Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkes Identifikasi 668 Kasus Omicron Siluman di Indonesia, Masyarakat Diimbau untuk Mewaspadai Laju Penularannya

Kompas.com - 17/03/2022, 17:45 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, mengatakan bahwa sudah ada 668 kasus Omicron siluman atau BA.2 di Indonesia. Hal itu didapatkan dari data nasional yang dicatat Kemenkes, per Selasa 15 Maret 2022.

Dia juga menyebut, subvarian BA.2 telah terdeteksi di 19 provinsi di Indonesia dan apabila kasusnya semakin meningkat, bukan tidak mungkin akan banyak pasien yang dirawat di rumah sakit.

"Kita tetap hati-hati, ada potensi varian BA.2 ataupun Deltacron. Dua-duanya adalah sesuatu yang harus kita waspadai dengan menekan laju penularan virus," kata Nadia dalam diskusi virtual, Kamis (17/3/2022).

Baca juga: Omicron Siluman, Gejala, dan Orang yang Rentan Terkena Varian Ini

Saat ini diketahui bahwa varian Omicron memiliki tiga garis keturunan di antaranya adalah subvarian BA.1, BA.1.1, dan BA.2. Sementara, di Indonesia BA.1 adalah virus yang paling mendominasi dibandingkan BA.2.

"BA.1 yang paling banyak (diidentifikasi) dan paling banyak menyebabkan peningkatan kasus. Secara kumulatif dari Januari sampai dengan Maret ada 5.625 (kasus BA.1)," imbuhnya.

Kendati infeksi akibat BA.2 jumlahnya masih sedikit, virus ini dilaporkan lebih cepat menular daripada subvarian sebelumnya. Sebab, beberapa negara mencatat bahwa varian Omicron siluman ini mampu menyebabkan lonjakan kasus Covid-19.

Dokter Nadia pun menegaskan, informasi yang diberikan kepada masyarakat mengenai subvarian BA.2 maupun mutasi lainnya tidak ditujukan untuk menakuti masyarakat.

"Bukan bermaksud menakut-nakuti masyarakat karena tiba-tiba ada kabar BA.2. Kita ingin masyarakat tetap waspada dan tidak boleh lengah mengenai kemungkinan varian baru yang bisa memengaruhi laju penularan," papar Nadia.

Di sisi lain, Nadia menilai bahwa Omicron harus tetap diwaspadai karena mutasinya lebih banyak bahkan dilaporkan menggabungkan mutasi dari varian lain. Varian ini juga memiliki kemampuan untuk menghindari kekebalan yang telah terbentuk dari vaksinasi lengkap.

Oleh karenanya, meski gejala Omicron cenderung ringan dan tidak berat, pemerintah melalui Kemenkes memberikan dukungan telemedisin bagi pasien isoman, dan mendorong pemerintah daerah terkait testing dan tracing.

Tak hanya itu, masyarakat diminta untuk melakukan pemeriksaan dini untuk mencegah laju penularan virus corona, terlebih di tengah penybaran varian Omicron.

Kemenkes, menurutnya akan terus memonitor kapan harus melakukan pengetatan aturan Covid-19 kembali terhadap pelonggaran aktivitas masyarakat yang saat ini tengah dilakukan.

Selain itu, upaya agar mutasi virus dapat diminimalisir adalah dengan menekan laju penularan, dan mencegah agar orang tidak terinfeksi.

"Omicron mutasi dan kemudian kemampuannya jauh lebih fatal dibandingkan Delta, tapi dengan adanya vaksinasi dan proteksi yang tinggi pada orang-orang yang sudah mendapatkan vaksinasi dan pernah infeksi merupakan proteksi yang muncul," ucap dr Nadia.

Baca juga: Omicron Siluman Lebih Cepat Menular dan Berisiko Sebabkan Penyakit Parah, Begini Kata Kemenkes

 

Waspadai potensi kenaikan kasus

Dijelaskan Nadia, hingga kini angka reproduksi virus sebagai ukuran laju penularan masih berada di atas angka 1. Sehingga, baik pada masyarakat maupun pemerintah harus tetap berhati-hati, terkait potensi lonjakan kasus.

"Apalagi banyak juga yang menanyakan nanti di saat bulan Ramadan atau Idul Fitri bagaimana kebijakan pemerintah?," tuturnya.

"Kita ini belum aman, kalau sekarang memang (Omicron) cenderung gejalanya ringan, cepat sembuh (dalam) lima sampai enam hari sudah bisa beraktivitas kembali. Tapi sebenarnya, laju penularan di dalam masyarakat masih cukup tinggi," sambung dia.

Baca juga: WHO: Subvarian Omicron BA.2 yang Dikenal Varian Siluman Masuk Variant of Concern, Masyarakat Harus Waspada

Dokter Nadia juga menyinggung soal rencana pemerintah dalam memasuki masa transisi pandemi jadi endemi. Ia mengatakan, bahwa indokator PPKM masih menjadi bahan penilaian bagi pemerintah, untuk mengkaji situasi agar tetap aman.

Di samping itu, percepatan vaksinasi Covid-19 dosis lengkap hingga dosis lanjutan atau booster masih menjadi prioritas untuk menekan kenaikan kasus rawat inap hingga kematian.

Beberapa laporan ilmiah menunjukkan, pemberian vaksin booster efektif menurunkan risiko rawat inap di rumah sakit, dan kematian mencapai 91 persen.

"Makanya kita langsung percepat vaksinasi dosis kedua, vaksinasi lansia, dan juga vaksinasi booster,"

Dia pun meminta agar masyarakat agar tidak memilih jenis vaksin yang belum tersedia, dan segera mendapatkan vaksinasi dosis lengkap maupun booster yang ada saat ini.

Baca juga: Sudah Terdeteksi di Indonesia, Ketahui 7 Gejala Utama Subvarian BA.2

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com