Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Aktualisasi Semangat Sumpah Pemuda Para Periset Indonesia

Kompas.com - 04/11/2022, 16:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Agus Haryono

Apa yang mendorong para pemuda dari berbagai daerah, pada tanggal 27-28 Oktober 1928, berkumpul untuk menyatakan sumpah bersama?

Saya membayangkan, mereka datang ke Jakarta tidak dengan kemudahan akomodasi dan transportasi, tidak mendapatkan SPPD apalagi uang saku. Semua atas biaya dan kesadaran sendiri.

Lebih dari itu, mereka pun ikhlas mengorbankan ego etnisitas dan identitas masing-masing.

Baca juga: Sebanyak 30 Peneliti Indonesia Jalani Program Kepemimpinan Ilmuwan, Siapa Saja?

Sepertinya kalau bukan atas idealisme untuk melakukan perjuangan bersama demi kemerdekaan bangsa, peristiwa itu tidak akan terjadi.

Yang menjadi pertanyaan adalah seberapa tersisa sekarang ini, semangat kebersamaan dan pikiran kolektif itu pada jiwa para pemuda periset kita?

Tentu saja dengan perkembangan dan waktu pasti ada pergeseran nilai dan orientasi tentang makna nasionalisme.

Mungkin hari ini akan terasa naif atau lebay bila kita mendengar lagi kata-kata seperti ini “Lebih baik hujan batu di negeri sendiri daripada hujan emas di negeri orang.” Wright or wrong is my country.

Lagipula, bukan nasionalisme seperti itu yang diharapkan oleh para pendiri bangsa kita.

Misalnya seperti ucapan Bung Karno berikut, “Nasionalisme kita bukanlah nasionalisme yang sempit; ia bukanlah nasionalisme yang timbul dari pada kesombongan bangsa belaka; ia adalah nasionalisme yang lebar,--nasionalisme yang timbul dari pada pengetahuan atas susunan dunia dan riwayat; ia bukanlah jingo-nationalism atau chauvinism, dan bukanlah suatu copie atau tiruan dari pada nasionalisme Barat." (Di Bawah Bendera Revoluis I: hal. 76).

Aktualisasi nasionalisme pada hari ini adalah dengan semangat berkarya untuk membawa bangsa lebih mandiri dan sejahtera yang disebut dengan etos nasionalisme.

Dalam ranah riset, misalnya berapa orang periset kita yang sanggup dua hari dua malam tidak tidur, karena menyelesaikan riset seperti dilakukan oleh Steve Jobs dan Elon Musk.

Mereka bekerja bukan di tengah kecukupan dana dan kelengkapan fasilitas laboratorium. Jobs dan Elon juga tidak mendapatkan honorarium dari setiap kegiatan risetnya.

Beberapa kisah heroisme para periset saya saksikan sendiri di lembaga riset tempat saya bekerja.

Pulang studi dari luar negeri dengan menggondol PhD, tidak disambut meriah sebagaimana para periset di Thailand atau Vietnam, akan tetapi sering disambut oleh para koleganya dengan sinisme “welcome to the jungle”, artinya selamat datang dan terjun bebas di hutan belantara riset Indonesia tanpa fasilitas dan insentif yang memadai.

Akan tetapi itu semua tidak dijadikan penghalang, malah ada yang bekerja produktif di laboratorium dengan fasilitas yang serba terbatas.

Baca juga: BRIN sebagai Ruang Kolektif Riset dan Inovasi Indonesia

Periset yang seperti ini biasanya sudah memiliki visi yang jelas dengan risetnya, mereka tidak memiliki jam kerja dan hari kerja, bila sedang mengejar target, maka tidak jarang pulang ke rumah lewat tengah malam.

Perjuangan sampai hasil risetnya matang (proven), siap untuk dipabrikasi atau industrialisasi bisa memakan waktu belasan tahun.

Capaian mereka bukan saja menjadi capaian lembaga, tetapi dikembangkan dan diterapkan sendiri dengan mendirikan perusahaan pemula.

Mereka seakan tidak peduli dengan hiruk pikuk yang tengah terjadi pada lembaga riset, melainkan tetap fokus pada riset dan produk, bukan pada masalah-masalah administratif yang memusingkan.

Tidak banyak, dan memang tidak perlu banyak, peneliti militan seperti ini.

Dengan memiliki 10 persen saja dari jumlah periset, sesuai dengan prinsip Pareto, sudah bisa mewarnai lembaga riset, sebagai lembaga yang dipercaya oleh negara, masyarakat, dan dunia usaha.

Sejatinya perjuangan yang paling berat dari para periset adalah menumbuhkan etos nasionalisme untuk melawan kebodohan dan rasa malas.

Kadang saya percaya dengan isi dari pidato kebudayaan Mochtar Lubis yang mengemukakan, bahwa salah satu karakteristik pribumi adalah malas.

Malas karena dininabobokan oleh kekayaan alam, sehingga ada istilah kutukan keberlimpahan. Lebih baik beli dari pada membuat sendiri.

Penyakit kronis lainnya yang bisa membunuh bangsa ini adalah kurang memiliki tekad yang kuat, tidak sabar, dan inkonsistensi.

Soft-skill ternyata tidak kalah urgennya dengan hard-skill. Kepintaran tanpa kesabaran tidak akan membuahkan hasil yang baik.

Mungkin dunia masih gelap gulita bila Thomas Alva Edison tidak sabar dengan ribuan kali kegagalannya.

Space-X tidak akan bisa mencapai bulan, bila Elon cepat putus asa dan tidak sabar dalam menghadapi berbagai macam halangan, baik dana, teknis, maupun birokrasi.

Revolusi mental, sebagaimana menjadi program prioritas pemerintah, urgent dilakukan di Indonesia, termasuk untuk dunia riset dan inovasi.

Baca juga: Riset dan Inovasi sebagai Sebuah Perjalanan, Bukan Suatu Tujuan

Ekosistem riset memang perlu dibangun, karena merupakan salah satu faktor determinan, akan tetapi bukan segalanya.

Para inovator kelas dunia terlahir, karena mereka berhasil mengatasi keterbatasan dan kekurangan bukan karena dimanja oleh keberlimpahan.

Korsa Sumpah Pemuda perlu ditanamkam kembali, supaya para periset tidak mengeluh karena fasilitas yang kurang lengkap dan tidak melempem karena tidak ada lagi honorarium dalam proyek riset, serta tidak loyo sebelum berkompetisi untuk mendapatkan dana riset.

Berbagai skema fasilitasi riset dan inovasi yang saat ini disediakan di BRIN sangat cocok bagi para periset yang militan.

Memang tidak mudah, karena semua fasilitasi hanya bisa didapatkan melalui mekanisme kompetisi yang fair, agar tercipta suasana kompetitif dan agar tumbuh periset handal, tangguh serta dapat bersaing hingga di tataran internasional.

Periset yang totalitas adalah periset yang berjuang sepenuh hatinya dalam rangka menyempurnakan kehidupan manusia di bumi.

Jika periset sadar betul bahwa untuk melakukan riset dibutuhkan nilai-nilai perjuangan untuk mempertahankan, serta mengembangkan martabat hidupnya, maka periset tidak akan terlalu bergantung dan pasrah kepada keadaan.

Justru belajar dari semangat sumpah pemuda, periset harus mengesampingkan ego pribadinya, demi bangsa dan negara.

Lembaga riset memerlukan periset dan SDM periset substantif bukan periset administratif, profesional bukan amatiran, idealis bukan pragmatis, apabila ingin menghasilkan karya-karya besar dan monumental.

Di zaman yang semakin pragmatis ini, saya masih percaya bahwa jiwa-jiwa periset yang memiliki semangat Sumpah Pemuda masih ada.

Baca juga: Menilik Kebijakan Riset dan Inovasi dalam Platform Ekonomi Biru, Apakah Masih Sebatas Jargon?

Tugas kita adalah dengan demokratis dan profesional mengaktualisasikannya ke dalam kegiatan riset di laboratorium, di alam terbuka, dan di tengah masyarakat.

Buktikanlah memiliki Jiwa besar itu, jiwa merdeka itu, jiwa yang tak segan bekerja dan memberi. Jiwa dinamis yang bisa berdiri sendiri di atas kaki sendiri dari hasil usaha sendiri—bukan jiwa yang meminta, merintih mengemis saja ke kanan dan ke kiri, sambil bermimpi dapat mencapai derajat penghidupan yang makmur dengan seboleh-bolehnya tidak bekerja sama sekali.” (Soekarno, Di bawah Bendera Revolusi II, hal. 190)

 

Agus Haryono
Plt. Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com