Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Fakta Menarik Konsumsi Tembakau pada Remaja Indonesia Usia 13-15 Tahun

Kompas.com - 29/06/2020, 13:33 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Pemerintah di banyak negara terus berusaha menekan atau mengendalikan konsumsi tembakau oleh masyarakat negaranya, termasuk Indonesia.

Peneliti Pusat Litbang SDPK-Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI, Tati Suryati mengatakan pengendalian dan mendorong adanya advokasi terhadap konsumsi tembakau di Indonesia memang sangat diperlukan, tetapi harus memiliki basis data yang relevan dan kredibel.

Sebab, persoalan konsumsi tembakau ini tidak hanya menjadi fokus negara Indonesia saja. Melainkan banyak negara di dunia, termasuk yang tergabung dalam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Oleh sebab itu, Tati menjelaskan data terkait persoalan konsumsi tembakau ini dilakukan dalam Global Youth Tobacco Survey (GYTS).

Baca juga: WHO: Perokok Tembakau dan Sisha Berisiko Tinggi Terkena Covid-19

Apa itu GTYS?

Global Youth Tobacco Survey (GYTS) merupakan komponen dari Global Tobacco Surveillance System (GTSS), untuk memantau konsumsi tembakau pada remaja secara sistematik.

Tati menjelaskan GTYS ini dijadikan sebagai evidence based data untuk advokasi kebijakan pengendalian tembakau pada remaja Indonesia.

Ilustrasi merokokAFP Ilustrasi merokok

Baca juga: Tak Usah Didebat Lagi, Vape Sama Bahayanya dengan Rokok Tembakau

Ini juga dipergunakan untuk memenuhi kewajiban sebagai anggota WHO dan Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC), agar bisa menghasilkan data yang dapat dibandingkan secara internal atau antar negara.

"Tujuan utama dari GYTS ini untuk mendapatkan data indikator utama pengendalian tembakau pada pelajar usia 13-15 tahun di suatu negara, untuk bisa dibandingkan dengan negara lain," jelas dia dalam diskusi bertajuk Upaya Advokasi Kebijakan Berbasis Data Guna Melindungi Anak dan Remaja Jadi Target Industri Rokok, Rabu (17/6/2020).

Untuk diketahui, negara yang tergabung dalam program GYTS ini sudah mencapai 150 negara di dunia, termasuk Indonesia.

Pekerja menjemur daun tembakau varietas gagang rejeb sidi di Tulungagung, Jawa Timur, eberapa waktu lalu.ANTARA FOTO/DESTYAN SUJARWOKO Pekerja menjemur daun tembakau varietas gagang rejeb sidi di Tulungagung, Jawa Timur, eberapa waktu lalu.

Hasil data GTYS Indonesia

Indonesia sudah melaksanakan GYTS pada tahun 2009,2014 dan 2019.

Dijelaskan Tati, pada tahun 2019 balitbang melakukan GYTS dengan mengambil sampel anak usia 13-15 tahun (pelajar SMP dan SMA) di tiga region.

Di antaranya di region Sumatera, Jawa dan Bali, serta, region ketiga wilayah timur seperti Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.

Total sampel yang diambil yaitu sekitar 5.125 pelajar SMP dan SMA, rentang usia 13-15 tahun.

"Data ini bisa digunakan untuk menjawab seberapa besar kegiatan kita terkait empower itu," ujar dia.

Baca juga: Menkes dan Praktisi Medis Khawatir Perokok Remaja Semakin Meningkat

Berikut data GYTS pada tahun 2019 di Indonesia, berdasarkan survei pelajar usia 13-15 tahun.

1. Konsumsi tembakau menurun dan rokok meningkat

Konsumsi tembakau atau total keseluruhan konsumsi tembakau dengan asap dan tembakau non-asap memiliki kecenderungan menurun.

Tembakau dengan asap yaitu rokok konvensional, lintingan dan lain sebagainya yang mengeluarkan asap. Sementara tembakau non-asap yaitu tembakau kunyah, daun sirih dengan tembakau, biji pinang dengan tembakau.

Akan tetapi, untuk konsumsi tembakau khususnya rokok di tahun 2019 itu justru meningkat hingga 0,9 persen.

Baca juga: Hari Tanpa Tembakau Sedunia, WHO Ingatkan Rokok Memperparah Risiko Infeksi Covid-19

2. Jumlah batang rokok yang dihisap

Dari data yang diperoleh GTYS juga, ternyata 6,8 persen pelajar usia 13-15 tahun mengonsumsi rokok satu batang per hari.

5,2 persen mengonsumsi 2-5 batang per hari. Serta, pelajar usia itu yang biasa mengonsumsi 2 batang atau atau lebih per hari mencapai 1,4 persen.

3. Konsumsi Shisa

Sebanyak 9,4 persen pelajar usia 13-15 tahun pernah mencoba mengonsumsi atau menghisap Shisa.

Bahkan, sebanyak 10,9 persen berpendapat mengonsumsi shisa dicampur narkoba atau bahan sejenisnya.

Sementara, jika dilihat dari tempat pelajar ini mengisap Shisa, ternyata sekitar 2,8 persen pelajar mengisap shisa di rumahnya masing-masing.

4. Rokok elektrik

Prevalensi pelajar usia 13-15 tahun yang mengonsumsi rokok elektrik mencapai 13,7 persen dalam sebulan terakhir.

Pelajar tersebut, kata Tati, sangat rentan mengonsumsi rokok elektrik jika ditawarkan oleh teman dekatnya. Bahkan mencapai presentasi 27,8 persen.

Serta, tidak sedikit juga pendapat pelajar yang mencampur konsumsi rokok elektrik ini dengan narkoba dan sejenisnya, yaitu mencapai 15,9 persen.

Baca juga: Tak Usah Didebat Lagi, Vape Sama Bahayanya dengan Rokok Tembakau

5. Pemahaman asap rokok dan larangannya

Kendati prevalensi merokok oleh pelajar usia 13-15 tahun ini cenderung meningkat. Tetapi, 72 persen pelajar tersebut yakin asap rokok berbahaya bagi kesehatan mereka.

Sebanyak 81,7 persen setuju ada larangan merokok di tempat umum yang tertutup.

Bahkan, 89 persen pelajar usia 13-15 tahun tersebut juga setuju terhadap kebijakan larangan merokok di tempat umum yang terbuka.

Baca juga: Indonesia Darurat Konsumsi Tembakau, Ini Himbauan Para Pakar

6. Keinginan berhenti merokok tinggi

Tati menyebutkan bahwa pelajar yang memiliki keinginan berhenti merokok sebenarnya meningkat, mencapai 82 persen.

Akan tetapi, hal ini tidak diikuti dengan bimbingan atau arahan dari profesional di bidangnya dengan maksimal.

"Keinginan remaja untuk berhenti merokok itu cukup tinggi. Tapi, justru yang mendapatkan pertolongan atau program dari profesional itu masih rendah. Jadi ini ada gap," jelasnya.

Oleh sebab itu, dukungan untuk pelaksanaan terhadap program berhenti merokok ini menjadi sangat diperlukan untuk membantu remaja di Indonesia mengurangi konsumsi tembakau atau rokok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com