Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Orang Cenderung Diam Saat Mengalami Pelecehan Seksual? Sains Jelaskan

Kompas.com - 11/06/2021, 21:45 WIB
Bestari Kumala Dewi

Penulis

Respons membeku atau berdiam diri, lanjutnya, telah berkembang sebagai mekanisme bertahan hidup karena dua alasan utama.

Pertama, membeku atau diam membuat mangsa tidak terlihat oleh banyak pemangsa yang matanya lebih peka terhadap gerakan daripada bentuk atau warna.

Kedua, 'berpura-pura mati' sering kali menjadi cara agar pemangsa melepaskan mangsanya, karena pemangsa kebanyakan bukan pemakan bangkai.

"Jelas pemerkosa bukan singa yang mencoba memakan kita, jadi mengapa memilih 'pura-pura mati'? Seringkali ini karena amigdala tidak dalam kondisi sadar, sebab amigdala membuat keputusan berdasarkan kadar hormon stres," lanjut McDermott.

"Ini diaktifkan ketika hormon stres - kami menyebutnya ketakutan - mencapai tingkat yang cukup tinggi. Kemudian mengambil alih pengambilan keputusan dari bagian eksekutif otak kita."

Respons freeze atau membeku ini umumnya sebagai respons terhadap teror, seperti diperkosa, pertarungan atau pelarian.

Baca juga: Pemerkosa 9 Anak Divonis Kebiri Kimia, Seberapa Efektif Hukuman Ini?

3 Fase Pembekuan

Senada dengan McDermott, Jim Hopper, Ph.D., pakar trauma psikologis dan rekan pengajar di Harvard Medical School mengatakan, para ilmuwan secara luas mendefinisikan freeze atau membeku sebagai respons terhadap ancaman yang ditandai tidak hanya oleh imobilitas, tetapi juga penghambatan perilaku.

Ia melanjutkan, dengan membaca literatur ilmiah dengan cermat, dan mendengarkan dengan cermat orang-orang yang menjelaskan tanggapan mereka terhadap serangan seksual, pelecehan berat, dan serangan lainnya, kemungkinan ada tiga jenis respons membeku, yaitu deteksi, kejutan, dan pilihan tidak baik.

“Seperti yang akan kita lihat, seseorang yang mengatakan "Saya membeku" mungkin pernah mengalami satu, dua, atau ketiga bentuk. Dan untuk alasan neurobiologis, jika lebih dari satu terjadi, mereka biasanya terungkap dalam urutan tertentu,” ujar Hopper.

1. Deteksi Pembekuan

Dalam serangan seksual dan pelecehan yang parah, sering kali ada saat kritis ketika serangan itu terdeteksi dan otak serta tubuh secara instan dan otomatis memasuki keadaan yang sama sekali berbeda.

Sampai saat itu, orang tersebut mungkin menghadapi pengalaman baru, bahkan jika itu tidak menyenangkan, tidak diinginkan, dan membuat tertekan. Kemudian mulai mendeteksi apa yang sebenarnya terjadi.

Kemudian sesuatu yang buruk terjadi hingga meningkatkan stres secara besar-besaran, dan sirkuit pertahanan otak tidak hanya mendeteksi serangan yang tidak terduga, tetapi secara otomatis dan tanpa sadar memicu respons otak dan tubuh yang kuat.

Ini adalah deteksi pembekuan, dan untuk menggambarkannya orang sering berkata, "Saya membeku sebentar."

Setiap orang akan memiliki respons deteksi pembekuan ini pada waktu yang berbeda, beberapa orang mungkin ketika mereka pertama kali merasakan ada sesuatu yang salah, sebelum agresi yang jelas, dan yang lainnya mungkin membutuhkan waktu lebih lama.

Itu bisa terjadi ketika lengan dicengkeram, kemeja dibuka paksa, tubuh ditarik paksa, atau ketika seseorang yang dipijat disentuh secara tidak tepat untuk pertama atau kedua kalinya.

“Pemicu potensial tidak terbatas, tetapi respons deteksi pembekuan pada dasarnya sama, yaitu seketika dan tanpa sadar, terkadang dengan sentakan, semuanya berhenti dan semuanya berubah,” jelas Hopper.

Respons ini bisa cepat berlalu, dan mungkin tidak akan diingat lagi nanti—setidaknya tidak pada awalnya, terutama jika pengalaman yang lebih mengganggu terjadi tepat sebelum dan sesudahnya, atau orang tersebut pada umumnya menghindari ingatan buruk.

Seringkali penyelidik tidak mengajukan pertanyaan yang tepat, atau bahkan mengetahui bahwa itu adalah respons umum dan momen kunci dalam banyak serangan seksual.

Respons deteksi pembekuan tidak terjadi di setiap serangan seksual atau insiden pelecehan berat, terutama jika eskalasi dan pengakuan terungkap secara bertahap. Tetapi ketika itu terjadi, berbagai proses berbasis otak lainnya cenderung mengikuti.

Jelas, respons deteksi pembekuan melibatkan penghentian semua gerakan (selain pernapasan dan pemindaian visual). Itu sebabnya disebut pembekuan.

Imobilitas membantu korban menghindari perhatian pemangsa. Sama pentingnya, menghentikan perilaku apa pun yang terjadi tepat sebelum serangan terdeteksi, juga memberi ruang—secara harfiah, dalam hal fungsi jaringan otak—untuk opsi perilaku baru dan tidak terencana yang dapat mencegah cedera atau kematian.

Baca juga: Mengenal 5 Jenis Pelecehan Seksual, termasuk Komentar Cabul dan Penyuapan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com