KOMPAS.com - Beksan Lawung Ageng atau tari Lawung Ageng sebuah tarian yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana I.
Beksan Lawung Ageng menjadi salah satu tarian pusaka Keraton Yogyakarta dan merujuk pada bentuk ritual kenegaraan.
Dilansir dari situs resmi Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Beksan Lawung Ageng menggambarkan adu ketangkasan prajurit bertombak.
Hal tersebut terinspirasi dari perlombaan Watangan yang sudah dilakukan sejak zaman dahulu. Dalam perlombaan tersebut, seorang prajurit akan berkuda sembari membawa tombak berujung tumpul disebut lawung.
Lawung ini digunakan untuk menyerang dan menjatuhkan lawan. Perlombaan ini sering dilakukan di Alun Alun Utara dengan iringan gamelan Kiai Guntur Laut.
Baca juga: Tari Manduda, Menceritakan Kehidupan Petani di Sumatera Utara
Dalam tari Lawung Ageng ini menggambarkan bagaimana prajurit-prajurit keraton berlatih perang dan adu ketangkasan menggunakan tombak.
Gerakan-gerakan yang diberikan bernuansa heroik, patriotik, dan maskulin. Tak hanya sekadar menyajikan sebuah tarian, Beksan Lawung Ageng juga memberikan dialog dengan bahasa Jawa, Melayu, dan Madura.
Sampai saat ini Beksan Lawung Ageng menjadi tarian khusus, bagian dari upacara kenegaraan. Beksan Lawung Ageng biasa dipentaskandalam perayaan pernikahan agung putra-pitri Sultan di Kepatihan.
Para penari akan ikut serta dalam kirab pengantin dan keraton menuju Kepatihan. Mereka akan mengendarai kuda yang dikawal oleh Bregada Wirabraja dan diiringi gamelan Kiai Guntur Sari.
Pada masa lalu, Sultan tidak menghadiri pesta pernikahan putra-putrinya di Bangsal Kepatihan. Sebagai gantinya, Sultan menggelar Beksan Lawung Ageng yang setara kehadirannya dengan Sultan.
Baca juga: Tari Serampang Dua Belas, Mengisahkan Cinta Pandangan Pertama
Dalam Beksan Lawung Ageng terdapat lima peran penting, yaitu:
Dalam jurnal Beksan Lawung Ageng pada Upacara Pernikahan Agung Kraton Yogyakarta (2016) oleh R.M Kusmahardika, busana dalam Beksan Lawung Ageng memiliki arti penting.
Busana tarian memang cukup sederhana, mulai dari tutup kepala, kain batik, kain cinde untuk celana, sampur, lonthong, kaweng, bara, serta aksesori lain seperti sumping, kalung, buntal, kelat, dan lainnya.
Namun, terdapat perbedaan motif batik untuk tiap-tiap peran. Kain batik motif parang rusak barong ceplok gurdha untuk penari botoh.
Baca juga: Tari Tanggai, Tarian Menyambut Tamu di Sumatera Selatan
Motif parang rusak barong ceplok gurdha dengan ukuran lebih kecil untuk peran lurah. Penari ploncon memakai kain bermotif parang seling. Motif batik kawung untuk penari jajar dan kalangan terbatas di dalam keraton.
Untuk para salaotho menggunakan corak batik dari daerah lain seperti kain bangbangan dari madura. Sedangkan untuk rias tradisi disesuaikan dengan karakter masing-masing peran.
Setelah berbagai upacara perkawinan selesai dilaksanakan di kraton, dilanjutkan prosesi arak-arakan dari kraton menuju kepatihan.
Urutan iring-iringan, yaitu:
Baca juga: Tari Tabuik, Tarian Tradisional di Sumatera Barat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.