Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Hoaks Corona di Tanah Air, dari Thermo Gun sampai Kelinci Percobaan

Kompas.com - 27/07/2020, 13:02 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Sejak pertama kali diumumkan pada 31 Desember 2019, virus corona SARS-CoV-2 telah menginfeksi lebih dari 16,4 juta orang di seluruh dunia.

Hingga Minggu (26/7/2020) sore, jumlah terkonfirmasi di Indonesia ada 98.778 kasus. 56.655 pasien sudah dianggap sembuh dan 4.781 di antaranya meninggal dunia.

Seiring dengan penyebaran corona yang masih masif hingga hari ini, banyak informasi hoaks dan menyesatkan yang beredar di masyarakat.

Kompas.com merangkum 3 informasi menyesatkan di Tanah Air yang baru-baru ini muncul. Berikut ulasannya:

Baca juga: Kasus Tanpa Gejala Banyak Ditemukan di Klaster Baru Corona

1. Virus corona buatan manusia

Banyak orang percaya, virus corona adalah buatan manusia atau dibuat di laboratorium.

Padahal, para ilmuwan di seluruh dunia sudah memaparkan banyak bukti yang menunjukkan bahwa virus corona secara alami ada di alam.

Ini artinya, virus corona bukan buatan manusia, bukan buatan China, dan bukan buatan Amerika.

Virus corona diduga kuat berasal dari kelelawar, kemudian menular antar hewan, bermutasi dan dapat menular ke manusia, hingga akhirnya menyebar luas dan telah menginfeksi 16,4 juta orang di seluruh dunia.

Ahli biologi molekuler Indonesia, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, menjelaskan bagaimana virus corona 100 persen berasal dari alam dan tak ada campur tangan manusia.

Dari riset yang dilakukan para ilmuwan sejauh ini, virus corona SARS-CoV-2 memiliki panjang 30.000 basa.

Ketika virus ini dilihat secara keseluruhan, kesamaannya dengan SARS hanya 80 persen.

"Jadi perbedaan (dengan SARS-CoV) cukup banyak, sekitar 20 persen," ungkapnya.

"Nah, yang terdekat itu (SARS-CoV-2) dengan genomnya coronavirus yang ditemukan pada kelelawar tapal kuda di Yunnan, China," ungkapnya.

"Ini horseshoe bat yang ditemukan di Yunnan ya. Bukan di Tomohon (Sulawesi Utara) atau Jogja. Sebab kasihan juga, kelelawar yang di Tomohon, Jogja katanya mau dibunuh, padahal inangnya beda," imbuhnya.

Kelelawar tapal kuda (Rhinolophus) sejauh ini merupakan reservoir (sarang) alami yang penting bagi virus corona. Hewan ini juga memiliki virus corona yang merupakan kerabat dekat SARS-CoV-2, penyebab Covid-19.Shutterstock/Rudmer Zwerver Kelelawar tapal kuda (Rhinolophus) sejauh ini merupakan reservoir (sarang) alami yang penting bagi virus corona. Hewan ini juga memiliki virus corona yang merupakan kerabat dekat SARS-CoV-2, penyebab Covid-19.

Ahmad menyampaikan, setiap kelelawar memiliki inangnya masing-masing.

Beda habitat dan spesies kelelawar, juga dapat membedakan inang pada jenis virus corona yang terkandung di dalamnya.

Para peneliti menemukan bahwa kelelawar tapal kuda atau horseshoe bat yang ada di Yunnan, China memiliki kemiripan dengan SARS-CoV-2.

Ahmad mengungkap, tingkat kesamaan virus corona pada kelelawar tapal kuda di Yunnan dengan SARS-CoV-2 adalah 96 persen.

"Perbedaan 4 persen (SARS-CoV-2 dengan virus corona di kelelawar yang ada di Yunnan) ini secara keseluruhan. Dengan kata lain, terdapat 1.200 titik yang berbeda (4 persen kali 30.000 jumlah basa SARS-CoV-2) secara keseluruhan," jelas Ahmad.

Secara keseluruhan, perbedaan SARS-CoV-2 dengan virus corona di trenggiling memang agak jauh.

"Jadi paling dekat secara keseluruhan (perbedaan SARS-CoV-2) memang dengan kelelawar, tapi kalau dilihat pada spikenya lebih dekat dengan virus corona pada trenggiling," lanjutnya.

Pada studi-studi awal terkait virus corona penyebab Covid-19, para ahli mengatakan virus ini memiliki kemiripan dengan SARS-CoV penyebab SARS pada 2003.

Namun setelah diteliti lagi, spike pada SARS-CoV-2 dengan SARS-CoV memiliki perbedaan pengurutan gen yang sangat banyak.

"Jadi kalau misalnya saya merekayasa, membuat virus (SARS-CoV-2), kenapa saya harus mengubah titik-titik yang ada pada SARS-CoV-2. Justru yang ditemukan, setelah kita baca sekuensnya, itu sudah ada di alam, yaitu yang ada di coronavirus-nya trenggiling," jelas Ahmad.

"Dan, titiknya itu random. Ada sekitar enam titik yang berubah dan memiliki asam amino yang beda banget," tambahnya.

Ahmad menjelaskan, protein terdiri dari asam amino. Asam amino sendiri ada yang sifatnya hidrofilik atau suka dengan air dan hidrofobik yang artinya tidak menyukai air.

Ketika para ilmuwan ingin mengubah suatu fungsi, peneliti tidak akan mengubah secara drastis.

"Tapi yang terjadi pada virus corona SARS-CoV-2, perubahannya cukup drastis. Bukan cuma satu atau dua (titik), tapi enam titik," kata Ahmad.

Dikatakan Ahmad, yang menarik dari virus corona SARS-CoV-2, semakin berubah titiknya, semakin kuat ikatannya.

"Sekali lagi, kalau kita ikutin logika manusia, ini enggak masuk akal. Kenapa kita harus mengubah di enam titik yang kesannya random. Enggak ada logikanya sama sekali. Selain itu, (perbedaan yang ada) justru dapat mengikat (ke sel manusia) lebih kuat," paparnya.

BACA SELENGKAPNYA: Alasan Mendasar Kenapa Virus Corona Covid-19 Bukan Buatan Manusia

Pekerja salon menggunakan masker dan pelindung wajah, melakukan pemeriksaan suhu tubuh menggunakan thermo gun saat melayani pelanggan.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Pekerja salon menggunakan masker dan pelindung wajah, melakukan pemeriksaan suhu tubuh menggunakan thermo gun saat melayani pelanggan.
2. Thermo Gun disebut berbahaya untuk otak

Thermo gun, alat pengukur suhu yang kerap kita jumpai belakangan ini, telah menjadi korban baru dari informasi palsu terkait Covid-19.

Banyak masyarakat bertanya-tanya tentang keamanan thermo gun atau alat pengukur suhu berbentuk pistol yang ditembakkan ke dahi itu. Ada yang mengatakan, thermo gun dapat menyebabkan kerusakan di otak.

Perlu diketahui dan dipahami, ini adalah informasi yang salah atau hoaks.

Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM selaku Ketua yayasan Kanker Indonesia (YKI) mengatakan bahwa informasi tersebut tidak benar.

"Alat itu (thermo gun) menggunakan inframerah bukan laser," kata Aru menyanggah ucapan Ichsannuddin, dihubungi Kompas.com, Senin (20/7/2020).

Selain itu, Prof. Dr. dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP yang merupakan guru besar pada Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI RS Cipto Mangunkusumo juga menegaskan hal yang sama.

Ari menyampaikan, thermo gun sudah lolos uji kesehatan dan aman digunakan.

"Thermal gun sudah lulus uji kesehatan, jadi sudah diperhitungkan bahwa alat ini aman," kata Ari kepada Kompas.com, Senin (20/7/2020).

Ari yang juga merupakan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) juga menyampaikan bahwa alat ini tidak akan berpengaruh pada sistem saraf dan retina karena tidak memancarkan radiasi seperti sinar-X.

"Thermometer inframerah tidak memancarkan radiasi seperti sinar-X. Dan karena itu, tidak mempengaruhi sistem saraf termasuk juga tidak merusak retina," jelasnya.

BACA SELENGKAPNYA: [Hoaks] Thermo Gun Disebut Berbahaya untuk Otak, Begini Faktanya

3. Indonesia Dijadikan Kelinci Percobaan Vaksin Corona

Pertengahan Juli lalu, Bio Farma telah menerima vaksin Sinovac dari China sebanYak 2.400 buah.

Vaksin itu akan digunakan sebagai uji klinis fase 3 yang bertujuan menguji khasiat vaksin corona dan mengetahui efektivitas dari vaksin Sinovac dalam melawan virus SARS-CoV-2.

Berkaitan dengan kabar Indonesia akan melakukan uji klinis fase 3 untuk vaksin Covid-19, sejumlah orang justru beranggapan bahwa Indonesia dijadikan kelinci percobaan.

Ilustrasi vaksin virus corona, vaksin Covid-19Shutterstock Ilustrasi vaksin virus corona, vaksin Covid-19

Ahmad Utomo pun angkat bicara dan menjelaskan duduk perkaranya.

Dia mengatakan kepada Kompas.com, Minggu (26/7/2020), anggapan bahwa Indonesia dijadikan kelinci percobaan itu menyesatkan dan salah besar.

Ahmad menerangkan bahwa wilayah dengan angka penyebaran virus yang masih tinggi ideal untuk uji klinis fase 3.

"Untuk menguji efektivitas suatu vaksin, tentu idealnya kita mencari daerah hotzone, wilayah-wilayah yang infeksinya masih tinggi," terang Ahmad.

"China itu sudah terkendali. Beberapa waktu lalu mereka (China) ketemu 30 orang positif, langsung lockdown Beijing. Nah kita yang di Jakarta aja ada banyak banget, Jawa Timur dan Solo juga masih tinggi (kasus) per hari," ucapnya.

"Area-area yang tinggi seperti ini, justru malah ideal untuk menguji vaksin. Karena nanti kita bisa bandingkan, kelompok yang diberi vaksin dengan kelompok yang diberi plasebo (cairan kosong)."

Ahmad pun menegaskan, hal ini bukanlah konspirasi China. Tujuannya memang untuk mencari target yang ideal.

Perlu diingat, selain Indonesia, negara lain yang ditunjuk melakukan uji klinis fase 3 adalah Brasil dan Bangladesh.

Dari penjelasan Ahmad tersebut, informasi yang mengatakan Indonesia adalah kelinci percobaan untuk vaksin corona adalah hoaks dan menyesatkan.

Selain itu perlu diketahui, pada fase 2 uji klinis China juga melibatkan 500 relawan untuk terlibat dalam penelitian.

BACA SELENGKAPNYA: [Hoaks] Indonesia Dijadikan Kelinci Percobaan Vaksin Corona, Ini Penjelasannya

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com