Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerja Rodi dan Romusha, Kerja Paksa Zaman Penjajahan

Kompas.com - 08/01/2020, 09:00 WIB
Ari Welianto

Penulis

Sumber Britannica

Proses pembangunan jalan raya Anyer hingga Panarukan pada 1809 banyak memakan korban jiwa mencapai 12.000 jiwa.

Ribuan pekerja yang kehilangan nyawa dalam periode kerja paksa, setelah dua tahap pembangunan. Sebelumnya dilakukan pekerjaan kontruksi biasa lalu dilanjutkan pasukan zeni kumpeni.

Baca juga: Jalan Daendels Siap Jadi Jalur Alternatif Mudik Pantai Selatan Jawa

Kerja rodi dilaksanakan setelah kumpeni kehabisan biaya untuk membayar tentara dan pekerja profesional.

Pelibatan militer sebelumnya dipilih oleh Pemerintah Hindia Belanda. Karena jalan yang dibangun melewati perbukitan dan pegunungan batu, sehingga butuh peralatan seperti meriam untuk meratakan.

Laporan jurnalistik Kompas dalam buku Ekspedisi Anjer-Panaroekan (2008), pembangunan jalan yang menghubungkan ujung barat dan timur Jawa ini untuk memenuhi kepentingan pertahanan militer semata.

Pembangunan jalan ini juga berfungsi memenuhi kepentingan ekonomi. Karena Daendels mengintruksikan kepada penduduk untuk mulai mengintensifkan pertanian dengan meremajakan tanaman agar penghasilan bertambah.

Adanya jalan yang dibangun maka pengangkutan berbagai produk komoditas hasil bumi dari pedalaman ke pantai semakin lancar. Selain itu berfungsi sebagai komunikasi yang saat itu dirasakan sangat bermanfaat.

Baca juga: Warga Blokade Jalan Daendels, Dua Sekolah Diliburkan

Romusha

Kerja romusha terjadi masa penjajahan Jepang dari tahun 1942 hingga 1945. Sama dengan kerja rodi, romusha juga membuat rakyat menjadi seksaran dan banyak jatuh korban jiwa.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), romusha adalah orang-orang yang dipaksa bekerja berat pada zaman pendudukan Jepang.

Awal romusha

Awal kedatangan Jepang ke Indonesia disambut baik oleh rakyat dan pejuang kemerdekaan. Karena dianggap membantu dalam mengusir Kolonial Belanda.

Namun Jepang berbuat licik dan kejam. Jepang mengeruk sumber daya alam yang ada di Indonesia dan dipakai untuk membiayai perang.

Wilayah yang dikuasai cukup luas membuat Jepang memerlukan tenaga besar. Tenaga dibutuhkan untuk membangun kubu pertahanan, lapangan udara darurat, gedung bawah tanah, jalan raya, dan jembatan.

Tenaga kerja diambil dari penduduk Indonesia dan disebar ke berbagai wilayah. Banyak pekerja romusha yang kondisinya menyedihkan dan jatuh korban jiwa.

Baca juga: Jalan Pos Pengumben Ambles, Banyak Pengendara Kecelakaan

Pekerja romusha tidak hanya laki-laki, tapi juga perempuan yang dijadikan sebagai pekerja penghibur. Pada 1943, romusha semakin di eksploitasi oleh Jepang yang kalah pada perang Pasifik.

Jepang menjadikan romusha sebagai tenaga swasembada untuk membantu perang secara langsung.

Berdampak negatif

Romusha memberikan dampak mendalam bagi bangsa Indonesia meski Jepang hanya sebentar menjajah.

Banyak pekerja yang sangat menderita, kelelahan, kelaparan, kurus, miskin, terserang penyakit hingga meninggal. Karena adanya pengawasan dan siksaan yang kejam tidak berperikemanusiaan.

(Sumber: Palupi Annisa Aulia | Editor: Hilda B Alexander)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com