Oksigen berperan penting dalam proses biogeokimia dan produktivitas laut, terutama selama tren perubahan iklim baru-baru ini.
Saat ini, penurunan kandungan oksigen terlarut di laut secara global merupakan konsekuensi signifikan dari kenaikan suhu permukaan laut karena dampak perubahan iklim. Proses ini disebut deoksigenasi.
Meskipun saat ini belum ada kajian deoksigenasi dengan cakupan yang luas (i.e. basin-wide assessment), namun telah lama teramati bahwa lokasi-lokasi tertentu di Indonesia telah mengalami penurunan kandungan oksigen terlarut.
Baca juga: Air Laut Bisa Jadi Air Minum Melalui Proses Desalinasi, Begini Caranya
Sementara, berdasarkan publikasi ilmiah sebelumnya, Wulandari dkk. (2020) melaporkan terjadinya deoksigenasi pada beberapa lokasi di Asia Tenggara antara lain Teluk Jakarta dan Teluk Hurun di Indonesia; muara Sangga Besar di Malaysia; Teluk Manila, pantai Bolinao dan Anda di Filipina, serta beberapa lokasi di Kamboja dan Vietnam.
Umumnya, konsentrasi POC yang tinggi di perairan Indonesia terdapat di pesisir dan landas kontinen yang terhubung dengan muara sungai-sungai besar.
Kemungkinan besar konsentrasi POC di area ini dipengaruhi oleh masukan/input daratan. Sementara itu, di perairan Indonesia lainnya, komponen utama POC berasal dari material dari laut misalnya plankton dan mikroba.
Hal yang sama terjadi untuk logam runutan. Material organik yang masuk dari daratan ke laut berperan penting dalam distribusi logam di lingkungan perairan serta mendorong terbentuknya pola hotspot di muara sungai terutama di Sumatera bagian timur, Kalimantan bagian barat, dan Papua.
Debit sungai ditengarai sebagai sumber masukan logam ke laut terutama dari daerah perkotaan.
Puncak konsentrasi tertinggi kadmium dan tembaga terlarut terjadi pada akhir musim hujan dan terendah pada musim kemarau.
Terjadinya deoksigenasi terutama di pesisir sebagaimana dilaporkan Wulandari dkk. (2020) memang tidak secara signifikan disebabkan oleh peningkatan suhu permukaan laut.
Faktor material daratan yang kaya nutrien lebih banyak berperan. Sehingga, antisipasi deoksigenasi dapat dimulai dari rencana pengelolaan limbah daratan yang mungkin cukup efektif mengurangi deoksigenasi di wilayah pesisir.
Agar memiliki dampak global, maka kajian dan riset oseanografi/kelautan sebaiknya dilakukan dengan cakupan spasial yang luas (national- to regional-wide assessment).
Kalaupun cakupannya lokal, sebaiknya dilakukan secara detil dan mendalam. Jika mempertimbangkan posisi laut Indonesia yang berperan dalam dinamika samudra, maka riset oseanografi (fisik, kimiawi, biologis) di Indonesia berpeluang besar memberi dampak signifikan pada perkembangan ilmu pengetahuan dunia.
Baca juga: 5 Cara Menjaga Kelestarian Sumber Daya Laut
Sebagaimana visi dari Decade of Ocean Science untuk mencapai laut yang kita inginkan (the ocean we want), langkah strategis mendasar adalah kita dapat ‘mengukur’ laut. Oleh karenanya, observasi dan peninjauan laut menjadi keniscayaan.
Riset-riset dengan cakupan yang luas sebagaimana riset POC, logam runutan dan oksigen terlarut di atas, perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran utuh perubahan yang terjadi di laut Indonesia.
Kemampuan kita mengukur perubahan yang terjadi di laut Indonesia di saat terjadinya perubahan global saat ini, akan meningkatkan kemampuan kita untuk mengelola laut di masa yang akan datang.
Sistem observasi laut yang komprehensif, yang mampu menakar perubahan berbagai variabel sangat diperlukan. Dan akhirnya riset-riset oseanografi untuk mewujudkan sistem yang valid dan kokoh (robust) harus dilakukan oleh periset-periset Indonesia.
Dr. A’an Johan Wahyudi
Peneliti Ahli Madya Bidang Biogeokimia Laut di Pusat Riset Oseanografi - Badan Riset dan Inovasi Nasional; ASEAN Science Diplomat