Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puncak Jaya Papua, Gletser Terakhir di Asia yang Diprediksi Punah Tahun Depan

Kompas.com - 05/12/2020, 18:33 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com- Perubahan iklim telah memberi dampak besar bagi dunia, tak terkecuali Indonesia. Gletser abadi, Puncak Jaya di Papua ikut terkena dampak dari kian memanasnya suhu planet ini.

Gletser yang berada di Taman Nasional Lorentz di provinsi Papua adalah gletser tropis terakhir di Asia. Beberapa orang menyebutkan 'Gletser Keabadian' yang meski tentu tidak akan bisa bertahan lama.

"Bahkan, sebagian orang Indonesia tidak mengetahui bahwa kita memiliki gletser. Es-nya sudah mencair sejak revolusi industri," kata Donaldi Permana, peneliti senior di biro meteorologi Indonesia BMKG seperti dikutip darii ABC, Sabtu (5/12/2020).

Dr Donaldi mengatakan bahwa Puncak Jaya memang tidak ada es dipuncaknya, namun di sekitarnya ada beberapa lapisan es yang dulunya adalah satu gletser besar.

Baca juga: 10 Tahun Lagi, Gletser di Papua Akan Punah

 

Gletser tropis adalah salah satu indikator perubahan iklim paling sensitif. Kini jumlahnya semakin sedikit yang tersisa di dunia. Selain di Papua, gletser tropis juga ada di Amerika Selatan dan Afrika.

Sedangkan Puncak Jaya adalah gunung tertinggi di Indonesia, puncak tertinggi antara pegunungan Himalaya dan Andes.

Pada ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut, penurunan suhu dan hujan berubah menjadi salju, selanjutnya akan membentuk es dan memadat menjadi gletser.

Indonesia adalah salah satu wilayah terbasah di bumi, dan hujan turun di kawasan Papua hampir 300 hari dalam setahun.

Akan tetapi suhu yang memanas membuat hujan tidak lagi berubah menjadi salju. Akibatnya, gletser mencair dari atas dan bawah.

Taman Nasional Lorentz di Papua. Dok. Shutterstock Taman Nasional Lorentz di Papua.

"Kami menyebutnya pelelehan basal, mencair dari dasar. Saat daerah yang lebih gelap di sekitar gletser membesar, maka gletser akan menyerap lebih banyak radiasi matahari, sehingga semakin hangat," jelas Dr Donaldi.

Lebih lanjut dia menjelaskan, tak hanya itu saja, tanah di mana gletser berada tidak datar, sehingga es dapat meluncur ke bawah lebih cepat.

Proses mencairnya es yang cepat tersebut terlihat dari data grafis penyusutan luasan wilayah gletser dari tahun 1850-2018.

  • Tahun 1850: luas gletser 19,3 km2
  • Tahun 1972: luas gletser 7,3 km2
  • Tahun 2018: luas gletser 0,5 km2

Para ilmuwan memperkirakan bahwa gletser Puncak Jaya akan benar-benar menghilang pada tahun 2026, tetapi diprediksi kemungkinan bisa punah atau menghilang pada tahun 2021. Ini menjadi petunjuk penting bagaimana perubahan iklim Bumi semakin dekat.

Baca juga: Antartika Mendekati Kiamat Gletser, Ilmuwan Jelaskan Penyebabnya

 

Usia gletser Papua

Untuk diketahui, bahwa gletser Papua di Taman Nasional Lorentz adalah satu dari tiga gletser tropis yang tersisa di Bumi.

Gletser tropis di pegunungan Andes di Peru dan beberapa gunung yang tersebar di benua Afrika, luasannya juga semakin menyusut.

Akan tetapi, karena Puncak Jaya adalah yang paling rendah dibandingkan gletser tropis lainnya, maka kemungkinan akan menjadi yang pertama menghilang dari planet ini.

Setiap gletser memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh lingkungannya. Saat musim kemarau di Afrika dan Amerika Selatan, debu dikumpulkan oleh hujan dan akhirnya berubah menjadi salju.

Baca juga: Gletser Himalaya Mencair, 800 Juta Orang di Asia Terancam

 

Apabila lapisan gletser diiris seperti kue, maka akan terlihat lapisan debu yang terkumpul tahunan dan ini bisa digunakan untuk menghitung usia gletser tersebut.

"Inti es Peru berumur sekitar 1.800 tahun, dan Afrika bisa kembali ke 11.000 tahun yang lalu. Tapi (gletser) Papua, karena selalu hujan, kita tidak bisa menghitungnya (usia) dengan mudah," kata Dr Donaldi.

Dr Donaldi akhirnya mencoba mengekstraksi inti es dari gletser Papua yang dilakukannya pada tahun 2010 lalu. Lapisan es sepanjang 32 meter dibor sampai ke dasar.

"Tadinya, kami pikir bisa menemukan fosil daun atau serangga untuk menghitung usianya. Tetapi kami hanya menemukan satu indikator waktu," ungkap Dr Donaldi.

Taman Nasional Lorentz yang terletak di Provinsi Papua adalah taman nasional terluas di Asia Tenggara. Terdapat banyak ragam jenis ekosistem dan vegetasi di taman nasional ini. Taman Nasional Lorentz yang terletak di Provinsi Papua adalah taman nasional terluas di Asia Tenggara. Terdapat banyak ragam jenis ekosistem dan vegetasi di taman nasional ini.

Dia menjelaskan pada kedalaman 24 meter, dia menemukan endapan trilium yang terkait dengan uji coba nuklir.

Uji coba nuklir pada tahun 1964 pernah dilakukan Uni Soviet dan China, dengan menghujani Bumi dengan tritium dan meninggalkan jejaknya di permukaan es.

Namun demikian, apa yang terjadi pada Puncak Jaya Papua saat ini, diperkirakan sisa-sia gletser sudah ada kurang lebih 5.000 tahun, dan sudah banyak yang mencair.

"Pada kedalaman 32 meter, terkait dengan tahun 1920-an, jadi kita dapat mengatakan gletaer itu berusia sekitar 90 tahun," ungkap Dr Donaldi.

Kendati demikian, lapisan gletser tropis Papua yang semakin mencair membuat peneliti semakin sulit memperkirakan berapa usianya.

Baca juga: Gletser Everest Mencair, Sejumlah Mayat Muncul ke Permukaan

 

Di kawasan gletser tropis Papua ini, kata Dr Donaldi hidup sekelompok suku yang meyakini bahwa gletser tersebut adalah tempat suci.

Masyarakat adat setempat percaya bahwa salju adalah dewa mereka. Menghilangkan es di puncak gunung salju dianggap seperti menghilangkan otak seorang dewa.

Hal inilah yang juga menjadi faktor sulitnya para peneliti melakukan penelitian dengan mengekstraksi inti es dari gletser terakhir di Asia ini, sebab mendapat banyak perlawanan dari warga setempat.

"Anak mudanya percaya sains perubahan iklim, namun yang lebih tua tidak. Inilah mengapa (Puncak Jaya Papua) dinamakan Salju Abadi. Namun mereka akan segera kehilangan saljunya," kata dia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com