Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Ungkap Tren Kehamilan Tak Diinginkan dan Aborsi Global, Ini Hasilnya

Kompas.com - 23/07/2020, 20:39 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com - Sebuah studi baru berjudul Abortion and Unintended Pregnancy Worldwide yang dipublikasikan dalam Lancet Global Health mengungkapkan tren kehamilan tak diinginkan (KTD) atau unintended pregnancy dan aborsi global.

Hasilnya menunjukkan bahwa ada penurunan jumlah KTD di seluruh dunia selama 20 tahun terakhir, berkat perbaikan akses terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi.

Akan tetapi, angka aborsi di seluruh dunia justru kembali melonjak setelah mengalami penurunan antara 1990-1994 hingga 2000-2004.

Baca juga: Terkait Cryptic Pregnancy, Bagaimana Tes Kehamilan Negatif tapi Hamil?

Tren KTD dan aborsi global

Tim peneliti dari Guttmacher Institute dan UNDP/UNFPA/UNICEF/WHO/World Bank Special Programme of Research, Development and Research Training in Human Reproduction (HRP) mencatat bahwa sepanjang 2015-2019, ada 121 juta KTD di seluruh dunia.

Setara dengan 65 per 1.000 wanita berusia 15-49 tahun, angka ini sudah lebih rendah dibandingkan angka KTD pada periode 1990-1994 yang mencapai 79 per 1.000 wanita.

Namun, tim peneliti juga menemukan bahwa wanita-wanita di negara-negara paling miskin tiga kali lipat lebih mungkin mengalami KTD dibandingkan wanita-wanita yang hidup negara-negara kaya.

Hal ini, tulis mereka, menunjukkan bahwa masih ada ketimpangan akses layanan kesehatan seksual dan reproduksi antara negara-negara miskin dengan negara-negara kaya.

Baca juga: Kehamilan Saat Pandemi Covid-19, Waktu yang Baik Rencanakan Punya Anak, Kok Bisa?

Sementara itu, 61 persen atau setara dengan 73 juta KTD juga berakhir dengan aborsi pada tahun 2015-2019. Proporsi ini bahkan lebih tinggi dari periode 1990-1994, ketika 51 persen KTD berakhir dengan aborsi.

Tren aborsi memang tidak merata secara global, meskipun terjadi di semua negara.

Di negara-negara Eropa dan Amerika Utara yang melegalkan prosedur aborsi, misalnya, angka aborsi justru menunjukkan penurunan yang signifikan hingga 63 persen dari periode 1990-1994 ke 2015-2019.

Namun, proporsi KTD yang berakhir dengan aborsi justru ditemukan meningkat sebanyak 12 persen di negara-negara yang memiliki hukum pembatasan aborsi, baik yang sepenuhnya melarang aborsi atau aborsi hanya diperbolehkan ketika nyawa ibu dalam bahaya.

Alhasil, angka aborsi pun ditemukan serupa di negara-negara yang membatasi aborsi (36 per 1.000 wanita) dengan negara-negara yang melegalkannya (40 per 1.000 wanita).

Baca juga: Tips Jaga Kehamilan Aman bagi Ibu Hamil di Tengah Pandemi Covid-19

Selain status hukum, pendapatan juga menjadi faktor penting yang memengaruhi angka aborsi, khususnya di negara-negara berpendapatan tinggi.

Angka aborsi ditemukan paling rendah di negara-negara berpendapatan tinggi yang melegalkan aborsi, yakni 11 per 1.000 wanita. Sebaliknya, negara-negara berpendapatan tinggi yang membatasi akses aborsi mencatatkan angka aborsi hingga 32 per 1.000 wanita.

Sementara itu, di negara-negara berpendapatan rendah ke menengah, angka aborsi berkisar antara 34-38 per 1.000 wanita tanpa dipengaruhi oleh status hukum aborsi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com