Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Organisasi Sosial Kemasyarakatan Bentukan Jepang

Jepang membentuk sejumlah organisasi sosial kemasyarakatan yang punya tugas berbeda-beda. Ada enam organisasi yang cukup besar anggotanya kala itu. Organisasi sosial kemasyarakat bentukan Jepang di antaranya:

  • Gerakan Tiga A
  • Putera
  • Fujinkai
  • Jawa Hokokai
  • MIAI
  • Masyumi

Di masa penjajahan Hindia Belanda, organisasi sosial diprakarsai para tokoh pergerakan nasional. Namun di era pendudukan Jepang, organisasi dibentuk serta dikendalikan Jepang.

Kendati demikian, para tokoh pergerakan seperti Soekarno dan Mohammad Hatta mau bekerja sama dengan Jepang. Mereka yakin sikap kooperatif adalah langkah terbaik ketika perang.

Berikut penjelasan masing-masing organisasi:

  1. Nippon Pelindung Asia
  2. Nippon Pemimpin Asia
  3. Nippon Cahaya Asia

Gerakan Tiga A didirikan pada tanggal 29 April 1942, tepat dengan Hari Nasional Jepang yakni kelahiran (Tencosetsu) Kaisar Hirohito.

Gerakan ini dipelopori oleh Kepala Departemen Propaganda (Sendenbu) Jepang, Hitoshi Shimizu. Hitoshi Shimizu menunjuk tokoh pergerakan nasional, Mr Syamsudin (Raden Sjamsoeddin) sebagai Ketua.

Gerakan ini meliputi berbagai bidang pendidikan. Bidang pendidikan dapat memenuhi sasaran untuk menampung pemuda-pemuda dalam jumlah besar.

Sekolah-sekolah berjalan menurut sistem pendidikan Jepang. Pendidikan ini berupa kursus kilat, setengah bulan, bagi remaja berusia 14-18 tahun. Cara pendidikannya cukup unik.

Peserta harus bangun pagi-pagi buta, kemudian berolah raga, masak di dapur, mengurus kebun, dan menyapu.

Memasuki siang hari, mereka berlatih olah raga Jepang seperti sumo, jiu jitsu, adu perang, dan sebagainya.

Mereka dilatuh untuk disiplin, sopan, dan tertib dalam pekerjaan. Malam harinya, mereka dilatih bahasa Jepang.

Ada juga subseksi Islam yang disebut Persiapan Persatuan Umat Islam. Subseksi Islam dipimpin oleh tokoh pergerakan Abikusno Cokrosuyoso.

Gerakan Tiga A (3A) tidak bertahan lama. Ini dikarenakan rakyat kurang bersimpati. Gerakan ini terlalu menonjolkan Jepang dan bukan gerakan kebangsaan.

Bagi golongan intelektual yang bergerak dalam politik Tiga A (3A), gerakan ini juga dianggap kurang menarik karena tidak ada manfaat dalam perjuangan mencapai cita-cita kemerdekaan.

Maka pada akhir 1942, Gerakan Tiga A (3A) dibubarkan.

Putera

Sebagai ganti Gerakan Tiga A yang dibubarkan karena tidak efektif, Jepang memprakarsai Pusat Tenaga Rakyat atau Putera. Putera dipimpin oleh tokoh nasional yang kerap dijuluki Empat Serangkai.

Empat Serangkai terdiri dari Soekarno, Moh Hatta, KH Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara.

Dengan restu Jepang, Putera pun didirikan pada 16 April 1943. Tujuan Putera adalah membangun dan menghidupkan kembali hal-hal yang dihancurkan Belanda.

Menurut Jepang, Putera bertugas untuk memusatkan segala potensi rakyat guna membantu Jepang dalam perang.

Selain tugas propaganda, Putera juga bertugas memperbaiki bidang sosial ekonomi.

Ada pimpinan pusat dan pimpinan daerah yang dibagi sesuai tingkatnya yakni syu, ken, dan gun.

Gerakan ini tidak dibiayai pemerintah Jepang. Walaupun demikian, para pemimpin bangsa diperbolehkan untuk menggunakan fasilitas Jepang seperti koran dan radio.

Dengan cara ini, para pemimpin dapat berkomunikasi secara leluasa kepada rakyat.

Pada akhirnya, gerakan ini ternyata berhasil mempersiapkan mental masyarakat untuk menyambut kemerdekaan dua tahun kemudian.

Jepang menyadari Putera lebih banyak menguntungkan bagi pegerakan nasional dibanding kepentingan Jepang sendiri. Maka pada 1944, Jepang membubarkan Putera.

Setelah Putera dibubarkan, Jepang mempertahankan bagian wanitanya. Bagian wanita itu dibuat organisasi sendiri pada Agustus 1943 bernama Fujinkai.

Selain beranggotakan para ibu, Fujinkai juga punya Bagian Pemudi yang bernama Josi Saimentai. Anggotanya para gadis yang berusia di atas 15 tahun.

Fujinkai bertugas meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Anggotanya menggelar kegitan pendidikan dan kursus-kursus.

Anggota Fujinkai dilatih membuat dapur umum dan pertolongan pertama. Mereka juga melakukan kinrohoshi atau kerja bakti (wajib kerja tanpa upah).

Para wanita dikerahkan bercocok tanam sebab para pria yang tadinya menggarap ladang, dikerahkan untuk urusan militer.

Anggota Fujinkai juga diminta mengumpulkan dana wajib. Dana wajib ini berupa perhiasan, bahan makanan, hewan ternak, maupun keperluan lain yang bisa digunakan untuk membiayai perang Jepang.

Ketika situasi perang memanas, Fujinkai juga diberi latihan militer sederhana.

Bahkan pada April 1944 Fujinkai membentuk Barisan Wanita Istimewa yang disebut sebagai Barisan Srikandi.

Jawa Hokokai

Pada 1944, Jepang mulai terhimpit dalam perang melawan negara-negara Barat. Sebagai pengganti Gerakan Tiga A dan Putera, Jepang membentuk Jawa Hokokai.

Dari Masa Pendudukan Jepang di Indonesia (2019) dijelaskan bahwa Jawa Hokokai atau Himpunan Kebaktian Jawa pada 8 Januari 1944. Jawa Hokokai dibentuk untuk menumbuhkan persatuan dan semangat rakyat.

Untuk menghadapi perang Jepang, rakyat diharapkan memberi darma baktinya. Kebaktian yang dimaksud berupa:

  1. Mengorbankan diri
  2. Mempertebal persaudaraan
  3. Melaksanakan suatu tindakan dengan bukti

Berbeda dengan Putera yang digerakkan oleh tokoh pergerakan nasional, Jawa Hokokai benar-benar organisasi resmi pemerintah.

Pimpinan pusat, Gunseikan, dipegang oleh orang Jepang. Pimpinan daerah dari daerah syu (dipimpin syukocan), desa (ku dipimpin kuco), hingga tingkat rukun tetangga (gumi), dipegang orang Jepang.

Soekarno dan Hasyim Asy'ari hanya berperan sebagai penasihat.

Program-program Jawa Hokokai yakni:

  1. Melaksanakan segala tindakan dengan nyata dan ikhlas demi pemerintah Jepang
  2. Memimpin rakyat untuk mengembangkan tenaganya berdasarkan semangat persaudaraan
  3. Memperkokoh pembelaan tanah air

Jawa Hokokai terdiri dari hokokai (himpunan kebaktian) sesuai dengan bidang profesi. Ada Kyoiku Hokokai (kebaktian para pendidik guru-guru) dan Izi Hokokai (wadah kebaktian para dokter).

Ada juga anggota istimewa Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan) dan Fujinkai.

MIAI

Jepang menghidupkan kembali MIAI, federasi ormas Islam yang didirikan oleh KH Mas Mansyur dan rekan-rekannya pada 1937 di Surabaya.

Pada Mei 1942, Kolonel Horie, pemimpin Bagian Pengajaran dan Agama yang dibentuk oleh Jepang mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemuka agama Islam dari seluruh Jawa Timur di Surabaya.

Horie ingin berkenalan dengan para pemuka agama Islam. Ia hendak meminta umat Islam tidak melakukan kegiatan politik.

Sebagai gantinya, Jepang mengarahkan ulama dan umat Islam mencurahkan kegiatan keagamaan dan keumatannya lewat organisasi.

MIAI bertujuan agar ormas-ormas Islam yang bernaung di bawahnya bisa memobilisasi umat untuk keperluan perang.

Jepang pun mengaktifkan kembali MIAI pada 4 September 1942. Markasnya di Surabaya dipindah ke Jakarta.

MIAI bertugas untuk:

  1. Menempatkan umat Islam pada kedudukan yang layak dalam masyarakat
  2. Indonesia.
  3. Mengharmoniskan Islam dengan tuntutan perkembangan zaman.
  4. Ikut membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.

MIAI membuat sejumlah program yang berfokus pada pergerakan Islam. Mereka berencana membangun Masjid Agung di Jakarta dan mendirikan universitas.

Namun Jepang tak menyutujuinya. Jepang hanya menyetujui rencana MIAI membentuk baitulmal atau lembaga pengelola amal.

Pada 1943, MIAI bahkan diperbolehkan menerbitkan majalahnya yaitu Soeara MIAI. MIAI pun mendapat simpati yang luar biasa dari umat Islam.

Melihat hal itu, Jepang menjadi waspada terhadap perkembangan MIAI. Dana yang terkumpul di Baitulmal disalurkan ke umat alih-alih diserahkan ke Jepang.

Jepang melihat MIAI tidak berbahaya, namun MIAI juga tidak berkontribusi terhadap perang Jepang.

MIAI akhirnya dibubarkan pada November 1943 dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).

Masyumi

Masyumi didirikan pada November 1943. Ketua Pengurus Besarnya KH Hasyim Asy'ari. Wakilnya dari Muhammadiyah antara lain KH Mas Mansyur, KH Farid Ma’ruf, KH Mukti, KH Wahid Hasyim, dan Kartosudarmo.

Sementara Wakil Masyumi dari Nahdatul Ulama yakni KH Nachrowi, Zainul Arifin, dan KH Muchtar.

Masyumi berkembang dengan cepat karena di setiap karesidenan ada cabangnya. Tugas Masyumi di antaranya meningkatkan hasil bumi dan mengumpulkan dana.

Masyumi jadi wadah bertukar pikiran antara tokoh-tokoh Islam sekaligus menjadi tempat penampungan keluh kesah rakyat.

Masyumi juga berani menolak budaya Jepang yang tak sesuai dengan ajaran Islam. Salah satunya yakni seikerei atau posisi membungkuk 90 derajat ke arah Tokyo.

Ayah Buya Hamka, Abdul Karim Amrullah menolak sebab umat Islam hanya melakukan posisi itu ketika rukuk saat shalat dan menghadap kiblat.

https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/14/200000169/organisasi-sosial-kemasyarakatan-bentukan-jepang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke