdasarkan Geografi
Agar lebih mudah memahaminya, mari kita simak beberapa contoh labeling di bawah ini: