Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IDAI: ASI Ekslusif Penting untuk Mencegah Stunting pada Anak

Kompas.com - 16/01/2022, 17:30 WIB
Zintan Prihatini,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Stunting merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih menjadi perhatian pemerintah.

Pada Selasa (11/1/2022) lalu Presiden Joko Widodo pun telah menunjuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sebagai pelaksana percepatan penurunan angka stunting nasional.

Dia ingin angka stunting di Indonesia turun menjadi 14 persen di tahun 2024.

Pasalnya, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018, angka stunting di Indonesia masih mencapai 30,8 persen.

Oleh karena itu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) meluncurkan modul Indonesian Breastfeeding Course for Clinician (BFCC) bagi dokter anak untuk dapat mendampingi ibu selama memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

Baca juga: Presiden Jokowi Ingin Angka Stunting Jadi 14 Persen di Tahun 2024

Dalam diskusi virtual, Ketua Umum IDAI Dr Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) mengatakan, pihaknya mendukung pelatihan bagi para ahli untuk dapat mendampingi ibu dalam memberikan ASI kepada bayi.

"IDAI mendukung penuh upaya pelatihan ASI buat para dokter anak, kami juga mengharapkan dukungan dari para ketua IDAI cabang agar program ini kita sukseskan bersama," kata Piprim, Jumat (14/1/2022).

Dia menambahkan bahwa pada dasarnya, pemberian ASI tidak bisa digantikan. Ketika bayi diberikan ASI eksklusif dan disesuaikan dengan MP-ASI (Makanan Pendamping ASI), maka hal ini bisa mencegah stunting.

Dijelaskan Anggota Satgas ASI IDAI, Dr Klara Yuliarti, Sp.A(K) siklus stunting dapat berulang ke generasi selanjutnya. Artinya, seseorang yang mengalami stunting berisiko menurunkan kepada anaknya di kemudian hari.

"Siklus ini harus dicegah, di usia nol sampai dua tahun pertama, karena ini adalah masa di mana kita masih bisa mengembalikan kecerdasan otak (anak)," paparnya.

Baca juga: 5 Cara Mencegah Stunting Menurut Kemenkes

Dia menegaskan, bahwa stunting harus dicegah lantaran dapat menimbulkan efek jangka pendek dan jangka panjang pada anak.

"Efek jangka panjang yang paling tidak kita inginkan adalah kapasitas kognitif berkurang, secara metabolik karena sudah terjadi kekurangan nutrisi pada masa emas maka akan menyebabkan perubahan dari metabolisme, jadi anak lebih mudah gemuk," ujar Klara.

ASI untuk mencegah stunting

Stunting adalah malnutrisi kronik yang terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan anak. Kondisi ini disebabkan kurangnya asupan energi serta protein hewani.

Sementara itu, stunting tidak hanya membuat anak bertubuh lebih pendek, tetapi memengaruhi kecerdasannya.

"Sudah ditekankan oleh WHO tahun 2015 untuk meningkatkan atau memperbaiki praktik pemberian ASI, yang bisa dilakukan adalah IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dan ASI eksklusif selama enam bulan," ujar Klara. 

Dia menuturkan, ASI bukan hanya sekadar susu ibu, tetapi banyak mengandung bioaktif yaitu zat yang bermanfaat untuk kesehatan seperti Imunogobulin atau antibodi, human milk oligosaccharides (HMO), sel darah putih, dan antimikroba lainnya.

Baca juga: Pentingnya ASI dan Dukungan Keluarga dalam Proses Menyusui

Selain itu ASI juga mengandung lemak,zat besi, dan DHA yang tidak ditemukan dalam susu formula.

"Beberapa penelitian menyebut ASI mencegah diare dan infeksi saluran pernapasan bawah. Kemudian, ASI mengandung HMO yang berfungsi untuk makanan bagi bakteri baik yang membantu pematangan usus bayi," imbuhnya.

Di samping itu, setelah bayi berusia enam bulan pemberian ASI harus didampingi dengan MP-ASI yang benar, serta anak harus diberikan protein hewani untuk memperbaiki tumbuh kembangnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com