KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah mengupayakan agar cuti hamil yang tadinya hanya tiga bulan diperpanjang menjadi enam bulan.
Hal ini masuk dalam rancangan undang-undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA), yang dibahas lebih lanjut menjadi undang-undang (UU).
Salah satu yang diatur dalam draf RUU ini yaitu cuti melahirkan diusulkan paling sedikit enam bulan. Selama masa cuti, ibu melahirkan diusulkan tetap mendapatkan gaji penuh pada tiga bulan pertama, dan setelahnya mendapatkan upah 70 persen.
“RUU KIA juga mengatur cuti melahirkan paling sedikit enam bulan, serta tidak boleh diberhentikan dari pekerjaan,” ujar Ketua DPR RI Puan Maharani melalui keterangan tertulis, Selasa (14/6/2022).
Baca juga: Indonesia Gagal Turunkan Angka Kematian Ibu Melahirkan, Ini Alasannya
Pertama, enam bulan waktu cuti ini dimaksudkan agar ibu dapat menyusui bayinya secara eksklusif.
“Untuk keberhasilan menyusui secara eksklusif tentu ada beberapa persyaratan,” ujar Tan saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/6/2022).
Ia menambahkan, dalam mencapai keberhasilan menyusui secara eksklusif, diperlukan literasi pada pasangan orangtua untuk memahami pentingnya Air Susu Ibu (ASI).
Kedua, orangtua harus belajar cara menyusui dengan benar. Cara menyusui dengan benar meliputi beberapa hal, seperti:
Ketiga, dalam waktu cuti enam bulan setelah melahirkan, keluarga dan lingkungan sekitar harus mendukung ibu, agar dapat menyusui bayinya secara eksklusif.
“(Waktu) 6 bulan ibu perlu mendapat dukungan penuh untuk bisa menyusui secara eksklusif. Bukan kelelahan mengurus rumah tangga atau anak-anak lainnya yang lebih besar,” tegas Tan.
Baca juga: Pentingnya ASI dan Dukungan Keluarga dalam Proses Menyusui