Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teori Labeling: Pengertian, Dampak, dan Contohnya

Kompas.com - 20/08/2021, 15:15 WIB
Vanya Karunia Mulia Putri ,
Serafica Gischa

Tim Redaksi

Sumber UK Essays

KOMPAS.comTeori labeling pertama kali dikemukakan oleh Edwin M. Lemert. Dalam konteks sosial, labeling dikaitkan dengan pemberian label atau cap kepada orang lain.

Sering kali pemberian label itu berkonotasi negatif dengan memberi predikat buruk kepada orang lain. Akibatnya orang yang dilabeli predikat itu mempunyai citra buruk di hadapan publik atau masyarakat dan merasa tidak percaya diri.

Apa itu teori labeling?

Pengertian teori labeling

Seperti dikutip dalam buku Pengendalian Masalah Sosial Melalui Kearifan Lokal (2015) karya Masrizal, Edwin M. Lemert mendefinisikan teori labeling adalah teori tentang seseorang jadi menyimpang karena adanya proses labeling oleh masyarakat.

Bisa dikatakan orang yang mendapat label atau cap dari masyarakat, khususnya yang berkonotasi negatif, akan jadi menyimpang sesuai dengan label tersebut. Labeling dapat berupa julukan, cap atau etiket yang ditujukan kepada seseorang.

Menurut Mac Aditiawarman dalam buku Hoax dan Hate Speech di Dunia Maya (2019), konsep dalam teori labeling menekankan pada dua hal, yakni alasan dan bagaimana seseorang diberikan label oleh masyarakatnya, serta apa pengaruhnya bagi orang tersebut.

Baca juga: Teori Konsumsi Menurut John Maynard Keynes

Dampak pemberian label

Dilansir dari situs UK Essays, pemberian label, baik untuk individu ataupun kelompok, jelas membawa berbagai dampak ke pihak itu sendiri. Jika labeling-nya berkonotasi negatif, maka dampaknya akan bersifat negatif.

Dampak tersebut di antaranya:

  • Berpengaruh ke mental

Labeling jelas memberi dampak ke mental orang yang diberi label. Misalnya kehilangan kepercayaan diri, merasa selalu dipandang sebelah mata, selalu berpikir negatif, dan lain sebagainya.

  • Membuat pihak yang diberi label semakin merasa diasingkan

Labeling membuat pihak yang diberi label akan merasa diasingkan atau dianggap tidak ada. Hal ini bisa terjadi karena label itu akan membatasi interaksi serta hubungan sosial antara yang diberi label dengan masyarakat sekitarnya.

  • Menyimpang secara terus menerus

Labeling secara negatif dapat membuat pihak yang diberi label terus menerus berbuat hal yang sama atau terus menyimpang.

  • Menciptakan stigma buruk

Labeling negatif secara terus menerus akan melahirkan stigma buruk untuk pihak yang diberi label. Akibatnya orang itu akan semakin dikucilkan dari kehidupan sosial.

Pada dasarnya, labeling yang bersifat negatif akan membawa dampak buruk. Sedangkan labeling yang sifatnya postif bisa membawa dampak baik bagi pihak yang diberi label. Orang cenderung akan melakukan hal yang sama ketika diberi label positif, sehingga secara terus menerus ia akan berbuat demikian.

Baca juga: Teori Perkembangan Wilayah Berdasarkan Geografi

Contoh labeling

Agar lebih mudah memahaminya, mari kita simak beberapa contoh labeling di bawah ini:

  1. Anak yang tidak sengaja mengambil barang milik temannya dicap ‘pencuri’.
  2. Remaja yang sekali melanggar peraturan diberi label sebagai ‘anak bandel’.
  3. Mahasiswa yang rajin mengerjakan tugas, dilabeli sebagai ‘anak rajin’.
  4. Seorang pekerja selalu menyelesaikan pekerjaannya sesuai waktu yang diberikan, sehingga ia dilabeli ‘pekerja keras yang rajin’.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com