Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrasi Liberal (1949-1959): Pengertian, Ciri-Ciri, dan Kegagalannya

Kompas.com - Diperbarui 08/02/2022, 18:23 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

KOMPAS.com - Pada 1949 hingga 1959, Indonesia menjalani Demokrasi Liberal.

Konsep liberalisme yang berkembang saat itu diadopsi demi dijalankannya demokrasi yang bebas di Indonesia.

Sayangnya, model demokrasi itu tak berhasil karena sangat beragamnya pandangan dan aspirasi masyarakat Indonesia saat itu.

Berikut penjelasannya seperti dilansir dari Demokrasi Liberal (1950-1959) dan Demokrasi Terpimpin (1959-1966) (2018).

Pengertian dan karakteristik Demokrasi Liberal

Apakah yang dimaksud dengan demokrasi liberal? Demokrasi liberal adalah demokrasi yang memberi kebebasan seluas-luasnya kepada warganya.

Baca juga: Periode Demokrasi Indonesia: Karakteristik dan Peralihannya

Dalam hal politik, ciri-ciri demokrasi libreal adalah tidak adanya batasan bagi tiap individu atau golongan untuk berserikat.

Demokrasi kala ini ditandai dengan banyaknya partai politik. Pada Pemilu 1955, ada 172 partai politik yang bertanding.

Tidak ada partai yang paling unggul. Namun empat partai dengan perolehan suara terbesar yakni:

  1. Partai Nasional Indonesia (PNI) (22,3 persen)
  2. Masyumi (20,9 persen)
  3. Nahdlatul Ulama (NU) (18,4 persen)
  4. Partai Komunis Indonesia (PKI) (15,4 persen)

Kegagalan Demokrasi Liberal

Kondisi ini menyebabkan partai-partai dengan ideologi yang berbeda saling bersaing untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan programnnya.

Kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai (kabinet formatur).

Baca juga: Demokrasi Indonesia Periode Parlementer (1949-1959)

Presiden Soekarno membacakan Dekrit 5 Juli 1959Kementerian Penerangan Presiden Soekarno membacakan Dekrit 5 Juli 1959
Bila salah satu partai mundur, maka akan terjadi krisis kabinet.

Presiden hanya menunjuk seseorang, umumnya ketua partai, untuk membenruk kabinet. Setelah kabinet terbentuk, maka kabinet dilantik oleh presiden.

Demokrasi Liberal kerap disebut sebagai sebagai Demokrasi Parlementer.

Ini karena kabinet bertanggung jawab pada parlemen. Sehingga jatuh bangun kabinet tergantung dari parlemen.

Akibatnya, kabinet sering berganti. Usia kabinet yang pendek menyebabkan program tidak bisa berjalan optimal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com