Lebih dari dua ratus misi telah berkontribusi terhadap populasi mikroba yang berbeda di stasiun ini dan ingin dilancak serta dipahami oleh NASA.
Dengan kondisi tersebut, ditambah lemahnya sistem kekebalan tubuh dan bakteri yang lebih agresif, bisa mengakibatkan flu biasa di luar angkasa menjadi jauh lebih buruk daripada yang dialami di Bumi.
Baca juga: Apakah Astronot di ISS Mengalami Siang dan Malam Seperti di Bumi?
Kru ISS juga berjuang melawan jamur.
Kelembaban yang tinggi, kurangnya gravitasi, serta lingkungan yang tertutup membuat jamur cenderung tumbuh lebih cept di ISS dibandingkan di Bumi.
Masalah ini memerlukan protokol pembersihan khusus dan mengarah pada penelitian tentang pertumbuhan mikroba di habitat tertutup.
Filter terus menerus membersihkan udara di dalam ISS, namun kru menggambarkan interiornya berbau seperti ozon, bubuk mesiu, antiseptik, sampah, bau badan, rumah sakit, roti panggang, logam yang terbakar, dan bahkan 'barbekyu yang tidak beres'.
Deskpripsi yang terakhir berasal dari astronot Inggris Tim Peake. Sistem pengelolaan limbah di stasiun juga berkontribusi terhadap bau tidak sedap yang menyebar ke seluruh laboratorium.
Namun seperti yang diklaim oleh astronot ESA Samantha Cristoforetti, Anda akan terbiasa setelah beberapa saat.
Baca juga: Makan Malam di Luar Angkasa Bisa Segera Terwujud, Seperti Apa?
Mengirimkan air ke ISS tidaklah murah dan mudah, sehingga perlu pemikiran yang tidak biasa dalam hal mendaur ulang air yang sudah ada.
Mengatasi kebutuhan air, astronot kemudian memproses keringat, napas dan urine untuk menghasilkan air minum.
Penurun kelembapan canggih dalam sistem menangkap kelembapan dari udara kabin, dan pengolah urine memulihkan air dari urine menggunakan distilasi vakum, sehingga memungkinkan untuk mendaur ulang air di ruang angkasa dan melakukannya secara efektif.
Sementara air dari kotoran tidak didaur ulang, tapi NASA sedang mengupayakan kemungkinan itu.
Kebakaran di luar angkasa berpotensi menjadi sangat berbahaya karena tidak adanya gravitasi, yang memengaruhi perilaku dan penyebaran api.
Untuk itu, ISS punya alat pemadam api khusus yang dirancang untuk gayaberat mikro, menggunakan campuran air atomisasi mikro dan gas nitrogen (atau lebih sederhananya, kabut air halus) untuk memadamkan api.
Baca juga: Mengagumkan, Foto Bumi di Malam Hari Ini Diambil Astronot dari ISS
Alat pemadam ini dapat digunakan dalam orientasi apa pun dan mencakup perpanjangan tongkat untuk menjangkau ruang terbatas, memastikan keselamatan kebakaran yang efektif di lingkungan stasiun yang unik.
Pengembangan alat pemadam ini merupakan upaya kolaboratif yang antara lain melibatkan ADA Technologies, Wyle, dan NASA. Alat pemadam tersebut mencapai ISS pada tahun 2016, menggantikan perangkat pencegah kebakaran CO2.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.