Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Oranye, Seperti Apa Warna Matahari Terbenam di Planet Lain?

Kompas.com - 05/07/2020, 18:02 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

KOMPAS.com – Anda pasti suka melihat panorama Matahari terbenam, dengan warna oranye kemerahan yang perlahan tenggelam di balik horizon. Namun apakah Anda tahu, warna Matahari terbenam di planet lain tidak seperti itu.

Warna yang dihasilkan Matahari saat tenggelam bergantung pada atmosfer planet masing-masing. Di Mars misalnya, Matahari terbit dan tenggelam dengan pancaran warna biru.

Di Uranus, Matahari terbenam dengan gradasi warna biru menuju biru kehijauan. Kemudian dari Titan, salah satu satelit milik Saturnus, langit berubah dari kuning menjadi oranye dan akhirnya cokelat saat Matahari terbenam.

Warna Matahari terbenam tidaklah beragam karena bergantung pada atmosfer tiap planet. Serta, bagaimana partikel-partikel atmosfer tersebut memecah cahaya Matahari.

Baca juga: Rahasia Alam Semesta: Warna Matahari Bukan Kuning tapi Putih, Kok Bisa?

Hal itu diungkapkan oleh Kurt Ehler, seorang profesor matematika di Truckee Community College di Nevada, AS. Ia adalah penulis jurnal Applied Optics yang membahas mengapa Matahari terbenam di Mars berwarna biru.

“Hampir semua orang pasti mengira warna Matahari terbenam di planet lain sama dengan yang mereka lihat di Bumi. Tapi tidak begitu kenyataannya,” tutur Ehler seperti dikutip dari Live Science, Minggu (5/7/2020).

Ilustrasi matahariNASA/SDO (AIA) Ilustrasi matahari

Atmosfer pada Bumi misalnya, terbuat dari molekul-molekul gas dengan mayoritas nitrogen dan oksigen. Hal ini membuat partikel sinar Matahari lebih mudah dipecahkan, serta dipantulkan ke berbagai arah.

Warna biru dan ungu dihasilkan apabila panjang gelombang tersebut pendek. Sementara, warna merah dihasilkan apabila gelombang cahayanya panjang.

Baca juga: Seperti Apa Matahari Terbenam di Planet Lain? Ini Simulasi NASA

Tipe-tipe penyebaran ini disebut dengan Rayleigh Scattering. Hasilnya adalah kita melihat langit yang berwarna biru pada saat siang hari. Namun ketika beranjak malam dan jarak Matahari semakin menjauh, gelombang cahaya menjadi lebih panjang sehingga warna kemerahan pun tercipta.

Ehler mengatakan semua planet dengan atmosfer dari gas memiliki kecenderungan yang sama. Uranus misalnya, memiliki atmosfer gas gabungan dari hidrogen, helium, dan metana. Pada siang hari, cahaya Matahari terlihat kebiruan sementara pada malam hari berubah menjadi kemerahan.

Namun jika atmosfer sebuah planet bukan terdiri dari gas, lain lagi warna Matahari saat terbenam. Fenomena sunset biru di Mars misalnya.

“Hal ini karena atmosfernya dipenuhi partikel debu,” tutur Ehler.

Baca juga: Fenomena Langit Juli 2020: Matahari di Atas Kabah hingga Komet Neowise

Pada penelitian tahun 2014 berdasarkan foto Matahari terbenam dari rover Spirit, Ehler dan para koleganya menemukan bahwa partikel debu memancarkan sinar Matahari dengan cara berbeda dengan partikel gas.

Molekul gas, seperti yang ada pada atmosfer Bumi, memancarkan cahaya ke berbagai arah. Namun partikel debu hanya memancarkan cahaya pada satu arah.

Kemudian, partikel debu memancarkan warna merah dengan sudut yang lebih besar dibanding biru. Oleh karena cahaya biru tidak tersebar luas, warnanya menjadi terkonsentrasi pada satu titik.

“Cahaya biru enam kali lebih intens konsentrasinya dibanding cahaya merah,” tambah Ehler.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com