Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cotton Bud Berawal dari Tusuk Gigi yang Ditancapkan Kapas

Kompas.com - 16/04/2021, 07:02 WIB
Dea Syifa Ananda,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.com- Cotton bud, salah satu alat pembersih telinga yang sudah tak lagi disarankan oleh para dokter spesialis THT. Namun, alat ini masih tetap populer digunakan banyak orang hingga saat ini.

Cotton bud adalah spidel pendek dengan salah satu atau kedua ujungnya dilapisi kapas yang telah lama digunakan untuk keperluan kosmetik dan kebersihan pribadi, terutama untuk membersihkan telinga.

Adalah Leo Gerstenzang, seorang Amerika kelahiran Polandia yang pertama kali menemukan cotton bud, sekitar tahun 1920-an.

Penemuan cotton bud berawal saat Leo yang mengamati bahwa istrinya menggunakan tusuk gigi yang ditancapkan pada kapas untuk membersihkan telinga bayi mereka saat mandi.

Baca juga: Seberapa Besar Bahaya Membersihkan Telinga dengan Cotton Bud?

 

Hal itu membuatnya khawatir tusuk gigi tersebut akan melukai atau menusuk telinga bayi mereka atau kapasnya bisa lepas dari tongkat dan tersangkut di telinga.

Akhirnya, ia memutuskan untuk merancang kapas siap pakai yang dapat digunakan pada bayi dengan risiko cedera yang lebih kecil.

Kemudian, Leo menemukan ide untuk menjualnya karena merasa produk yang dibuatnya itu menarik banyak orang tua.

Baca juga: Kotoran Telinga, Bolehkah Dibersihkan Sendiri dengan Cotton Bud?

 

 

Leo kemudian membentuk sebuah perusahaan produk bayi dengan nama Leo Gerstenzang Infant Novelty Company untuk memasarkan produk tersebut dan produk bayi lainnya.

Dilansir Encyclopedia, Rabu (14/4/2021), ia membutuhkan waktu beberapa tahun untuk merancang cotton bud buatannya, agar aman digunakan. Di antaranya seperti menentukan kapas dalam jumlah yang sama di setiap ujung kapas.

Akan tetapi, dia tidak hanya menciptakan produk cotton bud saja. Leo juga merancang kemasan tersebut yaitu kemasan yang bisa dibuka dengan satu tangan.

Hal ini bertujuan agar orang tua yang menggendong bayi dengan satu tangan dapat dengan mudah membuka kotak cotton bud dan mengeluarkan produk dengan tangan lainnya.

Baca juga: INFOGRAFIK: Cotton Bud dan Efek Penggunaannya

Bersihkan kotoran telinga menggunakan cotton bud.Thinkstock Bersihkan kotoran telinga menggunakan cotton bud.

Saat produknya sudah siap dan dirasa sudah sempurna, Leo mencari nama yang layak secara komersial.

Awalnya, produknya dirancang untuk membuat bayi senang, karena telinganya dibersihkan dengan aman, dia memilih nama Baby Gays.

Kemudian pada tahun 1926 berubah nama menjadi yang terkenal sekarang yaitu Q-Tips yang saat ini menjadi merek dagang terdaftar dari Chesebrough-Ponds, Inc.

Cotton bud telah menjadi penemuan yang mengubah dunia dengan desain yang telah berkembang secara signifikan sejak tahun 1920-an.

Untuk sebagian besar aplikasi, tongkat kayu diganti dengan spindel kertas, yang lebih kecil kemungkinannya agar dapat menusuk jaringan telinga yang halus

Baca juga: Peringatan untuk Kita, Pria Ini Nyaris Meninggal karena Cotton Bud

 

Akhir-akhir ini, plastik telah menjadi pilihan populer untuk bahan spindel karena menawarkan peningkatan fleksibilitas dan ketahanan terhadap air.

Namun, desain poros pada plastik harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menembus kapas di ujung tongkat. Untuk mencegah hal ini terjadi, cotton bud telah dirancang dengan sejumlah fitur khusus.

Cara untuk menghindari masalah ini salah satunya membuat ujung pada kapas melebar. Ujung yang melebar ini tidak dapat menembus terlalu dalam ke dalam telinga karena diameternya yang lebih besar.

Kendati demikian, Anda harus berhati-hati dalam penggunaan cotton bud ini. Sebab, dapat mendorong kotoran telinga lebih jauh ke dalam saluran telinga, yang dapat menyebabkan impaksi, ketidaknyamanan, atau pecahnya gendang telinga.

Baca juga: Kotoran Telinga Tersumbat, Kenali Gejala, Penyebab hingga Penanganannya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com