Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cuti Melahirkan 6 Bulan, Dokter: Terbukti Berdampak Baik pada Kesehatan Ibu dan Bayi

Kompas.com - 17/06/2022, 16:03 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), saat ini sedang mengupayakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA), agar cuti hamil yang tadinya tiga bulan diperpanjang menjadi enam bulan.

Mengutip pemberitaan Kompas.com, Selasa (14/6/2022) RUU tersebut tengah dibahas lebih lanjut untuk menjadi Undang-Undang (UU).

Selama masa cuti, ibu melahirkan diusulkan tetap mendapatkan gaji penuh pada tiga bulan pertama, setelahnya mendapatkan upah sebesar 70 persen.

Baca juga: Cuti Melahirkan Jadi 6 Bulan, Ahli Gizi: Baik untuk Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif

Menanggapi wacana DPR RI untuk menyetujui RUU KIA, peneliti laktasi dari Program Studi Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, mengatakan cuti melahirkan enam bulan terbukti secara ilmiah berdampak baik pada ibu dan bayi.

“Mulai dari hasil review mendalam dan expert consensus penelitian kami sejak 10 tahun silam, menunjukkan bahwa memperpanjang cuti melahirkan hingga enam bulan mutlak memberi daya ungkit terhadap keberhasilan ASI eksklusif, kesehatan ibu dan bayi serta mempertahankan produktivitas pekerja perempuan,” papar Ray dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (16/6/2022).

Sejak tahun 2012, lanjut dia, tim kedokteran kerja FKUI telah melakukan banyak penelitian dan memublikasikan hasil riset terkait cuti melahirkan enam bulan pada pekerja perempuan.

Mayoritas hasil penelitian ini merujuk pada satu bukti yang sama, yaitu cuti enam bulan sangat efektif meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

Kemudian mampu untuk mengoptimalkan status kesehatan ibu dan bayi, mempertahankan produktivitas pekerja, serta berdampak positif bagi ketahanan keluarga.

“Bila pekerja perempuan baru masuk kerja setelah enam bulan dan berhasil beri ASI eksklusif, tingkat produktivitasnya delapan kali lebih baik," terang Ray.

"Sebaliknya, apabila ibu menyusui harus kembali bekerja di usia bayi dua sampai tiga bulan, maka risiko kesehatan meningkat signifikan, terutama karena proses laktasinya terganggu. Akibatnya produktivitas tidak maksimal,” sambung dia.

Baca juga: Pentingnya ASI dan Dukungan Keluarga dalam Proses Menyusui

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com