Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Catatan Karang tentang Perubahan Iklim dari Abad Pertengahan dan Masa Kini

Kompas.com - 07/08/2021, 09:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Sri Yudawati Cahyarini

KENAIKAN suhu global karena peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dikenal dengan pemanasan global. Pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim. Perubahan iklim yaitu perubahan pola suhu, curah hujan, pola angin dalam periode waktu yang lama. Perubahan iklim ini mempengaruhi frekuensi terjadi nya fenomena iklim skala antar tahunan, frekuensi badai tropis, perubahan permukaan air laut dan lain-lain.

Fenomena iklim antar tahunan yang dikenal adalah El Nino Southern Oscillation (ENSO) atau Indian Ocean Dipole (IOD). Fenomena iklim ENSO dicirikan dengan adanya gradien anomali suhu permukaan laut di wilayah samudra Pasifik. Fenomena iklim global ENSO terdiri dari El Niño (fase hangat) dan La Niña (fase dingin).

Pada saat terjadi El Niño, dalam skala global terjadi anomali suhu permukaan laut lebih tinggi dari biasanya di wilayah pantai barat Amerika, sedangkan di wilayah samudra Pasifik barat atau wilayah Indonesia dan sekitarnya menjadi lebih rendah dari biasanya. Pada saat La Niña, terjadi hal sebaliknya di mana periode anomali suhu permukaan laut di bawah rata-rata melintasi samudra Pasifik bagian timur.

Baca juga: Rekaman dari Karang Ungkap Ancaman Bencana Iklim bagi Indonesia

Pada saat terjadi, El Nino mampu menimbulkan bencana kekeringan yang panjang di wilayah samudra Pasifik bagian barat, dan banjir di wilayah samudra Pasifik bagian timur. Peristiwa serupa yang terjadi wilayah samudra Hindia disebut sebagai peristiwa Indian Ocean Dipole (IOD). Terdapat dua fase dalam peristiwa IOD yaitu IOD positif dan IOD negatif.

Grafik didapat dari Sri Yudawati Cahyarini/LIPI Gambar peta komposit anomaly suhu permukaan laut (sea surface temperature) disusun oleh tim peneliti LIPI (sumber gambar https://www.nature.com/articles/s41598-021-94465-1) yaitu peta komposit anomaly

Pada saat IOD positif, anomali suhu permukaan laut lebih rendah daripada biasanya terjadi di wilayah timur samudra Hindia, yaitu wilayah Indonesia dan sekitarnya, yang mengakibatkan sedikit uap air di wilayah ini sehingga menimbulkan sedikit curah hujan atau kekeringan. Hal sebaliknya terjadi di wilayah barat Samudra Hindia atau pantai timur Afrika. Sementara itu pada fasa IOD negatif, terjadi hal sebaliknya yang berakibat curah hujan meningkat di wilayah Indonesia dan sekitarnya.

Kedua fenomena ini menyebabkan bencana iklim, khususnya di wilayah negara yang berbatasan dengan samudra Hindia dan Pasifik. Perubahan iklim tidak bisa dimungkiri telah mampu menimbulkan bencana iklim, seperti kekeringan, banjir, kenaikan frekuensi badai tropis, kenaikan frekuensi fenomena iklim ENSO atau IOD, kenaikan muka air laut dan lain sebagianya.

Data dari The International Disaster Database (EM-DAT) menyebutkan terjadinya kerugian ekonomi yang besar akibat bencana iklim, yaitu sekitar 19 juta dollar AS atau sekitar Rp 273,5 miliar selama periode 1914-2021.

Fakta tersebut merupakan peringatan kepada kita bahwa perubahan iklim harus dipahami dan direspons dengan tepat sebagai upaya untuk mitigasi, yaitu melalui pengurangan dan penstabilan tingkat gas rumah kaca yang terperangkap panas di atmosfer dan/atau beradaptasi dengan perubahan iklim yang sudah atau sedang terjadi.

Baca juga: Studi NASA: Banjir Besar Berpotensi Terjadi Akibat Siklus Bulan dan Perubahan Iklim

Dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim tersebut, diperlukan juga pemahaman mengenai variabilitas iklimnya itu sendiri dari masa lampau, masa kini dan bagaimana prediksinya di masa mendatang. Hal ini memerlukan data dan informasi iklim dalam kisaran waktu yang panjang dari masa kini sampai masa lampau.

Studi iklim masa lampau (paleoclimate) mampu menyediakan data iklim dari masa kini sampai masa lampau di mana tidak tersedia data pengukuran. Data dan informasi tersebut tersimpan dalam apa yang disebut sebagai arsip alam seperti karang, sedimen laut, lingkaran pohon dan lain lain.

Data paleoclimate ini dapat digunakan untuk verifikasi data model prediksi iklim supaya lebih akurat sehingga dapat mendukung kegiatan adaptasi dan mitigasi bencana iklim lebih baik.

Karang Porites merupakan salah satu “alat” yang dapat digunakan untuk menyajikan situasi iklim masa lampau sampai resolusi bulanan. Kandungan geokimia karang Porites mampu merekam variabilitas parameter iklim seperti suhu permukaan laut, salinitas dan presipitasi.

Pertumbuhan tahunan karang Porites juga membentuk perlapisan terang dan gelap di bawah sinar X. Satu pasang warna terang dan gelap tersebut menunjukkan densitas yang tinggi dan rendah yang mewakili satu tahun pertumbuhan karang. Perlapisan pertumbuhan tahunan karang ini memberikan informasi iklim dalam urut urutan waktu dari masa kini sampai puluhan ribu tahun lampau.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com