Mereka selanjutnya menggunakan informasi tentang makanan spesies tersebut untuk memahami mengapa beberapa bisa sederhana sementara yang lain sangat kompleks.
"Beberapa ular memiliki bisa yang jauh lebih sederhana dengan komponen yang lebih sedikit. Beberapa memiliki lebih banyak. Kami ingin memahami, dari sudut pandang evolusi, mengapa hal itu mungkin terjadi," kata Holding.
Para peneliti mengumpulkan sampel racun dan kelenjar racun dari ular derik dan mulut kapas di seluruh Amerika Utara.
Mereka menggunakan teknik pengurutan generasi berikutnya untuk menghasilkan kumpulan data proteom dan transkriptom kelenjar racun terbesar untuk ular beludak hingga saat ini.
Para peneliti kemudian membandingkan kompleksitas racun dengan pola makan spesies ular.
Baca juga: Mengenal Ular Kobra Jawa yang Banyak Ditemui di Permukiman Jakarta
Hasil analisis menyimpulkan jika perubahan kompleksitas racun terkait dengan keanekaragaman filogenetik makanan ular.
Bukti tersebut terlihat pada tiga dari empat keluarga gen racun terbesar yang ada racun ular beludak.
Peneliti menemukan Protease serin, metaloproteinase, dan fosfolipase memiliki hubungan positif, artinya semakin beragam makanan ular, semakin kompleks bisa ular.
Keragaman makanan tersebut setidaknya menyumbang antara 25 dan 40 persen variasi dalam kompleksitas racun.
Dengan temuan yang dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences ini harapannya dapat memberikan wawasan serta data bagi peneliti ular lainnya. Termasuk soal bagaimana memahami racun dari bisa ular untuk penggunaan medis atau terapeutik.
Baca juga: Tujuh Jenis Bisa Ular di Indonesia, Kenali Bedanya, Pahami Dampaknya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.