Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelum Inhaler Ditemukan, Ribuan Tahun Orang Hirup Zat Obati Asma

Kompas.com - 11/08/2020, 18:04 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com - Bagi penderita asma, inhaler dapat menjadi penyelamat kala serangan sesak napas tiba-tiba terjadi.

Sejak berabad-abad lalu, penyakit asma ini telah lama diderita sebagian umat manusia di Bumi.

Asma berasal dari kata 'aazein' dalam bahasa Yunani yang berarti bernapas dengan berisik, seperti dilansir dari Everyday Health, Selasa (11/8/2020).

Pertama kalinya digunakan oleh dokter dari abad kelima Hippocrates sebagai istilah yang merujuk pada gangguan pernapasan.

Baca juga: Kekurangan Vitamin D, Anak Berisiko Asma hingga Dermatitis Atopik, Kok Bisa?

Berbagai pengobatan dan metode terapi, telah dilakukan sejak berabad-abad lalu.

Menurut artikel ilmiah yang diterbitkan di Journal of Aerosol Medicine and Pulmonary Drug Delivery, orang telah menghirup zat untuk mengobati gejala asma setidaknya selama 3.500 tahun lalu.

Dimulai dari merokok opium yang dilakukan masyarakat kuno China hingga menghirup asap dari ramuan yang dibakar yang dilakukan Yunani kuno.

IlustrasiThinkstockphotos Ilustrasi

Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Pulse Oximeter, Teknologi yang Selamatkan Pasien Corona

Papirus menggambarkan orang-orang yang menghirup uap tanaman henbane hitam, atau nightshade yang berbau busuk. Tanaman ini diletakkan di atas batu bata panas, kemudian ditutup dengan toples berlubang.

Orang kemudian menghirup uap melalui lubang itu menggunakan batang buluh.

Namun, kemajuan teknologi medis terus berkembang sejak masa dimulainya revolusi Industri di Inggris. Kemajuan ilmiah saat itu kemudian mendorong berbagai penemuan yang mengubah dunia, salah satunya kelahiran inhaler pertama.

Kapasitas produksi alat terapi asma ini yang terus meningkat, selanjutnya turut mendorong lahirnya nebulizer, inhaler serbuk kering, dan inhaler pot keramik.

Awal abad ke-20 juga turut berkembang komersialisasi rokok asma, mulai dari bahan-bahan dari stramonium hingga daun teh.

Ilustrasi albuterol inhaler untuk terapi asma.WIKIMEDIA COMMONS/ParentingPatch Ilustrasi albuterol inhaler untuk terapi asma.

Terobosan besar terjadi pada tahun 1950-an, saat Metered Dose Inhaler (MDI) ditemukan.

Perangkat pertama yang secara efektif mendistribusikan obat ke paru-paru, alat ini menggebrak teknologi terapi gangguan pernapasan di masa yang akan datang.

Selama tahun 1960-an, penyakit ini dikenal sebagai inflamasi kronis dan sebelum titik ini, banyak ilmuwan yang menganggapnya sebagai kondisi psikologis. Sebab, desahan napas anak dianggap sebagai tangisan yang ditekan karena ibu.

Namun, dengan pemahaman medis baru, pengobatan yang efektif seperti albuterol mulai tersedia pada akhir abad ke-20.

Inhaler pertama disebut dengan inhaler mudge. Dokter dan astronom Inggris, John Mudge menciptakan alat ini pada tahun 1778.

Baca juga: Lawan Asma, Zaskia Adya Mecca Sedih Nebulizer Langka di Puskesmas

Alat ini berbahan dasar timah tankard, inhaler yang memungkinkan orang untuk menghirup uap opium untuk mengobati penyakit yang disebut batuk katarak, batuk dengan banyak lendir.

Untuk mengoperasikan inhaler, pengguna akan menuangkan air ke dalam tangki, menutupnya, dan menghirup uap melalui tabung fleksibel yang dimasukkan ke dalam lubang pada penutupnya.

Berkat kapasitas manufaktur dan teknologi baru yang dibawa saat revolusi industri Inggris, perangkat perawatan ini menjadi populer digunakan, baik di rumah maupun di rumah sakit.

Tidak hanya meringankan gejala asma, tetapi juga memudahkan dokter anestesi saat operasi bedah dilakukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com