Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kadar Polusi Udara PM2.5 Tidak Turun Meski Mobilitas Berkurang Selama PPKM, Ini Hasil Risetnya

Kompas.com - 02/03/2022, 19:01 WIB
Zintan Prihatini,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Riset terbaru mengungkapkan, pengurangan mobilitas masyarakat, dengan rendahnya penggunaan kendaraan di jalan raya selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas udara, maupun kadar polusi udara di Jabodetabek.

Hal itu disampaikan Chief of Growth Officer Nafas Indonesia, Piotr Jakubowski.

Piotr berkata berdasarkan riset yang dilakukan bersama Katadata Insight Center (KIC), serta Komunitas Bicara Udara menunjukkan kualitas udara di wilayah tersebut pada saat PPKM relatif sama, terutama pada kadar polusi PM2.5.

Lebih lanjut dia menambahkan, bahwa hasil riset ini didapatkan dari data yang mereka kumpulkan per Juni hingga Juli 2021 lalu.

Untuk diketahui, particulate matter 2.5 microns atau PM2.5 adalah polutan yang berukuran lebih kecil dari sel darah merah, dan tidak bisa disaring oleh tubuh manusia.

Selain itu, zat ini juga mampu untuk memasuki sistem peredaran darah yang pada akhirnya bisa membahayakan kesehatan.

Baca juga: Studi Ungkap Polusi Udara Pengaruhi Kualitas Sperma

“Dengan adanya PPKM hampir tidak ada kendaraan di Jakarta. Tapi turunnya jumlah kendaraan tidak memperbaiki (kadar) polusi PM2.5 di Jabodetabek,” ujar Data Scientist Nafas Indonesia, Prabu Setyaji dalam webinar NAFAS Air Quality Report 2021: Bagaimana Kualitas Udara tahun 2021?; Rabu (2/3/2022).

Kemudian, didapatkan pula peningkatan polusi udara untuk PM2.5 di Jabodetabek menambah sebanyak 12 persen selama masa PPKM.

Bahkan di beberapa wilayah kadar PM2.5 juga mengalami kenaikan, misalnya di Kelapa Gading naik 21 persen, Kuningan naik 17 persen, Bekasi Selatan naik 24 persen, dan Bogor bagian barat naik sekitar 33 persen.

Padahal, menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2021, emisi kendaraan bermotor berkontribusi sebesar 70 persen terhadap pencemaran nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2) dan partikulat (PM) di wilayah perkotaan.

Namun kenyataannya, kata Prabu, PPKM di Jakarta dan sekitarnya tidak menurunkan kadar polusi PM2.5 secara signifikan.

"Itu artinya mungkin ada sumber-sumber (polusi udara PM2.5) yang lain yang lebih besar dari 70 persen yang dikatakan berasal dari mobilitas kendaraan bermotor," jelas Piotr.

Baca juga: BMKG Bantah Pernyataan Babeh Aldo Soal Pandemi Covid-19 Omicron Ini Pandemi Polusi Udara

Ilustrasi polusi udara memperburuk Covid-19. Pasien Covid-19 yang tinggal di lingkungan udara kotor lebih mungkin mendapat perawatan intensif dan membutuhkan alat bantu pernapasan. Polusi udara dapat merusak sistem kekebalan tubuh.SHUTTERSTOCK/Zoran Photographer Ilustrasi polusi udara memperburuk Covid-19. Pasien Covid-19 yang tinggal di lingkungan udara kotor lebih mungkin mendapat perawatan intensif dan membutuhkan alat bantu pernapasan. Polusi udara dapat merusak sistem kekebalan tubuh.

Polusi udara PM2.5 tidak bisa disaring pohon

Dipaparkan Piotr, menurut studi yang dilakukan di Amerika Serikat, perbaikan kualitas udara yang diakibatkan oleh vegetasi atau pepohonan di tengah kota hanya mencapai 0,05 persen hingga 0,24 persen pertahunnya.

Hal ini dikarenakan ukuran polusi udara PM2.5 yang sangat kecil sehingga tidak dapat disaring oleh pepohonan.

"Pohon tidak bisa mengurangi PM2.5 karena daun-daun bukan filter seperti air purifier, jadi partikel ini akhirnya tidak tersaring oleh daun," terangnya.

Pada kesempatan tersebut, Prabu membeberkan hasil studi yang telah dilakukan Nafas melalui sensor kualitas udara di berbagai wilayah pada November 2021 lalu. Sensor tersebut ditempatkan di area Jabodetabek seperti BSD, Cibinong, Kebon Jeruk, dan Kuningan.

Hasilnya menunjukkan, kualitas udara di Cibinong justru lebih sering naik ke tingkat yang tidak sehat, padahal wilayah ini dianggap sebagai area yang memiliki banyak pohon.

Baca juga: Polusi Udara Mempersulit Serangga Penyerbuk Temukan Tanaman

Sebaliknya, kualitas udara di Kebon Jeruk yang dikelilingi gedung tinggi menunjukkan kualitas udara lebih baik, pada saat survei berlangsung. Prabu berkata daerah hijau atau yang banyak ditumbuhi pepohonan tidak menjamin bahwa udara di sekitarnya lebih baik.

"Bahkan hampir beberapa hari (kualitas udara) Kebon Jeruk hampir di bawah standar WHO yang terbaru," ujarnya.

Hasil riset itu juga menemukan bahwa tingkat PM2.5 lebih rendah pada saat musim hujan, dan ketika musim kemarau kadarnya cenderung naik. Adapun penurunan polusi yang dipengaruhi oleh hujan mencapai 8,71 persen. Sementara 66 persen penurunannya disebabkan oleh angin.

"Intensitas angin dan hujan yang tinggi menyebabkan terjadinya perbaikan kualitas udara secara signifikan. Tanpa adanya hujan, kecepatan angin dapat menurunkan polutan secara signifikan," ungkap Prabu.

Pihaknya mencatat tren naik-turunnya kadar polusi udara PM2.5 ini terjadi di dua pergantian musim. Berarti dapat diasumsikan sebentar lagi kita akan memasuki tren di mana kualitas udara mulai buruk, karena memasuki musim kemarau.

Baca juga: Survei Terbaru, 59 Persen Alami Dampak Nyata Polusi Udara Jabodetabek

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com