Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penemuan Obat Antivirus Ini Lahirkan Obat untuk Lawan Virus dari Herpes, HIV hingga Covid-19

Kompas.com - 29/07/2021, 19:03 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Covid-19 adalah penyakit baru yang sepanjang tahun 2020 telah menggemparkan dunia. Penemuan obat antivirus untuk penyakit ini pun masih terus diteliti hingga saat ini.

Sehingga, untuk mengobati pasien Covid-19, para ahli dan tenaga medis menggunakan berbagai jenis obat untuk meredakan gejala-gejala dan keparahan penyakitnya.

Bulan April 2020 lalu, obat remdesivir terbukti mempercepat pemulihan pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19.

Seperti diberitakan dari National Geographic, (31/8/2020), Anthony Fauci, direktur Institut Alergi dan Penyakit Menular Nasional AS, memuji temuan penggunaan obat antivirus itu sebagai “bukti konsep yang penting” di perlombaan untuk membawa pandemi.

Remdesivir adalah obat antivirus, yang menghambat kemampuan virus untuk bereplikasi dan menyebar. Obat ini biasanya digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus Ebola, yang berkembang di Benua Afrika.

Namun, kembali ke beberapa dekade lalu. Banyak ilmuwan yang meragukan apakah ada obat untuk penyakit yang disebabkan oleh virus, obat yang dapat menghambat reproduksi virus tanpa mencelakai sel inangnya.

Baca juga: Terapi Antivirus Ini Dikembangkan Ilmuwan Australia, Disebut bisa Bunuh Viral Load Virus Covid-19

 

Adalah acyclovir, obat antivirus yang pertama kali ditemukan dan merupakan penghambat virus herpes dengan efek samping yang sangat rendah. Penemuan obat antivirus ini telah mematahkan keraguan para ilmuwan tentang kemungkinan tidak ada obat yang bisa melawan infeksi virus.

Pertama kali dipresentasikan pada tahun 1978 pada sebuah konferensi di Atlanta, Georgia, penemuan acyclovir disebut dapat mengubah banyak hal dalam upaya mengembangkan antivirus yang efektif.

Hal tersebut disampaikan oleh Keith Jerome, Direktur Laboratorium Virologi Molekuler di University of Washington Medical School.

"Ini membuktikan bahwa mungkin untuk mengembangkan obat yang sangat spesifik yang menargetkan virus tanpa menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan" tegasnya.

Penemuan obat antivirus ini, pertama kalinya ditemukan oleh Gertrude B. Elion, seorang ahli biokimia asal Amerika Serikat.

Baca juga: Kalung Antivirus Corona Kementan, Ahli Sebut Perlu Uji Klinis pada SARS-CoV-2

Ilustrasi obat antivirus untuk Covid-19. Oseltamivir dan Azithromycin sebagai obat perawatan pasien Covid-19.Shutterstock Ilustrasi obat antivirus untuk Covid-19. Oseltamivir dan Azithromycin sebagai obat perawatan pasien Covid-19.

 

Bersama tim yang dinamai diligent and devoted scientists, ilmuwan yang rajin dan setia, Elion berhasil menemukan obat antivirus yang kemudian menginspirasi pengembangan obat antivirus lain di dunia.

Berkat penemuan yang mengubah dunia ini, Elion diganjar penghargaan Nobel (Nobel Prize) pada tahun 1988 dalam bidang Fisiologi atau Kedokteran dan menjadi wanita kelima di dunia yang mendapatkannya.

Untuk itu, ia membagikan penghargaan tersebut dengan rekan kerjanya, George Hitchings, yang mempekerjakannya pada tahun 1944 di perusahaan farmasi, Burroughs Wellcome.

Baca juga: Jamur Cordyceps Militaris Disinyalir Punya Antivirus, Apa Saja Manfaatnya?

 

Sebelum akhirnya menemukan obat antivirus acyclovir, selama 20 tahun, Elion dan Hitchings telah menemukan obat-obatan baru pada penyakit seperti asam urat, leukimia, malaria, infeksi bakteri dan lainnya.

Obat pertama yang mereka ciptakan adalah 6-mercaptopurine (6-MP) pada tahun 1951. Obat ini merupakan hasil kerjasama mereka dengan para peneliti di Memorial Sloan-Kettering Cancer Center di New York.

Hingga saat ini, 6-MP masih digunakan dalam terapi pada anak-anak dengan leukimia limfoblastik akut dan sudah menjadi salah satu kisah sukses dalam sejarah pengobatan kanker.

Mereka juga berpartisipasi pada masa keemasan penemuan antiobiotik dengan mengembangkan agen antimalaria, pirimetamin yang masih digunakan untuk mengobati toksoplasmosis, penyakit bawaan makanan.

Baca juga: Eucalyptus Jadi Antivirus Corona, Benarkah Bisa Bunuh Virus Covid-19?

Ilustrasi remdesivir yang awalnya dikembangkan untuk obat antivirus ebola, kembali menunjukkan hasil uji klinis positif dalam penggunaannya untuk mengobati infeksi virus corona baru pada pasien Covid-19.SHUTTERSTOCK/felipe caparros Ilustrasi remdesivir yang awalnya dikembangkan untuk obat antivirus ebola, kembali menunjukkan hasil uji klinis positif dalam penggunaannya untuk mengobati infeksi virus corona baru pada pasien Covid-19.

Lahirnya obat antivirus setelah acyclovir

Pada tahun 1968, setelah Hitchings tidak lagi bekerja di lab, Elion kembali tertarik pada senyawa yang telah ia susun untuk pengobatan kanker, 2,6-diaminopurine, setelah pernah ia tinggalkan selama dua dekade karena harus fokus pada pekerjaan lain.

Ia menemukan bahwa senyawa yang mirip dengan 2,6-diaminopurine telah menunjukkan aktivitas antivirus. Hal ini yang mendorong Elion untuk kembali meneliti penemuan yang dapat membawa kemajuan pada pengobatan penyakit.

Acyclovir adalah obat antivirus pertama dan terakhir yang dikembangkan Elion sebelum ia pensiun pada tahun 1983.

Kendati demikian, apa yang telah dilakukan oleh Elion membuka jalan penemuan obat antivirus lain seperti HIV, hepatitis, Ebola dan lainnya.

Baca juga: Kalung Antivirus Kementan, Cara Kerjanya Bukan Dipakai Lalu Virus Hilang

 

"(Kami) menggunakan banyak prosedur yang sama seperti yang kami lakukan untuk asiklovir untuk mencari obat HIV" kata Marty St. Clair, seorang ahli antivirus yang juga mengembangkan azidothymidine sebagai obat HIV yang pertama kali disetujui untuk digunakan dalam pengobatan.

Penemuan Elion mematahkan pendapat ilmuwan sebelumnya yang mengatakan bahwa penyakit virus tidak dapat diobati.

Dilansir dari The Nobel Prize, Kamis (29/7/2021), salah satu hal yang memotivasi Elion untuk tekun di bidangnya adalah pengalaman kakeknya yang meninggal karena kanker saat ia berusia 15 tahun.

Ia sangat termotivasi untuk bisa menyembuhkan penyakit mengerikan tersebut walaupun terhalang biaya pendidikan dan tidak adanya wanita yang bekerja di laboratorium pada saat itu.

Baca juga: Eucalyptus Jadi Antivirus Corona, Benarkah Bisa Bunuh Virus Covid-19?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com