Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Setahun Pandemi Corona, 3 Alasan Kebijakan Pengendalian Covid-19 Gagal Total

Kompas.com - 02/03/2021, 16:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada 15 Februari lalu, Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengeluarkan wacana untuk menargetkan Indonesia bisa mengendalikan pandemi pada 17 Agustus 2021.

Wacana ini dapat menjadi sebuah langkah awal untuk mulai mengembangkan visi bersama. Namun kita berharap target visi tersebut harus lebih realistis dan terukur dan mampu menginspirasi seluruh masyarakat untuk bergotong-royong mewujudkannya.

Baca juga: Setahun Pandemi Virus Corona, Manakah Vaksin Covid-19 Terbaik?

Strategi yang reaktif dan tidak jelas

Kelemahan dari berbagai kebijakan pembatasan dari tingkat nasional hingga level kelurahan seperti PSBB, PSBB Transisi, PPKM hingga PPKM Mikro adalah tidak ada standar yang jelas kapan sebenarnya berbagai pembatasan tersebut harus diberlakukan.

Berbeda dengan beberapa negara seperti Selandia Baru, Wales, Inggris hingga Korea Selatan, yang menggunakan tingkatan klasifikasi level pengetatan, semua strategi yang ada di Indonesia saat ini benar-benar memperlihatkan tidak adanya hubungan satu dengan lainnya dan dilahirkan secara reaktif dan tiba-tiba.

Selain itu, pemerintah melalui Satgas Penanganan COVID-19 juga telah lama menilai kondisi kabupaten dan kota dengan membagi menjadi zona merah, orange, kuning dan hijau.

Namun pada saat itu strategi pewarnaan ini tidak memiliki kejelasan dan ketegasan konsekuensi yang harus dilakukan oleh kabupaten/kota ketika masuk ke dalam zona tertentu.

Kita perlu ada kejelasan ambang batas dan konsekuensi yang timbul.

Walau telah terlambat berbulan-bulan, kini pemerintah mungkin mulai mencoba memperbaikinya melalui kebijakan PPKM Mikro. Ini sebuah langkah yang tepat. Namun pekerjaan berat selanjutnya adalah bagaimana mengkomunikasikan hal itu dengan baik ke masyarakat.

Hal ini penting mengingat salah satu faktor keberhasilan Selandia Baru mengendalikan pandemi adalah karena adanya kebijakan strategi yang jelas, konsisten dan transparan dalam proses pengambilan keputusan pengetatan atau pelonggaran yang dilakukan pemerintah.

Dengan kejelasan dan transparansi, masyarakat hingga pelaku usaha akan menjadi sadar dan ikut bertanggung jawab untuk segera mengendalikan pandemi di lingkungannya.

Mereka akan memiliki kontrol dan kesadaran untuk menilai situasi dan mengupayakan pengendalian di wilayahnya agar pembatasan yang selama ini dirasakan menyulitkan mereka, menjadi tidak perlu diterapkan.

Baca juga: Pandemi Covid-19 Akan Jadi Endemik, Apa Bedanya dengan Pandemik?

Pembatasan dilakukan tanpa peningkatan kemampuan pelacakan

Strategi pembatasan sosial atau wilayah yang selama ini dilakukan pemerintah belum dibarengi upaya serius untuk meningkatkan jumlah pengetesan, pelacakan, dan isolasi.

Padahal agar lebih efektif, sebuah upaya pembatasan harus diikuti dengan kegiatan pengetesan, pelacakan dan isolasi secara besar-besaran. Sebuah kajian studi terhadap 22 artikel ilmiah dari berbagai negara telah membuktikan hal ini.

Hingga Januari 2021 kemampuan rasio lacak-isolasi (RLI) di Indonesia rata-rata hanya 1,48 orang . Angka tes di pertengahan Februari ini juga anjlok 24,76% dibanding awal bulan sebelumnya.

Kementerian Kesehatan, dalam usulan penambahan anggaran penanganan pandemi tahun ini, hanya merencanakan 10% dari total seluruh anggaran yang diusulkan untuk kegiatan pengetesan dan pelacakan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com