Sistem kerja paksa Jepang yang disebut romusa jauh lebih brutal jika dibandingkan sistem tanam paksa Kolonial.
Pada masa pendudukan Jepang, tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia merosot drastis.
Kelangkaan kebutuhan sehari-hari dan kelaparan sudah menjadi berita sehari-hari. Ciri utama sistem ekonomi perang adalah keterisolasian dari dunia luar.
Ekonomi yang sebelumnya sangat terbuka dan terintrasi dengan dunia luar menjadi tertutup. Alat transportasi laut dimobilisasi untuk tujuan perang.
Pada masa itu terjadi kerusakan-kerusakan sarana dan prasaran produksi. Sebagian karena politik bumi hangus Belanda dan sebagian karena tida adanya pemeliharaan yang memadai.
Pada awal pendudukan, Jepang berusaha memperbaiki ekonomi Indonesia yang hancur.
Karena saat Jepang berusahan merebut dari Belanda. Belanda memilih membumihanguskan obyek-obyek vital.
Ini dilakukan agar Jepang kesulitan mengambil alih Indonesia. Sarana-sarana yang coba diperbaiki seperti transportasi, telekomunikasi, dan bangunan-bangunan publik.
Baca juga: Latar Belakang Pendudukan Jepang di Indonesia
Jepang mengeluarkan undang-undang No 322/1942 yang menyatakan bahwa gunseikan (kepala militer) langsung mengawasi perkebunan kopi, kina, karet, dan teh.
Bagi Jepang hanya sedikit komoditas yang bisa berguna menunjang perang.
Kopi, teh, dan tembakau diklasifikasikan sebagai barang yang kurang berguna bagi perang.
Komoditas yang dipaksa Jepang untuk ditanam adalah karet, kina, gula, dan beras.
Pada pendudukan Jepang, tidak hanya sandang, pangan atau pakaian menjadi masalah. Banyak rakyat yang tidak mempunyai pakaian layak.
Sebelumnya untuk sandang sangat tergantung impor dari Belanda.
Untuk mengatasi kekurangan sangat, Jepang memaksa petani menanam kapas dan membuka usaha konveksi.
Baca juga: Jepang Siapkan Penyederhanaan Pelaksanaan Olimpiade Tokyo