Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Nenek Moyang Manusia Memanen Hazelnut, Studi Ungkap

Kompas.com - 15/03/2024, 12:00 WIB
Monika Novena,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Nenek moyang manusia ternyata telah menikmati hazelnut dan menjadikannya sebagai sumber pangan yang berharga sejak ribuan tahun yang lalu.

Namun bagaimana mereka memanennya?

Baca juga: Mengapa Makan Kacang Bikin Sering Kentut?

Mengutip Popular Science, Kamis (7/3/2024) cara hazelnut dibudidayakan dan dipanen juga berevolusi seiring perubahan lanskap.

Dengan menggunakan analisis isotop karbon dalam jejak arkeologi hazelnut di Swedia peneliti kemudian menemukan bahwa kacang tersebut dipanen di lingkungan yang semakin terbuka.

Temuan ini pun memberikan gambaran yang lebih rinci tentang lanskap ketika aktivitas berburu dan meramu digantikan oleh pertanian.

Lanskap hutan yang berubah

Sekitar 14.000 SM, pencairan gletser secara perlahan memungkinkan tumbuhnya lebih banyak vegetasi menciptakan hutan terbuka dengan pohon pinus dan birch di area tersebut untuk pertama kalinya.

Lalu pada era Mesolitikum (sekitar 8000 SM) pohon hazel mulai menjadi salah satu spesies hutan dominan di seluruh bagian selatan Swedia dan menjadi bagian penting pada era Neolitikum sekitar 4000 SM karena mulainya pertanian.

“Pertanian dimulai di Swedia selatan dan menandai transisi ke daerah yang lebih terbuka dengan padang rumput,” kata Karl Ljung, rekan penulis studi paleoekologi di Lund University di Swedia.

Pohon hazel pun menjadi spesies penting di lanskap yang makin terbuka dan disukai orang-orang.

Seperti yang kita tahu,kacang merupakan sumber protein dan energi yang baik serta memiliki umur simpan yang lama. Cangkang hazelnut juga dapat digunakan sebagai bahan bakar.

Baca juga: Simpanse Gunakan Alat Batu yang Berbeda untuk Memecah Kacang

Lebih lanjut, melakukan analisis isotop stabil yang ada di situs arkeologi dapat memberikan para ilmuwan data berharga yang telah lama hilang.

“Tanaman bertindak sebagai kapsul waktu dari kondisi lingkungan yang mereka alami saat tumbuh,” kata Amy Styring, rekan penulis studi dan ahli kimia arkeologi di Universitas Oxford di Inggris.

Sehingga saat menemukan sisa-sisa tumbuhan di situs arkeologi, kandungan kimia dari sisa-sisa tumbuhan tersebut dapat memberi tahu kita tentang ketersediaan air, kesuburan tanah, dan intensitas cahaya di lokasi tumbuhnya tanaman tersebut.

"Ini berarti cangkang hazelnut yang ditemukan banyak ditemukan di situs arkeologi memberikan catatan seperti apa habitat orang-orang yang mencari hazelnut," papar Styring.

Hutan adalah tempat dinamis yang dibentuk oleh alam. Namun orang-orang juga mengubah bentang alamnya, bentuk yang paling dramatis adalah penebangan pohon untuk membuka lahan setelah pertanian meluas.

Dalam penelitian di masa depan, peneliti ingin melakukan pengamatan lebih mendalam mengenai hutan dan ekosistem di masa lalu supaya lebih memahami bagaimana manusia membentuk lingkungan dari waktu ke waktu.

Studi dipublikasikan 29 Februari di jurnal Frontiers in Environmental Archaeology.

Baca juga: Mitos dan Fakta Jerawat Menurut Medis, Salah Satunya akibat Makan Kacang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com