Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berminggu-minggu Induk Kera Bawa Bayi Mereka yang Sudah Mati, Apa Alasannya?

Kompas.com - 16/09/2021, 19:31 WIB
Monika Novena,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Terkadang saat bayi kera atau monyet mati, induk mereka masih merawat dan menggendong mayat itu selama berhari-hari, berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

Perilaku yang menyedihkan ini pun sudah didokumentasikan hampir di seluruh spesies primata. Namun apa yang melatar belakangi induk-induk itu berbuat demikian?

Untuk pertama kalinya, peneliti melakukan analisis mengenai perilaku primata ini.

Dalam studinya, mengutip Live Science, Kamis (16/9/2021) peneliti membandingkan lebih dari 400 kasus induk primata yang didokumentasikan berinteraksi dengan bayi mereka yang mati selama kurun waktu 1915 hingga 2020.

Peneliti menganalisis kasus yang terjadi pada 50 spesies primata, di antaranya adalah monyet, kera, galago, dan lemur yang merawat anak mereka yang sudah mati.

Baca juga: Bagaimana Kera Membantu Sains Melawan Pandemi Covid-19?

 

Para peneliti kemudian membuat data terbesar mengenai reaksi induk kera terhadap bayi mereka yang sudah mati dan membawanya selama berminggu-minggu.

Peneliti menemukan, aktivitas yang menunjukkan perilaku membawa mayat anak paling sering dilaporkan pada kera besar dan monyet Dunia Lama.

"Kedua kelompok primata itu juga membawa bayi mereka yang sudah mati untuk jangka waktu yang paling lama," kata Elisa Fernández-Fueyo, seorang ahli primata dan mahasiswa pascasarjana di Departemen Antropologi di University College London (UCL) di Inggris.

Sebagai contoh, pada Maret 2020 para peneliti menemukan 12 kasus induk babon di alam liar yang menggendong bayi mereka yang mati selama 10 hari.

Sementara pada tahun 2017, seekor induk kera betina (genus monyet Dunia Lama) di taman margasatwa Italia membawa bayinya yang mati selama empat minggu, sebelum akhirnya mengkanibalnya.

Baca juga: Sama seperti Manusia, Kera Menyapa dan Ucapkan Selamat Tinggal Saat Interaksi

Ilustrasi virus monyet B atau virus Monkey B menginfeksi seorang pria di China. Akibatnya, pria yang juga ahli bedah hewan itu meninggal setelah terpapar virus ini. Kasus infeksi virus monyet B pada manusia sangat jarang dan merupakan penyakit menular yang langka.Jakub Ha?un via WIKIMEDIA COMMONS Ilustrasi virus monyet B atau virus Monkey B menginfeksi seorang pria di China. Akibatnya, pria yang juga ahli bedah hewan itu meninggal setelah terpapar virus ini. Kasus infeksi virus monyet B pada manusia sangat jarang dan merupakan penyakit menular yang langka.

Namun pada lemur, menurut studi baru ada hal cukup berbeda. Lemur diketahui tak membawa bayi yang sudah mati. Tetapi ekspresi kesedihan ditunjukkan melalui perilaku lain, seperti kembali ke mayat atau memberikan panggilan kontak induk-bayi.

Peneliti juga menemukan bahwa faktor-faktor seperti usia induk dan bayi, serta kematian anak yang tiba-tiba dapat membentuk tindakan seorang ibu terhadap bayinya setelah bayinya mati.

Dan seberapa lama seekor induk membawa mayat-mayat bayi mereka dapat menunjukkan kekuatan hubungan antara mereka.

"Pemisahan induk dari bayi menyebabkan kecemasan pada induk. Dengan kata lain, kecemasan akan perpisahan bisa menjadi pemicu untuk membawa mayat bayi pada primata," papar Fernández-Fueyo.

Baca juga: Misteri Kera Raksasa Setinggi 3 Meter Terkuak, Masih Kerabat Orangutan

 

Itu juga bisa menjelaskan mengapa mayat bayi muda yang belum disapih biasanya dibawa lebih lama daripada bayi yang lebih tua.

Selain itu, beberapa induk primata yang menggendong bayi yang meninggal akan memberikan alarm panggilan yang merupakan tanda stres jika mayat bayi mereka diambil.

"Hal tersebut menunjukkan bahwa membawa mayat mungkin merupakan cara untuk mengatasi stres," tambah Fernández-Fueyo.

Perlu lebih banyak data lagi untuk mengembangkan pemahaman kita mengenai perilaku tersebut.

Temuan ini dipublikasikan, Rabu (15/9/2021) di jurnal Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences.

Baca juga: Hampir Punah, 94 Persen Habitat Kera Besar Afrika Diprediksi Lenyap pada 2050

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com