Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Migrasi Pengungsi: Memahami Tantangan dan Implikasi

Kompas.com - 18/08/2023, 12:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Inayah Hidayati

MIGRASI pengungsi (refugee) adalah hasil dari situasi yang sangat sulit di negara asal mereka. UNHCR menyebutkan bahwa 1 dari 74 orang di dunia dipaksa untuk meninggalkan rumah dan daerah asalnya.

Baca juga: Pola Migrasi Manusia Modern Leluhur Orang Indonesia, Benarkah Berasal dari Afrika?

Penganiayaan, konflik, dan kekerasan yang mereka hadapi mendorong mereka untuk mencari perlindungan di negara-negara lain yang diharapkan dapat memberikan keamanan dan kesempatan baru.

Mereka tidak hanya mencari tempat yang aman untuk tinggal, tetapi juga harapan untuk membangun kembali kehidupan mereka dengan martabat dan stabilitas.

Namun, migrasi pengungsi juga menghadirkan tantangan yang serius bagi negara-negara yang menerima mereka. Negara-negara tujuan harus mempersiapkan diri untuk menyambut dan mengintegrasikan pengungsi dengan baik dalam masyarakat.

Hal ini memerlukan kebijakan inklusif yang melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, lembaga internasional, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat sipil.

Baca juga: Migrasi Manusia Modern Indonesia Telah Berlangsung sejak 50.000 Tahun Lalu

Tulisan ini menjelaskan penyebab utama migrasi pengungsi, tantangan yang dihadapi oleh para pengungsi, dan pentingnya kebijakan inklusif untuk memfasilitasi integrasi mereka yang berhasil dalam masyarakat.

Penyebab migrasi pengungsi

Konflik bersenjata dan kekerasan merupakan pendorong utama aliran pengungsi. Penelitian yang dilakukan oleh Betts dan Collier (2017) menyoroti konflik bersenjata di negara-negara seperti Suriah, Afghanistan, dan Sudan Selatan sebagai faktor utama dalam migrasi pengungsi.

Konflik-konflik ini menciptakan suasana ketakutan dan ketidakamanan yang memaksa individu untuk mencari perlindungan dan keselamatan di tempat lain.

Selain itu, faktor ekonomi juga memainkan peran penting dalam migrasi pengungsi. Banyak pengungsi berasal dari negara-negara yang menderita kemiskinan dan akses terbatas terhadap layanan dasar, seperti pendidikan dan perawatan kesehatan.

Laporan Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR, 2019) menyebutkan bahwa kemiskinan dan kurangnya prospek ekonomi merupakan motivasi utama bagi individu untuk memulai perjalanan berisiko demi kehidupan yang lebih baik.

Keputusan untuk migrasi

Keputusan untuk bermigrasi sebagai pengungsi sering kali dipengaruhi oleh kombinasi faktor dorongan dan faktor tarik.

Baca juga: Lukisan Goa Tertua Sulawesi, Ungkap Migrasi Manusia Purba di Indonesia

Faktor dorongan mencakup kondisi dan keadaan yang memaksa individu untuk meninggalkan negara asal mereka, sementara faktor tarik adalah daya tarik dan peluang yang menarik mereka ke tujuan tertentu.

Studi Fargues (2017) menyoroti interaksi antara faktor dorongan (push factor) dan faktor tarik (pull factor) yang diadopsi dari konsep migrasi Lee (1966) dalam membentuk keputusan untuk bermigrasi.

Faktor-faktor dorongan seperti konflik, penganiayaan, dan kemiskinan dapat memaksa individu untuk mencari perlindungan dan kesempatan di tempat lain.

Namun, faktor tarik seperti peluang ekonomi, jaringan sosial yang ada di negara tujuan, dan kemungkinan reunifikasi keluarga juga memainkan peran penting dalam menarik individu ke tujuan migrasi tertentu.

Penting untuk memahami bahwa setiap keputusan migrasi individual dipengaruhi oleh kombinasi unik dari faktor-faktor ini, dan setiap situasi migrasi memiliki konteks yang berbeda.

Faktor dorongan dan faktor tarik dapat saling berinteraksi dan saling mempengaruhi dalam membentuk keputusan migrasi, dan pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor ini dapat membantu dalam merancang kebijakan yang lebih efektif terkait migrasi dan perlindungan pengungsi.

Tantangan dan implikasi

Setelah tiba di negara baru, pengungsi menghadapi sejumlah tantangan yang menghambat integrasi mereka. Kendala bahasa merupakan hambatan yang signifikan, membuat sulit bagi pengungsi untuk berkomunikasi dan mengakses layanan penting.

Baca juga: Tak Ada Pribumi, 4 Gelombang Migrasi Jadikan Kita Manusia Indonesia

Perbedaan budaya juga menyajikan tantangan, karena pengungsi harus beradaptasi dengan adat istiadat, norma, dan harapan yang tidak familiar. Kesulitan dalam mengakses perawatan kesehatan dan pendidikan juga menghambat proses integrasi mereka.

Menurut studi Hynie et al. (2017), tantangan-tantangan ini dapat mengakibatkan pengasingan dan eksklusi pengungsi, menghambat integrasi sosial dan ekonomi mereka.

Penting untuk secara komprehensif mengatasi hambatan-hambatan ini guna memastikan pengungsi dapat membangun kembali kehidupan mereka dan berkontribusi pada masyarakat yang menjadi tuan rumah.

Untuk mendorong integrasi pengungsi yang berhasil, negara-negara harus mengadopsi kebijakan inklusif yang komprehensif. Kebijakan ini harus mencakup program penguasaan bahasa, inisiatif orientasi budaya, dan dukungan terarah untuk akses perawatan kesehatan dan pendidikan.

Dengan mengatasi kebutuhan dan tantangan yang unik bagi pengungsi, kebijakan inklusif dapat memberdayakan mereka untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan berkontribusi.

Selain itu, memperkuat kohesi sosial dan keterlibatan komunitas juga sangat penting. Mendorong interaksi antara pengungsi dan penduduk setempat melalui inisiatif seperti acara komunitas, program mentorship, dan peluang kerja dapat membantu menjembatani kesenjangan dan mempromosikan pemahaman bersama.

Baca juga: Menelaah Kembali Daya Tarik Jakarta sebagai Kota Tujuan Migran

Posisi Indonesia ada di mana?

Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967. Meskipun demikian, pada tahun 2016, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri yang mengatur prosedur deteksi, penampungan, dan perlindungan bagi pencari suaka dan pengungsi.

Indonesia menghadapi dampak pergerakan populasi tercampur dan jumlah kedatangan pencari suaka telah mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu. Hingga akhir 2020, tercatat ada sekitar 13.745 pengungsi di Indonesia, dengan sebagian besar berasal dari Afghanistan.

Beberapa faktor yang mungkin menjelaskan mengapa Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 adalah kondisi geografis sebagai negara kepulauan dan jalur migrasi transit, tantangan keberlanjutan sumber daya dalam melindungi pengungsi, perubahan yang diperlukan dalam kerangka hukum nasional, prioritas kebijakan keamanan dan politik, serta kurangnya kerangka regional yang komprehensif dalam perlindungan pengungsi di Asia Tenggara.

Meskipun demikian, Indonesia perlu memiliki instrumen hukum nasional khusus untuk mengatur sistem penanganan pengungsi dengan jelas dan normatif.

Instrumen hukum yang komprehensif akan memberikan kerangka kerja yang jelas untuk melindungi pengungsi dan memastikan penanganannya sesuai dengan standar internasional.

Aturan pelaksanaan yang terinci juga diperlukan untuk memastikan proses penanganan berjalan efektif dan efisien melalui kerjasama antara lembaga pemerintah, non-pemerintah, dan lembaga internasional seperti UNHCR.

Baca juga: Migrasi Manusia ke Nusantara Membawa Penyakit

Dengan adanya instrumen hukum ini, Indonesia dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hak asasi manusia yang kuat untuk pengungsi yang berada di negara tersebut.

Inayah Hidayati
Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com