Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gurun Sahara Pernah Hijau, Bisakah Surga Itu Kembali Lagi?

Kompas.com - 29/09/2020, 11:02 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Antara 11.000 sampai 5.000 tahun lalu, setelah zaman es berakhir, Gurun Sahara berubah.

Vegetasi hijau tumbuh di atas bukit pasir dan curah hujan yang meningkat mengubah gua-gua gersang menjadi danau.

Dengan luas sekitar 9 juta kilometer persegi, Afrika Utara berubah menjadi hijau. Tak heran banyak satwa seperti kuda nil, antelop, gajah, dan auroch (nenek moyang liar dari ternak peliharaan) menjadikan Sahara sebagai rumah yang nyaman.

Sayangnya, surga yang subur ini telah lama hilang dan kini menjadi gurun panas terbesar di dunia.

Namun, bisakah Gurun Sahara kembali menghijau?

Jawaban singkat yang diberikan peneliti, bisa.

Baca juga: Penuh Lele dan Nila, Ini Bukti Gurun Sahara Tak Setandus Sekarang

Dilansir Live Science, Minggu (27/9/2020), Sahara Hijau (The Green Sahara) juga dikenal sebagai Periode Lembab Afrika. Perubahan Sahara disebabkan oleh rotasi orbit bumi yang terus berubah di sekitar porosnya.

Menurut Kathleen Johnson, seorang profesor sistem Bumi dari University of California Irvine, pola itu berulang setiap 23.000 tahun.

Namun karena sebuah wildcare, yakni emisi gas rumah kaca yang disebabkan manusia dan menyebabkan perubahan iklim tak terkendali, Johnson mengatakan tidak jelas kapan Sahara kembali hijau.

Pergeseran hijau Sahara terjadi karena kemiringan Bumi berubah.

Dilaporkan Space.com, sekitar 8.000 tahun yang lalu, kemiringan Bumi berubah dari sekitar 24,1 derajat menjadi 23,5 derajat saat ini. Variasi kemiringan itu membuat perbedaan besar.

Sebagai contoh, saat ini Belahan Bumi Utara berada di jarak paling dekat dengan matahari selama musim dingin.

Sementara saat periode Sahara Hijau, Belahan Bumi Utara paling dekat dengan matahari saat musim panas.

Pergeseran ini menyebabkan peningkatan radiasi matahari di Belahan Bumi Utara selama musim panas.

Belahan Bumi Utara lebih dekat dengan matahari selama bulan-bulan musim dingin (kanan) daripada musim panas.SHUTTERSTOCK/Soleil Nordic Belahan Bumi Utara lebih dekat dengan matahari selama bulan-bulan musim dingin (kanan) daripada musim panas.

Kenaikan radiasi matahari memperkuat monsun Afrika, pergeseran angin musiman di wilayah tersebut yang disebabkan oleh perbedaan suhu antara daratan dan lautan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com