Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Covid-19 Pada Anak, IDAI: Setiap Minggu Ribuan Anak Meninggal

Kompas.com - 14/06/2021, 13:01 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

 

"Dari data ini kalau kita lihat, hampir sama seperti kata UNICEF, (kasus Covid-19 pada anak di Indonesia) antara 11-12 persen. Ini salah satu kasus Covid-19 pada anak yang paling tinggi di dunia," kata Prof. Aman.

Dalam data resmi yang diumumkan Pemerintah Indonesia hingga Senin (14/6/2021) pagi, ada lebih dari 1,9 juta kasus positif Covid-19 di Tanah Air dengan jumlah kematian 52.879 jiwa.

Jumlah tersebut adalah yang terbanyak di ASEAN.

Jika 11-12 persen dari jumlah tersebut adalah kasus Covid-19 pada anak, artinya seharusnya ada sekitar 210.000-230.000 kasus Covid-19 pada anak.

Namun, dari data yang dikumpulkan oleh seluruh ketua cabang IDAI di Indonesia setiap minggunya, yang dilaporkan oleh dokter anak yang merawat dan mencari datanya, tercatat hanya ada 113.000 kasus Covid-19 pada anak di Tanah Air.

"Jadi berarti, ada 100.000-an (kasus Covid-19 anak) yang tidak terlapor," kata dia.

"Dan kalau kita lihat, anak yang meninggal itu jumlahnya ribuan setiap minggu," imbuhnya.

"Ini kita tidak cerita anak sakit, tapi meninggal. Yang harusnya di negara, satu anak pun tidak boleh meninggal dan harusnya satu anak pun tidak boleh sakit."

Kasus Covid-19 pada anak di Indonesia dari data yang dikumpulkan IDAI.Tangkapan layar Webinar IDAI, Minggu 13 Juni 2021 Kasus Covid-19 pada anak di Indonesia dari data yang dikumpulkan IDAI.

Menurut data UNICEF dan yang dimiliki IDAI, jumlah kematian pada anak balita hingga 2019 jumlahnya menurun.

Namun sejak adanya pandemi Covid-19, data real IDAI menunjukkan, ada hampir 50 persen peningkatan kematian pada anak.

"Ini data kita, data real dari dokter anak, hampir 50 persen balita kita meninggal," ungkap Aman.

Sementara kasus meninggal pada anak berusia 10-18 tahun karena Covid-19 berkisar antara 30 persen.

Aman menekankan, jika data real kasus Covid-19 pada anak belum ada atau belum jelas, kita sebetulnya belum bisa untuk membuka sekolah.

Testing atau pengujian Covid-19 jadi masalah

Ilustrasi tes swab Covid-19 untuk mendeteksi infeksi virus corona untuk hentikan pandemi Covid-19.Shutterstock Ilustrasi tes swab Covid-19 untuk mendeteksi infeksi virus corona untuk hentikan pandemi Covid-19.

Minimnya testing atau pengujian Covid-19 menjadi masalah besar, termasuk dalam menentukan kasus Covid-19 pada anak.

Banyak ahli mengatakan bahwa sejak awal pandemi Covid-19, testing di Indonesia selalu menjadi masalah.

Hingga Senin (14/6/2021) pagi, jumlah kasus Covid-19 yang diumumkan secara resmi oleh pemerintah adalah 1,9 juta kasus dengan angka kematian 52.879 jiwa.

Namun, jumlah tersebut jauh lebih sedikit dibanding yang ada di lapangan.

"Testing kita ini tidak real," ungkapnya.

Di tengah bulan Februari 2021, testing atau pengujian sempat memuncak di 30,5 persen, sekarang sekitar 11,9 persen.

Angka tes yang dilakukan di Inonesia tersebut masih rendah dan tidak memenuhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Angka yang dihitung tersebut hanya pengujian dari rapid PCR, bukan rapid antigen ataupun antibodi.

"Pada Mei harusnya (testing) meningkat, tapi banyak orang takut ditesting. Dan pada anak juga banyak laporannya, orangtuanya tidak mau ditesting, anaknya tidak mau ditesting," kata Aman.

Baca juga: Sudah Divaksin Covid-19, Bolehkah Bersalaman dengan Orang Lain?

Berdasarkan data laporan hingga 12 Mei 2021, hanya DKI Jakarta, DIY, dan Sumatra Barat yang berhasil mencapai standar WHO (1 per 1.000 orang dites setiap minggu).

Ketika jumlah testing sangat sedikit, disebutkan Aman, sangat sulit untuk melihat data real, terutama data untuk anak.

Seperti dapat dilihat pada grafik di bawah ini, jumlah pengujian Covid-19 per 1.000 orang, Indonesia hanya 1 per 10 dari Malaysia.

Jumlah testing pun ada di bawah India, Korea Selatan, Thailand, dan Pakistan.

"Ketika testing sedikit, kita seperti orang buta berjalan. Bagaimana kita berjalan kalau tidak ada yang menuntun. Menuntunnya bagaimana? Testingnya harus dibenahi," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com