KOMPAS.com - Pada 1949 hingga 1959, Indonesia menjalani Demokrasi Liberal.
Konsep liberalisme yang berkembang saat itu diadopsi demi dijalankannya demokrasi yang bebas di Indonesia.
Sayangnya, model demokrasi itu tak berhasil karena sangat beragamnya pandangan dan aspirasi masyarakat Indonesia saat itu.
Berikut penjelasannya seperti dilansir dari Demokrasi Liberal (1950-1959) dan Demokrasi Terpimpin (1959-1966) (2018).
Apakah yang dimaksud dengan demokrasi liberal? Demokrasi liberal adalah demokrasi yang memberi kebebasan seluas-luasnya kepada warganya.
Baca juga: Periode Demokrasi Indonesia: Karakteristik dan Peralihannya
Dalam hal politik, ciri-ciri demokrasi libreal adalah tidak adanya batasan bagi tiap individu atau golongan untuk berserikat.
Demokrasi kala ini ditandai dengan banyaknya partai politik. Pada Pemilu 1955, ada 172 partai politik yang bertanding.
Tidak ada partai yang paling unggul. Namun empat partai dengan perolehan suara terbesar yakni:
Kondisi ini menyebabkan partai-partai dengan ideologi yang berbeda saling bersaing untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan programnnya.
Kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai (kabinet formatur).
Baca juga: Demokrasi Indonesia Periode Parlementer (1949-1959)
Presiden hanya menunjuk seseorang, umumnya ketua partai, untuk membenruk kabinet. Setelah kabinet terbentuk, maka kabinet dilantik oleh presiden.
Demokrasi Liberal kerap disebut sebagai sebagai Demokrasi Parlementer.
Ini karena kabinet bertanggung jawab pada parlemen. Sehingga jatuh bangun kabinet tergantung dari parlemen.
Akibatnya, kabinet sering berganti. Usia kabinet yang pendek menyebabkan program tidak bisa berjalan optimal.