Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Peran Uwi dalam Mendukung Diversifikasi Pangan Nasional

Kompas.com - 03/04/2024, 15:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh : Syaiful Azhary dan Fauziah

KARAKTERISTIK morfologi umbi Dioscorea spp. (yang lebih dikenal dengan sebutan uwi, gadung, gembili dan lain-lain oleh masyarakat) sangat bervariasi baik antar jenis, maupun antar varietas pada jenis yang sama. 

Beberapa varietas Dioscorea berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut karena memiliki kandungan gizi yang cukup baik, didukung dengan tekstur umbi mulai berserat kasar hingga lembut, tingkat keempukan umbi sedang sampai tinggi, dan rasa umbi hambar hingga manis.

Gambaran Riset Dioscorea di BRIN

Dioscorea termasuk dalam suku Dioscoreaceae, merupakan salah satu tanaman umbi- umbian penting di dunia setelah kentang, ubi jalar, dan singkong yang memiliki variasi morfologi umbi cukup tinggi.

Salah satu kajian yang telah dilakukan pada uwi (D. alata) menunjukkan bahwa, uwi memiliki kelebihan yaitu kandungan proteinnya diketahui lebih tinggi dibandingkan ubi jalar, dan memiliki kandungan lemak yang rendah.

Kandungan karbohidrat uwi cukup tinggi, meskipun masih dibawah kentang, ubi jalar, dan singkong.

Selain itu, rendahnya kandungan gluten pada uwi, menyebabkan uwi juga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif yang pengganti tepung terigu yang rendah gluten.

Namun demikian, selain uwi juga terdapat jenis Dioscorea lain yang mengandung sianida (HCN) (salah satu senyawa toksik atau beracun) yang dapat mnyebabkan gangguan kesehatan pada manusia dan hewan jika dikonsumsi secara langsung atau masih mentah, misalnya pada D. hispida.

Masyarakat jawa menggunakan uwi sebagai bahan pangan tambahan pengganti beras di masa lalu. Namun, saat ini tanaman tersebut telah ditinggalkan dan menjadi tanaman minor sekalipun berpotensi besar sebagai sumber pangan alternatif.

Jenis-jenis Dioscorea di Jawa Timur memiliki keragaman varietas lokal yang cukup tinggi.Kajian riset dasar seperti karakterisasi morfologi, budidaya hingga seleksi varietas baru terbatas dilakukan pada jenis uwi, dan hingga saat ini riset terkait pengembangan uwi masih sangat terbatas.

Selain itu, merujuk pada data hasil kajian Fauziah dan Hapsari, periset BRIN, menyebutkan bahwa riset beberapa varietas lokal Dioscorea lainnya, seperti D. esculenta (gembili), D. pentaphylla (uwi sosohan), D. bulbifera (uwi gantung), dan D. hispida (gadung) yang berasal dari Kabupaten Pasuruan dan dikonservasi di Kawasan Koleksi Ilmiah Kebun Raya Purwodadi-BRIN, baru terbatas sampai pada tahap karakterisasi saja.

Riset dasar yang dilakukan sejauh ini bertujuan untuk menginventarisasi keanekaragaman plasma nutfah Dioscorea spp. melalui kegiatan eksplorasi yang dilakukan dengan metode survei langsung (observasi) pada lokasi yang telah ditentukan.

Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan karakterisasi morfologi umbi Dioscorea dengan menggunakan panduan Descriptor for Yam, dan selanjutnya plasma nutfah ini di konservasi secara ex-situ di KKI Kebun Raya Purwodadi.

Kajian pengembangan pada Dioscorea juga dilakukan meskipun baru terbatas pada jenis uwi, diawali dengan kegiatan seleksi pada beberapa varietas lokal yang berpotensi berdasarkan karakter morfologi dan kandungan nutrisi.

Kajian pengembangan produk antara juga dilakukan dengan cara mengolah umbi hasil seleksi menjadi produk tepung yang kemudian dikembangkan untuk produk diversifikasi pangan.

Pengolahan produk untuk diversifikasi pangan tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi periset, karena masing-masing varietas memiliki keunggulan nutrisi yang berbeda-beda, sehingga perlu menyesuaikan varietas lokal tertentu yang memiiki kandungan nutrisi tinggi, namun juga dapat dikembangkan menjadi produk pangan yang bergizi.

Temuan Dalam Riset dan Peran Uwi dalam Diversifikasi Pangan Nasional

Sampai saat ini, uwi (D. alata) dan gadung (D. hipsida) merupakan jenis dioscorea yang masih banyak dijumpai di masyarakat, karena masyarakat lokal masih membudidayakan varietas lokal tersebut untuk konsumsi pribadi ketika musim kemarau.

Uwi legi dan uwi putih merupakan varietas lokal dari jenis D. alata yang cukup banyak dibudidayakan oleh masyarakat karena rasanya yang enak, dan memiliki nilai ekonomi dibanding varietas lokal lainnya.

Sedangkan varietas lokal dari D. hispida yang masih banyak dibudidayakan adalah gadung kripik dan gadung kuning, karena banyak diminati sebagai bahan baku pembuatan kripik gadung.

Keragaman D. esculenta dan D. bulbifera cenderung lebih sedikit karena kurang dimanfaatkan dan bernilai ekonomi dibanding umbi-umbian lainnya.

Selain itu, faktor masa panen yang cukup lama (8-9 bulan), juga menjadi penyebab menurunnya minat masyarakat untuk membudidayakan Dioscorea.

Karakteristik morfologi umbi Dioscorea spp. bervariasi berdasarkan ukuran, bentuk, maupun warna kulit dan daging umbi sesuai dengan jenis dan varietasnya.

Karakter vegetatif seperti batang, daun, bulbil, duri juga menjadi karakteristik yang turut menjadi pembeda antar varietas, bahkan antar jenis.

Meskipun masyarakat cenderung lebih sering membedakan varietas pada dioscorea berdasar bentuk umbi, warna kulit atau daging umbi, rasa maupun tekstur umbi setelah dimasak.

Pengolahan uwi di masyarakat masih dilakukan dengan cara cara tradisonal (konvensional) yaitu dengan cara dikukus, dibuat kolak, maupun digoreng.

Beberapa juga sudah melakukan pengembangan dengan membuat tepung dengan cara di parut dan direndam dengan air kapur untuk memisahkan parutan dengan lendirnya (gum) kemudian dikeringkan.

Pengembangan diversifikasi pangan masih sangat terbatas dan belum mengikuti tren saat ini. Selain itu, hasil kajian lain menyebutkan lendir dioscorea juga dapat dimanfaatkan sebagai pestisida yang ramah lingkungan.

Temuan pada hasil riset menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat yang rendah pada uwi (20-30 persen) dan serat yang tinggi dapat berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai pangan alternatif untuk diet rendah karbo, serta berpeluang menjadi pangan alternatif bagi penderita diabetes.

Selain itu, kandungan protein uwi yang lebih tinggi dibanding umbi-umbian komersil lainnya juga berpeluang menjadi pangan alternatif bagi orang-orang yang intoleran pada kacang- kacangan namun tetap harus memenuhi kebutuhan proteinnya.

Sedangkan rendahnya kandungan lemak dapat dimanfaatkan untuk pangan alternatif dalam program diet.

Dengan demikian, kandungan nutrisi yang baik pada beberapa varietas lokal uwi juga dapat dimanfaatkan dalam program diversifikasi pangan untuk mengurangi tingkat stunting di masyarakat.

Selain itu, peran pemerintah dalam mendukung diversifikasi pangan berbasis umbi-umbian minor juga perlu ditingkatkan, agar masyarakat kembali tertarik dan berminat dalam membudidayakan uwi dan mengembangkan lebih lanjut.

Produk antara seperti tepung pada uwi berpeluang untuk dikembangkan menjadi beberapa produk makanan dalam meningkatkan program diversifikasi pangan di masyarakat.

Selain itu, rendahnya nilai gluten pada tepung uwi dapat berpeluang dimanfaatkan untuk penderita intoleran gluten.

Meskipun pengembangan produk berbasis rendah gluten masih perlu dikaji lebih dalam lagi kedepannya. Setidaknya uwi memiliki peluang untuk pengembangan diversifikasi pangan berbasis umbi-umbian lokal yang kaya akan nutrisi.

*Syaiful Azhary (Pranata Humas Muda BRIN)

Fauziah (Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com